Koleksi sumberdaya genetic pangan (SDGP) local di Halmahera Barat sangat banyak. Sayangnya ada sebagian sudah di ambang kepunahan. Beberapa varietas pisang dan padi meski sudah diinventarisasi oleh Balai Pengkajian Tekhnologi Pertanian (BPTP) Wilayah Maluku Utara bersama nama lokalnya, tetapi belum ditemukan materi genetiknya untuk dikembangkan.
Pisang Moraka begitu orang Tobaru menyebut, diklaim sudah punah karena semakin jarang ditemukan. Di daerah pedalaman Halmahera Barat jenis pisang ini sudah punah. Di desa Togoreba Tua, pisang ini sudah sangat jarang ditemukan. Selain moraka ada juga pisang bituana.
“Pisang jenis ini sudah semakin langka dan mungkin sudah tidak ada. Sudah puluhan tahun pisang ini tidak ditanam lagi,” jelas Tawas Tuluino Ketua Adat Tobaru Togoreba Tua. Dia akui dua jenis pisang tersebut semakin sulit ditemukan bahkan mulai menghilang dari masyarakat adat Tobaru. Masyarakat mau tanam pisang ini tetapi sudah sulit ditemukan anakannya.
“Torang mau tanam lagi agar diperbanyak sehingga jenis pisang tidak hilang, tetapi mau dapat di mana ,” katanya akhir Februari 2021 lalu.
Pisang moraka dan bituana hanyalah contoh pisang yang terancam punah di Halmahera Barat. Dia menyebut jenis pisang ini di kampungnya dulu sangat banyak ditanam warga. Tetapi 20 tahun terakhir sudah tidak ada lagi. Itu baru dari jenis pisang. Belum lagi jenis padi atau umbi-umbian.
Menurut Tawas jenis padi local yang telah hilang dan tidak lagi ditanam warga misalnya Kapuraca, Misiri, Suuru, Gamtala. “Kami tidak tahu sejak kapan empat jenis padi ini tidak ditanam lagi. Sebelum 1999 warga sudah tidak menanam jenis jenis padi tersebut,” jelasnya
Dia bilang, ancaman hilang jenis padi local ini serius karena bertahan tidaknya jenis padi ini tergantung selera petani menanam jenis padi yang disukai. Ada jenis padi tertentu yang diaggap gurih pasti selalu ditanam. Warga Togoreba Tua misalnya menyebutnya dengan padi alus adalah salah satu varietas yang terus ditanam warga .
Ada banyak jenis padi local. Jika sudah tidak ditanam dua atau tiga kali musim tanam maka benihnya hilang.
Dia bilang lagi sebelum koflik tahun 1999 masih banyak jenis padi local yang biasa ditanam petani. Namun seiring waktu beberapa jenis padi mulai susah didapat lagi benihnya. Begitu juga tanaman pisang beberapa jenis sudah sulit ditemukan agar bisa dibudidayakan kembali.
Pengakuan para petani banyak sumberdaya genetic pangan local baik padi maupun pisang. Warga menyebut beberapa jenis pisang sudah punah.
“Dua jenis pisang itu tidak bisa bertahan lama. Jika tidak dirawat dan dikembang biakan maka akan cepat hilang.Berbeda degan pisang raja, tahan hingga puluhan tahun,” jelas Herman Ime petani desa Togoreba Tua.
Hasil riset Balai Pengkajian Tekhnologi Pertanian (BPTP) Wilayah Maluku Utara menemukan aksesi padi gogo atau padi local sangat banyak di Halmahera Barat Maluku Utara. Jumlahnya ada 15 aksesi.
Yayat Hidayat Peneliti dari Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) wilayah Provinsi Maluku Utara menyebutkan Halmahera Barat memiliki potensi sumber daya genetik tanaman sangat banyak. Hal itu berdasarkan data hasil eksplorasi dan inventarisasi Sumberdaya Genetik (SDG) tanaman mulai dari Jailolo sampai ke Loloda.
“Untuk jenis pisang di Halbar kami sudah mendata pisang bituan dan pisang pulut belum ditemukan materi genetiknya,” jelas Yayat.
Sementara untuk jenis padi local, terdapat 51 aksesi tanaman padi lokal (padi ladang). Untuk tanaman hortikultura terdiri atas 9 aksesi pisang. Dari hasil inventarisasi tersebut keberadaan materi genetik plasma nutfah tersebut memang harus diuji dengan dikarakterisasi dan evaluasi. Apakah aksesi tersebut banyak yang sama atau memang berbeda.
Hasil inventarisasi yang telah dilaksanakan dan dari data-data yang sudah terkumpul tersebut, sebagian besar sudah ada materi genetiknya berupa benih, yang selanjutnya dikarakterisasi dan sebagian sudah didaftarkan sebagai varietas lokal asal Halmahera Barat.
“Untuk padi lokal belum dilakukan pendaftaran varietas karena datanya belum lengkap semua, sedangkan komoditas tanaman pangan yang sudah didaftarkan ke Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) adalah kacang tanah dan jagung.
