Kembangkan Urban Farming Jawab Keterbatasan Lahan
Hari masih agak terik sekira pukul 15.00 WIT pada Kamis (6/1/2021). Kamil Ishak (50) beristrahat di rumah kebunnya, sekira 300 meter dari kelurahan Loto Kecamatan Ternate Barat Kota Ternate Maluku Utara. Dia baru selesai menyiangi rerumputan yang tumbuh di kebun yang dia olah di daerah kemiringan dengan beberapa jenis tanaman hortikultura. Di rumah itu selain istrinya juga ada beberapa tamu. Mereka adalah penyuluh pertanian dan petani yang punya kebun berdekatan dengan Kamil. Di sekitar kebun Kamil para petani mengusahakan beberapa jenis tanaman yang sama seperti mentimun, tomat, cabe serta dan kangkung.
Di kebun ini, Kamil mempraktikkan penggunaan pupuk dan pestisida organik. Kamil mengaku telah mengembangkan kegiatan ini sejak 2013 lalu. Artinya sudah hamper 9 tahun dia bergelut dengan pertanian organik ini. “Saya kenal pupuk organik itu ketika dibina oleh sebuah lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat,” jelasnya.
Dia pernah dikirim mengikuti pelatihan di Poso Sulawesi Tengah. Di sana diberi pelatihan dan ikut belajar bagaimana memanfaatkan sisa sisa tanaman dan kotoran ternak menjadi bahan yang berguna untuk tanah dan tanaman. Hasilnya selain berguna menjaga kesuburan tanah, mencegah hama dan penyakit, juga ikut menjaga alam dari ancaman pupuk dan pestisida kimia.
Kamil Ishak yang biasa disapa warga Om Nami adalah salah seorang warga Ternate yang bisa dibilang berhasil menggerakan pertanian organik di kampungnya. Dia sudah beberapa tahun ikut dan menggerakkan petani di beberapa kelurahan Kota Ternate mengembangkan pertanian organik.
Baginya, model pertanian dengan memanfaatkan pupuk dan pestisida dari sisa- sisa tanaman yang diolah sendiri atau juga mengombinasikan produk pupuk dan pestisida organik pabrik, dapat meningkatkan produksi sekaligus menjaga alam. Ia mengaku hanya memanfaatkan apa yang ada di alam ketimbang mendatangkan pupuk dan pestisida yang dihasilkan pabrik, yang diyakini suatu saat selain mengancam tanah dan lingkungan juga zat kimia yang menempel di hasil produksi tanaman ikut memengaruhi tubuh manusia yang mengonsumsinya.

“Hitung hitung torang (kita,red) batanam (menanam,red) dengan sistim organik ini dapat memanfaatkan apa yang ada di alam juga membantu perbaikan tanah dan melindungi kesehatan manusia,” ujar Nami.
Awalnya, gerakan menanam dengan sisitim organik ini dilakukan sendiri, lama kelamaan orang- orang sekitar tertarik belajar dan ikut memanfaatkan apa yang ada di alam. Hasil tanaman seperti buah, daun maupun batang, dimanfaatkan menjadi pupuk dan pestisida.
Nami kini bahkan menjadi salah satu trainer yang memberi pelatihan pembuatan berbagai pupuk organic di Kota Ternate berkat ketekunannya mendorong pertanian ini. Terhitung puluhan kelompok tani di Ternate dan Halmahera sudah mengundangnya sebagai salah satu trainer pertanian organik.
Saat ini juga dia tidak sendiri lagi mengelola lahan untuk pengembangan pertanian organik. Bersama beberapa rekannya di Kelurahan Loto telah membentuk kelompok dan mengelola lahan seluas kurang lebih tiga hektar untuk mengembangkan beberapa jenis hortukutura seperti cabe rawit, cabe nona, tomat, mentimun, kangkung dan beberapa sayuran lain.
Nami mengaku, awalnya mengembangkan sendiri dengan usaha sayur mayur. Hasilnya kemudian dia tawarkan dari kantor ke kantor terutama kepada pegawai dan pejabat yang menyukai sayur-sayuran yang ditanam dengan penggunaan pupuk organik.
Tetapi belakangan ini telah beralih menanam cabe dan tomat dan bawang. Untuk cabe dia tanam kurang lebih 2000 pohon. Cabe yang ditanam itu, dalam tiga bulan ini hasilnya sangat lumayan. Tidak kurang dari Rp70 juta telah didapatkan.
Musim tanam ini panennya sudah 21 kali. Di mana sekali panen bisa sampai 80 kilogram. Biasanya dalam lima hari sekali panen. Ini jika cabe berbuah lebat. Sementara jika yang siap panen hanya sedikit kadang panennya antara 20 sampai 50 kilogram. Untuk harga per kilogram Rp50 ribu.
“Sekarang ini kami menanam cabe dan tomat yang merupakan tanaman tiga bulanan. Sebelumya tanam sayur seperti bayam merah, petsai selada, kangkung dan lain-lain seusai kebutuhan konsumen atau pasar. Akhir 2020 baru masuk dengan tanaman tiga bulanan tomat, cabe atau rica varietas laba dan lado. Jenis laba f1 yang ditanam saat ini sudah panen ke 21. Jika ditotalkan secara keseluruhan sudah lebih satu ton panen cabe keriting. Panen harian kadang naik turun 80 60 70 sampai 20 kilo sekali panen juga ada,” jelasnya.
Dia bilang lagi, menanam tanaman tiga bulanan ini terbilang menguntungkan. Pasalnya, soal harga komoditi ini juga bertahan. Apalagi di kota Ternate untuk hasil dari jenis tanaman ini, mereka tak perlu bawa sampai ke pasar. Para pedagang pengumpul sudah langsung ke kawasan pertanian ini lakukan transaksi. Sementara jika menamam jenis sayuran hanya sekali panen selanjutnya harus kembali menanam.
Memang katanya, untuk jenis penyakit kadang menjadi kendala namun dengan pupuk dan pestisida organic sangat disyukuri tanaman yang diusahakan juga aman. “Saya hanya dapat serangan layu fusarium dan sudah bisa diatasi, Disyukuri sejauh ini masih aman,” jelasnya. Nami sendiri mengaku menggunakan pupuk organic buatan sendiri. Tetapi kadang menggunakan pupuk organik yang dihasilkan dari pabrikan karena masalah waktu dan tenaga.
“Di lahan saya ini butuh pupuk organik satu ton sementara jika dikerjakan sendiri proses pembuatannya tentu sangat memberatkan karena itu kadang kami mengambil jalan tengah menggunakan pupuk organik buatan pabrik yang direkomendasikan instansi terkait,” tambahnya.
Untuk buatan sendiri itu namanya super bokasi yang dihamburkan ke dalam tanah setelah itu ditutup dengan mulsa dan diistirahatkan selama sepekan selanjutnya dilakukan penanaman. Ada juga pupuk organic local yang diproduksi di Ternate beranama MA 11 yang dibuat dan dikembangkan oleh Bank Indonesia di mana laboratoriumnya ada di Ternate.

