Home / Lingkungan Hidup

Kamis, 13 Agustus 2020 - 09:31 WIT

Perempuan Mapala Bicara Perubahan Iklim

Suasana FGD dengan perempuan pencinta alam Maluku Utara di cafe Jarod BTN Ternate

Suasana FGD dengan perempuan pencinta alam Maluku Utara di cafe Jarod BTN Ternate

Soroti  Reklamasi hingga  Sampah Pembalut Wanita 

Perkumpukan Paka Tiva Maluku Utara,  sebuah lembaga non profit yang bekerja untuk pendampingan warga  dan concern  untuk isu literasi,  budaya dan ekologi,  menggelar Seri Diskusi Pencinta Alam Maluku Utara.  Diskusi Rabu (12/8) di jarod cafe BTN, adalah   kedua kalinya. Pesertanya  Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala)  dari berbagai perguruan tinggi di  daerah ini dengan  tema Perempuan dan Perubahan Iklim.

Pembicara diskusi yang diramu dalam  diskusi terpumpun itu adalah, Mirnawati  Abd Kadir SH  dari Dewan  Rimba Mapala Justitia Omnibus Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate. Mirnawati di hadapan   anggota Mapala perempuan itu memaparkan banyak hal,  kenapa anak Mapala terutama perempuan, juga harus diberi penguatan  dan pemahaman tentang  perubahan iklim. Menurutnya, perempuan menjadi korban   dan paling terdampak dari semua   perubahan iklim.   

“Kenapa perempuan berhubungan dengan perubahan iklim? Karena pihak yang paling banyak menerima dampaknya.  Karena itu tak salah perempuan juga harus paham dan punya kepedulian soal ini,”katanya memulai diskusi.

Dia memaparkan  banyak kasus yang terjadi  dengan lingkungan. Sebut saja deforestasi akibat penebangan hutan yang tidak terkendali, perkebunan raksasa seperti sawit, pembukaan lahan  massive akibar industry ekstraktif   serta banyak aktivitas yang memiliki dampak luar biasa bagi lingkungan. Pada akhirnya  ikut mengorbankan peran  dan tugas perempuan. Praktek perkebunan  sawit,  tambang dan HPH juga banyak menimbulkan persoalan.  Di  kampung – kampung  yang ada perkebunan sawit  banyak menimbulkan masalah. Dari perampasan lahan, kekurangan air, banjir hingga  persoalan hak asasi manusia. Tumbuhan sawit   juga  tanaman   boros air.  Dampaknya nanti warga akan kesulitan air. Satu hektar butuh air sekria 8 ribu liter per hari.  Jika demikian, datang musim kemarau dampknya pasti dirasakan warga terutama kaum perempuan. 

Dampak perubahan iklim juga  ikut meningkatkan  permukaan laut. Hal ini   menyebabkan  adanya  intrusi air laut di berbagai kawasan. Kasus Ake Gaale   di mana terjadi  intrusi air laut dan mencemari sumber air di  bagian Utara Kota Ternate,  adalah contoh konkrit   dampak  perubahan iklim.  Ini juga akibat aktivitas manusia  yang merusak daerah daerah  resapan air dan daerah ketinggian

Beberapa waktu belakangan ini,  di berbagai wilayah di Maluku Utara dilanda banjir. Dari Kepulauan Sula, Halmahera Tengah, Morotai hingga Gane Halmahera Selatan. Belum lagi  gelombang pasang dan berbagai dampak akibat perubahan iklim lainnya. 

Baca Juga  55 Pulau Kecil Digempur Tambang dan Sawit Tak Dibahas Capres

Dari berbagai contoh itu maka   perempuan juga harus punya gerakan. “Mungkin kita bisa mengambil  hikmah dari  contoh   gerakan Chipko di India. Di mana perempuan memeluk pohon  untuk memberi perlindungan pada hutan mereka yang dieksploitasi oleh Negara dan industry.  Ini perlu juga didengungkan perempuan  di daerah ini yang dimulai dari  perempuan pencinta alam,” katanya.

Di Indonesia ada anak perempuan  bernama  Aeshninna Azzahra (12), siswa SMP Negeri 12 Gresik, menjadi pegiat lingkungan bertandang ke Jakarta   memberikan surat kepada Perdana Menteri Australia Scott Morrison dan Kanselir Jerman Angela Merkel melalui Kedutaan Besar masing-masing  agar menghentikan ekspor sampah plastik ke Indonesia.  Atau yang paling heboh Gretta Tunnberg yang menantang pemimpin dunia di konferensi perubahan iklim COP25.  Ini adalah contoh contoh gerakan perempuan untuk lingkungan dan perubahan iklim  yang  mestinya juga dipikirkan  perempuan Maluku Utara. Kenapa demikian karena  ancaman perubahan iklim  ini bagi  perempaun  secara  ekonomi dan social cukup serius.   Perlu ada gerakan  yang dilakukan untuk ikut berjuang  menghadang dampak dari perubahan iklim. Contoh paling nyata  yang bisa dilakukan adalah  gerakan tanam mangrove, pembersihan pantai. bersihkan sampah  di pantai  dan gunung   atau memerangi praktek buang sampah sembarangan. Ini beberapa contoh yang bisa dilakukan  pencinta alam.  “Dulu hujan dan panas itu ada waktunya tetapi sekarang tidak ada lagi.  Semua kejadian ini karena banyak alam yang rusak,” kata Mirna. Mirna.

