Nelayan: Selat Obi Diusul Jadi Wilayah Pemberdayaan Nelayan Kecil
Nelayan Obi yang selama ini mengeluhkan banyaknya rumpon liar di laut Obi, akhirnya bernapafas lega. Pasalnya, Dinas Perikanan Provinsi Maluku Utara Sabtu (02/07/2022) bersama masyarakat nelayan dan instansi tekait memutus tali puluhan rumpon di Selat Obi Kabupaten Halmahera Selatan.
“Pemutusan ini sekaligus menjawab aspirasi nelayan di Kecamatan Obi Utara terutama di Desa Madopolo karena keberadaan rumpon–rumpon tersebut meresahkan nelayan tuna,” jelas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara, Abdullah Assagaf melalui rilis yang dikirimkan ke media ini, Senin (4/7/2022).
Kegiatan yang melibatkan unsur TNI Angkatan Laut dari LANAL Ternate bersama nelayan Madopolo dan perwakilan dari Aliansi Mahasiswa Obi ini berjalan lancar.
Menurut Abdullah, penertiban ini juga mendapat dukungan Danlanal Ternate. Bentuk dukungannya menugaskan 3 personilnya mem back-up operasi penertiban rumpon.
“Memang agak terlambat sesuai kesepakatan yang dibuat bersama nelayan Obi. Hal ini tidak disengaja tetapi karena adanya keterbatasan armada serta harus melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait , baik SATWAS PSDKP dan LANAL Ternate termsuk terlebih dahulu mengumpulkan berbagai data rumpon yang tersebar di Selat Obi.
Lebih lanjut dia jelaskan, dari pengumpulan data-data koordinat rumpon yang ditempatkan di Selat Obi, ternyata tidak memiliki izin sehingga diambil tindakan pemutusan.
“Langkah tegas ini kami ambil menjawab aspirasi nelayan Obi menertibkan rumpon yang ditempatkan seenaknya oleh pemilik tanpa izin penempatan rumpon sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26 Tahun 2014 tentang Rumpon,” cecarnya. Dalam peraturan tersebut diisyaratkan setiap orang yang menempatkan atau memanfaatkan rumpon di WPPNRI atau laut lepas, wajib memiliki Surat Izin Penempatan Rumpon (SIPR) dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Penempatan alat penangkapan ikan dan alat bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan NKRI dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan.
Hasil operasi penertiban itu juga ditemukan penempatan rumpon jaraknya berkisar 2 sampai 5 mil sementara sesuai aturan menegaskan harus 10 mil.
“Karena itulah kemudian kami ambil langkah tegas ,” cecarnya.
Sebelum tim turun lakukan penertiban, digelar pertemuan dengan puluhan nelayan tuna di Desa Madopolo Obi Utara bertempat di Kompleks Pasar Madopolo.
Dalam pertemuan itu Abdullah menjelaskan kehadiranya bersama tim untuk mendengar langsung keluhan nelayan tuna di Desa Madopolo Obi Utara. Dia juga minta agar masyarakat atau nelayan tidak melakukan penertiban sendiri yang dapat menimbulkan konsekwensi hukum dan terjadi konflik sesama nelayan. Karena menurutnya, nelayan tidak memiliki kewenangan.
Selain penertiban dengan pemutusan rumpon, DKP Maluku Utara akan mengatur kembali penempatan rumpon sesuai jenis alat tangkap, sehingga tidak lagi menimbulkan konflik sesama nelayan, Kalau izin rumponnya itu melekat di kapal tangkap pole and line atau hutate, maka tidak dibolehkan kapal jaring atau pajeko menangkap di rumpon tersebut. Sebaliknya jika izin rumponnya melekat di kapal jaring/pajeko maka tidak dibolehkan kapal tangkap pole and line tangkap ikan di rumpon tersebut,” tegas Abdulah
Dalam operasi penertiban rumpon juga ditemukan beberapa rumpon diduga milik oknum pejabat atau aparat yang ditempatkan tanpa memiliki izin SPIR bahkan penempatannya tidak sesuai aturan. Padahal harusnya sebagai aparat memberikan contoh yang baik dengan terlebih dahulu memiliki surat izin penempatan rumpon.