Dalam pembersihan lahan masih dilakukan secara manual sehingga butuh butuh tenaga ekstra. Rerumputan yang dicabut dibiarkan saja. Selanjutnya saat tanah dibajak menggunakan hand tractor rerumputan masuk dalam tanah menjadi pupuk organik.
Saat bertanam sayur sepenuhnya menggunakan organik yang dibuat sendiri. Misalnya menggunakan kotoran ternak, air cucian beras pertama, maupum air kelapa. Untuk pestisida pemberantas hama dan penyakit juga menggunakan beberapa bagian tanaman. Misalnya cabe ditambah bawang putih daun sirsak. Ada juga menggunakan tanaman daun mimba, gadum serta bori atau akar tuba.
“Pupuk dan pestisida organik buatan sendiri memang sangat efektif hanya saja karena keterbatasan tenaga maka kadang untuk memaksimalkan waktu dan tenaga dipakai hasil olahan pabrikan,” imbuhnya.
Kebun Nami ternyata satu hamparan dengan beberapa petani yang tergabung dalam kelompok tani Kelurahan Loto. Sekadar diketahui lahan tersebut merupakan milik Dinas Pertanian Kota Ternate yang diberikan pengelolaanya kepada warga setempat. Luas lahan sekira 4 hektar itu, dikelola warga dan dinikmati hasilnya tanpa perlu dibagi ke pemerintah.
“Lahan tersebut kami berikan pengelolaanya kepada para petani. Hasilnya menjadi milik mereka. Kami juga berikan dukungan sejumlah fasilitas dari traktor, air hingga bantuan bibit dan sarana produksi lainnya.Termasuk upaya membantu pemasarannya,” jelas Kepala Dinas Pertanian Kota Ternate Thamrin Marsaoly ditemui awal Januari 2021 lalu. Menurutnya, kawasan pertanian ini juga rencana dikembangakan dengan model urban farming. Mengingat lahan yang terbatas di Kota Ternate dan sebagian besar warga Ternate memiliki kebiasan lebih banyak menanam dan mengelola tanaman tahunan dari pada tanaman bulanan terutama jenis hortikultura.
“Prinsipnya siapa mau menanam dia akan menikmati hasilnya. Jika mereka lakukan pemerintah memberikan dukungan sepenuhnya demi kesejahteraan petani,” ujarnya.
Lahan miliki dinas pertanian ini setelah setahun ini dikelola dan diberikan dukungan oleh pemerintah kota Ternate, sudah mulai dikunjungi berbagai pihak. Bahkan saat diadakan panen beberapa jenis tanaman hortikutura sempat dihadiri Dirjen Tanaman Hortikultura Kementerian Pertanian Republik Indonesia Prihasto Setyanto.
Saat hadir dalam panen tersebut Kementan melalui Dirjen mengikuti acara panen raya hasil pertanian petani di Kelurahan Loto.