Dia bilang, hasil inventarisasi padi lokal asal Halmahera Barat, yang saat ini masih banyak ditanam untuk daerah Tobaru yakni Padi tela, Bule, Pako, Gamtala, Aralaha, dan Daru. Ini berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan 2019 lalu.
Dari 51 aksesi padi lokal yang sudah diinventarisasi, sekitar 60 % dari padi lokal tersebut, BPTP tidak dapat materi genetiknya. Hal itu mengindikasikan aksesi lokal tersebut terancam punah.
Bagi BPTP, ancaman kepunahan benih padi lokal asal Halmahera Barat bisa terjadi, dikarenakan adanya dampak dari alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian (tambang atau perumahan), penggunaan varietas baru yang umurnya lebih pendek dibandingkan varietas lokal yag rata-rata panen 150-170 HST. Semakin sedikitnya minat petani lokal untuk bertani. Di mana banyak anak-anak petani yang lebih memilih bekerja di luar sector non pertanian, sehingga banyak benih lokal yang biasanya disimpan untuk musim tanam berikutnya digunakan untuk konsumsi dan tidak ditanam lagi.
Untuk komoditas hortikultura terutama pisang, di pedalaman Halmahera Barat banyak tersimpan kerabat liar dari pisang yang biasa dikonsumsi.
“Salah satunya, kami dan tim pernah eksplorasi menuju Danau Rano di daerah Sahu, melihat potensi pisang hutan yg sangat tinggi (10-12 m) dan beberapa aksesi pisang liar lainnya,” jelas Yayat.
Sedangkan untuk pisang yang biasa dikonsumsi ada beberapa aksesi yang telah diinventarisasi. Di antaranya pisang Bituan, Mas, Meja, Mulu bebe Hijau, Mulu Bebe Putih, pulut, sepatu kuning, sepatu putih, tongkat langit, dan pisang manado. Untuk pisang yang sudah diinventarisasi, saat ini BPTP telah mengkoleksi di kebun koleksi. Sedangkan yang belum tereksplorasi belum didapatkan datanya.
Untuk mencegah terjadinya kepunahan dari plasma nutfah tersebut, BPTP telah telah melakukan ekplorasi, inventarisasi, karakterisasi, dan pendaftaran serta konservasi eks-situ (Kebun Koleksi BPTP) dan in-situ dalam rangka pelestarian SDG tersebut. Selain itu, bersama Komda Sumberdaya genetic (SDG) Maluku Utara mencoba untuk meningkatkan nilai tambah plasma nutfah potensial agar bernilai ekonomi dan memberikan manfaat bagi daerah. “Salah satunya dengan didaftarkan sebagai varietas lokal, jika sudah terdaftar, benih padi ataupun komoditas lainnya dapat dimanfaatkan oleh pemda khususnya instansi terkait dalam program penanaman dengan menggunakan benih lokal tersebut,” kata Yayat. Benih lokal juga bisa diperjualbelikan dengan harga sesuai harga benih bukan harga konsumsi.
Karena itu Yayat menyarankan kepada pemerintah derah agar dengan nilai keanekaragaman hayati yang demikian tinggi, di pasar global dijadikan ini sebagai peluang bagi daerah untuk memperoleh pendapatan dari sumber daya hayatinya. “Dalam era desentralisasi, setiap daerah mempunyai hak mengelola dan mendapatkan keuntungan dari aset tersebut. Dengan melihat tren global bahwa keanekaragaman hayati menjadi “emas baru” maka seyogyanya pembangunan di daerah bertumpu pada masing-masing sumber daya hayatinya, dengan pola yang berkeadilan dan berkelanjutan,” sarannya.
Hal ini akan memberikan manfaat ekonomi terhadap pemilik varietas lokal/masyarakat setempat. Apabila bila varietas lokal sudah diberi nama dan didaftarkan di Pusat PVTPP serta digunakan sebagai tetua (varietas asal) untuk menghasilkan varietas baru (varietas turunan esensial) serta mendapat Hak Perlindungan Varietas Tanaman. Hal ini juga diatur dalam PP 13 Tahun 2004.
Untuk mengatasi ancaman kepunahan berbagai sumberdaya genetic BPTP Maluku Utara juga katanya telah melakukan upaya Konservasi SDGT yang telah dilakukan dengan ekplorasi dan inventarisasi SDGT pangan, hortikultura, perkebunan, Biofarmaka (lokal maupun introduksi) yang jumlahnya + 382 aksesi. Membangun kebun koleksi SDG tanaman lokal (pangan, hortikultura, perkebunan) dengan 114 aksesi ditemukan di Tidore dan Bacan.
Melakukan juga karakterisasi tanaman lokal sebanyak 38 tanaman pangan dan 31 jenis hortikultura, melakukan pendaftaran varietas lokal bersama pemerintah daerah melalui Dinas Teknis sebanyak 49 varietas local.
Kerjasaman dengan pemerintah Pusat, PVTPP dan sosialisasi pengelolaan dan pemanfaatan SDG serta pendaftaran varietas local. (*)
CEO Kabar Pulau