Maluku Utara sebagai provinsi Kepulauan memiliki luas wilayah secara keseluruhan mencapai 145.801,1 kilometer meliputi daratan 45.069,66 Km2 (23,72 persen) dan wilayah perairan seluas 100.731,44 Km2 (76,28 persen). Maluku Utara juga memiliki panjang garis pantai 3.104 Km.
Data hasil identfikasi jumlah pulau di Maluku Utara terdiri dari 1.474 pulau, dengan jumlah pulau yang dihuni sebanyak 89 atau 1.385 tidak berpenghuni yang memiliki komoditas unggulan di bidang perikanan dan perlu mendapat perhatian khusus.
Pulau Halmahera (18.000 Km2) begitu pula lainnya seperti Obi (3.900 Km2) Taliabu (3.195 Km2), Bacan (2.878 Km2) Morotai (2.325 Km2) termasuk pulau kecil lainnya seperti Ternate, Tidore, Makian, Kayoa, Gebe dan sebagainya, memiliki potensi luar biasa.
Khusus di beberapa pulau kecil berdasarkan hasil riset Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (JIKTI) bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Khairun Ternate, mendapatkan komoditas unggulan cukup luar biasa. Untuk Pulau Ternate misalnya ditemukan jenis ikan seperti cakalang, tongkol, tuna, kerapu, dan ekor kuning. Sementaa di pulau Hiri ada kerapu, cakalang, tongkol, sorihi dan tuna. Di pulau Tidore ada cakalang, tongkol, sorihi, kerapu, dan tuna. Di pulau Moti juga ada cakalang, julung, sorihi, kerapu dan kembung. Di pulau Laigoma ada ikan kerapu dan kakap. Sedangkn di pulau Siko ada ikan kerapu, kakap dan lobster. Komoditas unggulan di pulau Gafi ada ikan kerapu, kakap, dan sorihi.
Meski komoditas unggulannya melimpah kebijakan pembangunan yang masih berpihak pada dimensi daratan (land oriented), jauh dari paradigma pembangunan berdimensi kepulauan. Padahal negara ini adalah negara kepulauan. Hal ini terlihat dari penerapan sistem penganggaran pembangunan untuk daerah daratan dan kepulauan yang tidak seimbang. Daerah daratan yang mempunyai jumlah penduduk yang lebih banyak seperti pulau Jawa menikmati anggaran yang lebih besar daripada daerah kepulauan yang penduduknya relatif sedikit sehingga terkesan menganak-tirikan daerah- daerah yang sebagian besar wilayahnya laut dan pulau-pulau kecil seperti di provinsi Maluku Utara.
“Karena itu sebagai salah satu provinsi kepulauan di Indonesia di mana sebagian besar wilayahnya terdiri dari pulau-pulau, dan mayoritas penduduknya tinggal di pulau-pulau dan pesisir pantai, maka arah pembangunan pun selayaknya diarahkan dan difokuskan pada pengembangan ekonomi di pulau-pulau dan daerah pesisir,” kata Chairul Amin kandidat doctor pada Institut Pertanian Bogor. Chairul yang juga dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Khairun Ternate itu dalam risetnya tentang Potensi Komoditas unggulan pulau-pulau kecil mengungkapkan bahwa jumlah pulau-pulau dan kepulauan di Maluku Utara cukup banyak. Karena merupakan daerah kepulauan, berbagai hambatan dalam pembangunan masih sangat besar dihadapi. Terutama akses transportasi antar daerah dan antar pulau. Untuk mendukung percepatan aksessibiltas perekonomian daerah, pemerintah daerah dituntut mampu mengetahui basis keunggulan ekonomi yang dimiliki daerahnya. Salah satunya komoditas unggulan. Komoditas unggulan katanya berperan besar dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah. Pengembangan komoditas unggulan itu dapat melibatkan seluruh masyarakat terutama di daerah-daerah tertinggal, desa-desa miskin, di pulau-pulau terpencil sehingga diharapkan membuka industri kecil dan menyerap tenaga kerja yang banyak.
“Pengembangan komoditas unggulan berbasis pulau-pulau harus melihat pada potensi sumberdayayang dimiliki oleh pulau. Sumberdaya dapat berupa manusia, alam, lingkungan, budaya, serta tradisi yang dapat menunjang kegiatan pengembangan suatu jenis komoditas yang menjadi ciri khas atau karakteristik pulau tersebut,” jelas Chairul sebagaimana dimuat dalam risetnya.
Potensi perikanan tangkap di pulau-pulau kecil di provinsi Maluku Utara katanya, mempunyai nilai ekonomi yang tinggi jika dikelola dan dikembangkan dengan baik.
Berdasarkan data BPS kota Ternate, berturut-turut jumlah produksi hasil tangkapan ikan laut menunjukkan peningkatan produksi yaitu 2010 jumlah total produksi hasil perikanan tangkap mencapai 15.434,59 ton kemudian naik menjadi 16.057,18 ton pada 2011 dan pada 2013 total hasil tangkapan ikan di pulau Ternate mencapai 19.298,31 ton. Untuk jenis komoditas, ikan cakalang yang paling besar jumlahnya dibandingkan jenis komoditas tangkapan lainnya yakni sebesar 3.594,62 ton pada 2010 naik menjadi 4.411,35 ton pada 2013.
“Jumlah hasil tangkapan yang tergolong masih rendah ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Mengingat hampir sebagian besar luas wilayah provinsi Malut merupakan wilayah lautan maka perikanan tangkap menjadi sektor yang berpotensi dikembangkan untuk ditingkatkan nilai tambah ekonominya. Dengan begitu pendapatan dan kesejahteraan masyarakat bisa meningkat,” katanya. Hal ini menurutnya bisa terlihat dari aktifitas ekonomi masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil di Maluku utara dimana mayoritas adalah petani dan nelayan. “Ketika musim atau cuaca lagi baik laki-laki pergi melaut menangkap ikan, hasil tangkapannya sebagian dimakan sebagian lainnya dijual ke penduduk desa atau dijual pulau lain. Namun karena minimnya sarana prasaranan pendukung seperti teknologi alat tangkap, infrastruktur dermaga, ketersediaan minyak dan es, cold storage, kelembagaan nelayan dan pasar yang terbatas menjadi hambatan bagi proses pengembangan komoditas unggulan di pulau- pulau kecil. (bersambung)
CEO Kabar Pulau