Home / Lingkungan Hidup

Rabu, 12 Juli 2023 - 13:42 WIT

Petaka Perubahan Iklim Global Ancam Bumi

Langkah- langkah  Ini  Perlu Dilakukan

Kondisi bumi hari ini sangatlah mengkhawatirkan. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika  (BMKG) RI, mengingatkan  bahwa, saat ini hal yang paling menakutkan dan mengancam bagi seluruh masyarakat dunia bukanlah pandemik ataupun perang, akan tetapi perubahan iklim global.

Peningkatan suhu rata-rata global yang terus menerus ini mengakibatkan percepatan proses siklus hidrologi, yang mengakibatkan berbagai bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor baik di negara maju, di negara berkembang, di negara kepulauan, apapun kondisi negaranya.

Berbagai bencana yang terjadi berakibat pada global water hotspot, yang berarti terjadinya krisis air. Krisis air juga memberi dampak yakni tantangan bagi ketahanan pangan.

Diperkirakan oleh organisasi meteorologi pada tahun 2050, hampir semua bagian dunia akan mengalami masalah ketahanan pangan. “Kita perlu melakukan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim dan bagi para petani perlu meningkatkan keterampilan dan pengetahuan untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim,” kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati saat  membuka acara Training of Trainers (ToT) Climate Field School (CFS) atau pelatihan bagi pelatih sekolah lapang iklim untuk negara-negara anggota Colombo Plan yang berlangsung di Gedung Auditorium BMKG dan dihadiri  para pejabat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg).

Tujuan dari Climate Field School (CFS) atau sekolah lapang iklim ini adalah memberdayakan para petani atau sektor pertanian untuk dapat lebih beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim sehingga dapat mempertahankan produksi tanaman dan mencegah terjadinya tantangan terhadap ketahanan pangan.

Sekolah lapang iklim sebagai wadah   saling belajar, berbagi pengalaman, berbagi pembelajaran serta berbagi kisah kegagalan sehingga mengurangi risiko dari dampak perubahan iklim, bahkan bisa mencegah terjadinya krisis pangan.

Target peserta training ini antara lain para pengambil kebijakan, pengamat dan prakirawan cuaca/iklim, dan penyuluh pertanian di 8 negara anggota Colombo Plan dan Timor Leste.   19 peserta itu  terdiri dari Bangladesh (3 orang), Bhutan (1 orang), Indonesia (4 orang), Myanmar (2 orang), Nepal (2 orang), Papua New Guinea (1 orang), Sri Lanka (2 orang), Filipina (2 orang), dan Timor Leste (2 orang).

Baca Juga  Tangkap Tuna Makin Jauh, Ukurannya juga Makin Kecil

Mengusung tema “Pembelajaran pemahaman dan praktek informasi iklim untuk mendukung ketahanan pangan”, dengan metode pembelajaran terdiri dari metode asynchronous, yang terdiri dari kelas webinar, tugas individu, serta proyek kelompok kolaborasi, yang dilakukan di Learning Management System (LMS) BMKG berbasis Moodle pada 04-07 Juli 2023, dan metode synchronous berupa pelatihan luring di Jakarta, dan Citeko, 10-17 Juli 2023.

Climate Field School (CFS)/Sekolah Lapang Iklim (SLI) telah dilaksanakan BMKG bekerja sama dengan Kementerian Pertanian sejak 2011, dimana bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang informasi iklim serta pemanfaatannya untuk sektor pertanian kepada para penyuluh pertanian dan petani dengan menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami petani di wilayahnya masing-masing.

abrasi psrsh ancam sebagian pantai Halmahera

Keberhasilan SLI di Indonesia telah dijadikan sebagai percontohan dan telah dilaksanakan TOT SLI untuk negara – negara Asia Pasifik, Timor Leste dan Pakistan.  Pelatihan ini merupakan kelanjutan (tahap ketiga dari Pelatihan Sekolah Lapang Iklim) dari tahap pertama yang telah dilaksanakan dengan sukses secara tatap muka pertama pada Juni 2019 di Pusdiklat BMKG, Citeko, Bogor, Jawa Barat, dan tahap kedua secara daring pada Agustus 2021.