Sekadar diketahui, Kelurahan Loto di Kecamatan Ternate Barat adalah salah satu kelurahan yang berada di daerah rawan bencana gunungapi Gamalama, hutan dan tanah di sini juga hamper setiap saat diguyur debu vulkanik. Debu gunung ini diyakini warga setempat sangat menyuburkan tanah. Karena itu meskipun bertanam di lahan yang di samping kiri kananya dipenuhi perkebunan kelapa, cengkih pala serta durian, lahanya terbilang masih sangat produktif. ”Lahan di sini masih sangat subur mungkin juga karena pengaruh abu gunung yang ada,” kata Nami.
Apa yang dirintis Nami dan beberapa warga di Loto ini selain menjadi contoh usaha berkebun organic dengan tanaman tanaman hortikultura, rencananya dikembangkan menjadi kawasan agrowisata di pulau Ternate. Upaya ini didorong sebagai bentuk memanfaatkan lahan yang terbatas karena hamper semua telah diisi tanaman tahunan. Selain itu memanfaatkan pemandangan alam yang indah dari daerah puncak di Kecamatan Ternate Barat Kota Ternate. Tujuan menarik minat wisatawan lokal mengunjungi kawasan pertanian ini.
Di situ nanti selain menikmati keindahan kawasan pertanian, juga bisa membeli dan memanen sendiri cabe, tomat maupun sayuran yang akan dibeli. Harapannya ketika mengembangkan pertanian hortikuktura di daerah puncak dengan keindahan alamnya, menarik minat banyak orang datang ke tempat ini. Dengan begitu sebagian warga Loto dan sekitarnya yang tidak membuka lahan bertani, bisa membuka usaha lain misal warung kopi atau usaha jasa yang lainnya.
“Rencana tersebut akan direalisasikan tahun 2022 ini yang diawali dengan menggenjot beberapa sarana pendukung. Misalnya akses jalan untuk kendaraan roda dua, penyediaan air dan sarana dukungan lainnya. Soal air kata Thamrin sangat penting hanya untuk disiram jika tidak ada hujan. Karena itu pengadaan profil tank yang disiapkan di lahan lahan petani juga sangat dibutuhkan.Air akan didorong dari bawah kemudian ditampung dan kemudian didistribusikan ke kebun kebun yang membutuhkan.
“Kita kolaborasi dengan instansi terkait membangun sarana pendukungnya. Kita juga sudah dijanjikan oleh Kementan untuk mendukung rencana pengembangan urban farming ini dengan pembiayaan. Semuanya akan kita siapkan fasilitasnya,” tutupnya.
Rencana Pemkot Ternate menggulirkan program Urban Farming/Pertanian Perkotaan patut didukung, sebagai langkah untuk menyediakan pangan secara mandiri. Dosen dan Praktisi urban farming Unversitas Khairun Ternate Dr. Hamidin Rasulu, STP., MP menyatakan, pertanian perkotaan menjadi salah satu pendukung dalam mewujudkan ketahanan pangan serta pengentasan kemiskinan di wilayah Kota Ternate.
Pemkot Ternate sudah melakukan kajian melalui kerjasama antara Universitas Khairun dan BAPELITBANGDA Kota Ternate mengenai karakteristik pertanian perkotaan di Kota Ternate. Menurutnya dengan keterbatasan lahan yang ada di pulau Ternate maka untuk pengembangan komoditas pertanian perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah Kota Ternate melalui Organisasi Perangkat Daerah terkait terutama untuk beberapa kelurahan di Ternate yakni Loto, Rua, Moya, Tubo, Takome, Batang Dua, Moti, sehingga tercipta kemandirian pangan.
Melihat potensi dan permasalahan pertanian di Kota Ternate, maka perlu dirumuskan kebijakan yang komprehensif untuk pengembangan pertanian Kota Ternate dalam rangka pengembangan kota berkelanjutan. Di mana kebijakan tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan integratif yang mempertimbangkan 5 (lima) dimensi, yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial dan dimensi teknologi. “Untuk pendekatan dimensi teknologi maka pengembangkan sektor pertanian budidaya dengan sistem hidroponik/aquaponik, serta pemanfaatan lahan pekarangan menjadi pilihan tepat.
Namun demikian tidak meninggalkan sistem pertanian konvensional yang lebih murah. Perlunya dukungan pemerintah Kota Ternate terhadap pelaku pertanian perkotaan berupa insentif dan pendampingan serta adanya kepastian hukum yang tertuang dalam Perda/Peraturan lainnya yang dapat menjadikan pertanian perkotaan berkelanjutan,”jelasnya. Dia bilang perlunya aplikasi teknologi sederhana dan tepat guna yang mudah dilakukan seluruh kalangan masyarakat.

Selain itu manfaatkan kembali (reuse) limbah organik kota sebagai sumber hara dan nutrisi bagi tanaman. “Kotoran-kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai sumber bokasi. Sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat,”usulnya. Adanya konsep seperti itu diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, dan bersih, serta terpenuhinya kebutuhan pangan keluarga dan masyarakat Kota Ternate secara mandiri. (*)
Tulisan pernah dimuat di situs berita mongabay.co.id

CEO Kabar Pulau