Soal  kekerasan  terhadap perempuan. Menurutnya di sini perempuan   juga harus bisa jaga diri, dengan bisa jaga diri maka bisa ikut  menjaga alam. Untuk Mapala  perlu menghilangkan  pandangan   bahwa Mapala tak sekadar camping tetapi juga ikut membangun kesadaran besar soal penyelamatan  lingkungan.

Usai pemaparan, peserta FGD diminta  menyampaikan masukan, ide, pendapat atau gagasa termasuk sharing pengalaman mereka. Terutama  yang telah dilakukan  dalam  mengatasi masalah perubahan iklim di Ternate. 

Siti Halima Mahasiswa Pencinta Alam STIKIP Ternate misalnya,  menyampaikan bahwa  Ternate memiliki segudang  masalah yang  berhubungan dengan lingkungan.  Terutama sampah dan reklamasi.  Di sini  perempuan pencinta alam harus punya andil.  Secara lokal Maluku Utara, persoalan  tambang  ikut mengancam pulau kecil. Banyak persoalan ini tetapi perempuan masih diam. Belum mengambil peran. Kebanyakan perempuan  punya potensi. Lembaga seperti Pakativa kata dia, bisa menjadi pendorong untuk gerakan ini bagi perempuan. Banyak dampak  langsung dirasakan  masyarakat,  karena itu butuh  wadah  menyatukan gerakan perempuan. 

Baca Juga  Obi Kaya Keanekaragaman Hayati

“Persoalan paling serius kota ini adalah sampah. Perlu ada gerakan bersama memerangi sampah karena ini soal paling serius kota ini,” ujarnya. Kalau soal perempuan yang  tidak bisa diabaikan adalah  kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini    juga  harus didorong oleh Pakativa. Dalam beberapa tahun belakangan  ini,  belum  melihat peran perempuan  terhadap lingkungan. Padahal powernya sangat besar.  Soalnya  perempuan tidak mengerti kekuatannya.  “Peran perempuan terkait perempuan itu sendiri. Kekerasan yang terjadi kepada perempuan tetapi tidak terekspose.  Harus fokusnya kepada perempuna itu sendiri sebelum bicara soal penyelamatan alam,” imbuhnya.

Nurazizah Darwia  dari Arispala Uniersitas Khairun misalnya,  berbicara agak serius soal sampah dan perempuan. Gadis berjilbab ini  mengatakan,  bicara  peran perempuan dalam memerangi sampah  sangat relevan karena  perempuan juga menjadi penghasil sampah. “Kita bicara memerangi sampah. Ternyata  peran perempuan sangat sentral,” katanya. Misalnya mengelola sampah—pembalut  milik perempuan. Perlu mendorong penggunaan pembalut yang ramah lingkungan.  Tidak menjadi penambah sampah yang berbahaya bagi lingkungan.   Sebagai pencinta alam bisa safety sampah dari pembalut. Mirna  menanggapi  soal ini dengan mengatakan,  orang  tua  dulu tidak pernah pakai pembalut mereka menggunakan barang atau bahan  yang lebih alami. Ada juga yag membuat pembalut  dari kain. Sudah banyak aktivis lngkungan  menggunakan bahan silicon.   Pencinta alam harusnya menghindari  menjadi penghasil sampah.

Priscilia Malla dari Mapala Justitia Omnibus  bicara soal   dampak rekmalasi.   Apa dampaknya mengambil tanah di gunung  dan bukit dan menimbun  laut.  Padahal gunung,  bukit dan hutanya memiliki  fungsi masing-masing. Dampaknya  bagi warga dan kota ini secara keseluruhan. Tempat wisata di Maitara, misalnya  tanggul  di tepi pantai  jebol dihantam air laut. Jangan-jangan  ini juga akibat  dampak reklmasi yang dilakukan di Ternate.  Soal sampah misalnya,  Kawasan  belakang Bandara Baabullah Ternate tidak disediakan  tempat sampah. Terpaksa warga membuang  sampah  secara sembarangan. Soal soal ini  butuh   gerakan bersama  mendorong kesadaran warga dan pemerintah.

“Soal perubahan iklim  dan perempuan, hal yang sederhana di kampung – kampung tu, misalnya jika terjadi hujan terus menerus  dan tidak menentu, maka  ibu-ibu tidak bisa mengambil kayu bakar. Dampaknya  mereka tidak memasak.  Ini sebuah contoh kecil saja,” tutupnya. (*) 

Share :

Baca Juga

Lingkungan Hidup

Atasi Sampah, Malut Butuh PLTSa?

Lingkungan Hidup

Krisis Iklim Berdampak Serius bagi Anak Indonesia

Lingkungan Hidup

WALHI Malut Kirim Pesan untuk Sidang COP

Lingkungan Hidup

Penjahat Lingkungan Bakal Kena Sanksi Lebih Berat

Lingkungan Hidup

Hutan dan Laut  Malut Makin Terancam

Lingkungan Hidup

Ada 3 Spesies Baru Ditemukan Pada 2023

Kabar Kota Pulau

Negara Pulau dan Kepulauan akan Gelar Kongres

Lingkungan Hidup

Selamatkan Air Tanah, Tanam Sagu dan Buat Sumur Resapan