Output yang diharapkan dari pelatihan ini adalah para peserta (trainers) dapat memahami dan mengembangkan pengetahuan tentang informasi iklim serta mampu menyampaikan kembali kepada para penyuluh pertanian yang berperan menterjemahkan Bahasa teknis ke Bahasa yang lebih sederhana dan mudah dipahami para petani.

Dia bilang ancaman ini terlihat dari berbagai peristiwa, mulai dari suhu udara yang lebih panas, terganggunya siklus hidrologi, hingga maraknya bencana hidrometeorologi di berbagai belahan dunia.

Baca Juga  Tak Ada Zonasi Wilayah jadi Problem Ekowisata

“Perubahan iklim ini juga mengancam ketahanan pangan seluruh negara,”kata Dwikorita dalam keterangan resmi Selasa (11/7/2023).

 

Organisasi pangan dunia, FAO, memprediksi tahun 2050 mendatang, dunia akan menghadapi potensi bencana kelaparan akibat perubahan iklim. Sebagai konsekuensi dari menurunnya hasil panen dan gagal panen. Karenanya, perlu tindakan konkret seluruh negara menekan laju perubahan iklim.

“Dibutuhkan aksi mitigasi dan adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim. Dengan menekankan di 3 aspek. Yaitu ekonomi, sosial, dan ekosistem atau bentang alam,” ujarnya. Langkah- langkah strategis harus dilakukan guna mencegah risiko yang lebih fatal

Mengutip laporan organisasi meteorologi PBB, World Meteorological Organization (WMO), tahun 2022 menempati peringkat ke-6 tahun terpanas dunia. Di mana, tahun 2015-2022 menjadi 8 tahun terpanas dalam catatan WMO. Pada awal Desember 2020 juga menempatkan tahun 2016 sebagai tahun terpanas (peringkat pertama), dengan tahun 2020 sedang on-the-track menuju salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah dicatat.

“Di Indonesia, berdasarkan pengamatan yang dilakukan di 91 stasiun BMKG menunjukkan, suhu permukaan rata-rata pada tahun 2022 lebih tinggi 0,9°C dibandingkan tahun 1981-2010. Menandakan fenomena peningkatan suhu juga terjadi secara lokal dan global,” paparnya.

Dia menjelaskan, pemanasan global memicu pergeseran pola musim dan suhu udara yang mengakibatkan peningkatan frekuensi, durasi dan intensitas bencana hidrometeorologi.

“Salah satunya adalah kejadian kebakaran hutan dan lahan yang tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi kekeringan yang ekstrem. Tapi juga menyebabkan peningkatan emisi karbon dan partikulat ke udara,” tuturnya.

“BMKG terus melakukan berbagai aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Di sektor pertanian, BMKG rutin menggelar sekolah lapang iklim (SLI) dengan sasaran penyuluh pertanian dan petani dari berbagai komoditas unggulan. Langkah ini juga untuk memperkuat literasi cuaca dan iklim mereka,” pungkas Dwikorita.

Share :

Baca Juga

Lingkungan Hidup

Tersedia Rumah Kolaborasi dan Konsultasi Iklim

Lingkungan Hidup

WALHI Malut Kirim Pesan untuk Sidang COP

Kabar Malut

Ada Apa, Kemarau tapi Hujan hingga Banjir?

Lingkungan Hidup

PakaTiva Kumpul Kaum Muda Belajar Climate Change  

Lingkungan Hidup

Mangrove di Maluku Utara Makin Terdesak

Kabar Kota Pulau

KLHK dan Warga Tanam Mangrove di Desa Toseho Tidore Kepulauan

Kabar Kota Pulau

Mangrove Mangga Dua Ternate Nasibmu Kini

Lingkungan Hidup

Kelola Hutan Bersama Masyarakat Bermanfaat Bagi Kelestarian