Kehadiran tim DKP di Pulau Obi ini juga bukan hanya menggelar operasi penertiban rumpon liar yang tidak miliki izin. “Kami juga patroli pengawasan kapal jaring dari luar Maluku Utara yang sering kali menangkap ikan di Perairan Obi secara illegal,” tegas Abdullah.
Rencananya penertiban rumpon ini tidak hanya di Selat Obi saja , tetapi juga akan dilakukan di daerah lain dalam wilayah Maluku Utara. Karena pihak DKP juga mendapat informasi bahwa banyak rumpon liar ditempatkan tersebar tidak sesuai aturan dan tanpa memilik Surat Izin Penempatan Rumpon.
Kesempatan itu Abdullah juga meminta nelayan tidak lagi berkerja sama dengan kapal-kapal jaring dari luar Maluku Utara yang hanya untuk kepentingan pribadi sementara hasilnya dibawa ke luar Maluku Utara. Hal ini sangat merugikan daerah dari sektor perikanan.
Dia turut berharap ada pengawasan bersama kapal-kapal ikan dari luar Maluku Utara yang mencuri ikan di daerah ini.
“Kita sudah bentuk POKMASWAS atau Kelompok Pengawas Masyarakat yang melibatkan unsur masyarakat terutama nelayan dalam pengawasan kegiatan perikanan di Pulau Obi dilengkapi sarana pendukung berupa armada pengawas dan mesin serta personil pengawas”, ujar Abdullah.
Dia turut sampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang terlibat langsung dalam operasi penertiban rumpon di Selat Obi Halmahera Selatan tersebut.
Hamka la Isa Ketua Aliansi Nelayan Obi Madopolo dalam pertemuan Sabtu lalu, memberikan apresiasi atas kehadiran DKP bersama kepala dinas di desa Madopolo. Pasalnya kehadiran itu memberikan harapan besar keluhan dan aspirasi dapat dipenuhi. Yaitu bersama-sama melakukan penertiban rumpon di selat Obi. Kehadiran ini .juga memberikan jaminan nelayan bisa melakukan penangkapan ikan tuna lagi.
“Sebagai nelayan kami bertahan hidup dengan dengan mencari tuna. Tersebarnya rumpon-rumpon liar di selat Obi, membuat kami sulit mendapatkan hasil tangkapan tuna. Pemilik rumpon liar juga menginginkan kapal-kapal jaring atau pajeko dari luar daerah Malut melakukan penangkapan di rumpon yang ada,” katanya
Sementara ALfi La Udu salah satu nelayan tuna dikofirmasi Senin (4//2022) menjelaskan, pembersihan rumpon merupakan langkah positif pemerintah. Hal ini menjawab tuntutan nelayan karena banyaknya rumpon yang tidak memilki ijin. Akhirnya dalam pemasangan tidak sesuai aturan terutama masalah jarak. Lebih para lagi katanya alat tangkap yang digunakan sudah tidak sesuai ketentuan sehingga sangat merugikan nelayan kecil.
“Perjuangan nelayan belum selesai. Tidak hanya penertiban rumpon. Butuh langkah selanjutnya terutama mendorong pemerintah daerah agar membuat regulasi yang dituangkan dalam Peraturan Bupati atau Perda yang berpihak kepada nelayan kecil, terutama di Selat Obi.
“Harapan kami kepada pemerintah Provinsi Malut terutama di Selat Obi harus betul-betul diatur dengan melihat kearifan lokal di sana. Daerah ini juga perlu dijadikan wilayah tangkap berbasis pemberdayaan nelayan kecil seperti nelayan tuna, baby tuna dan cakalang. Bukan untuk eksploitasi mengunakan alat tangkap moderen seperti pajeko yang merugikan nelayan kecil,” cecarnya.
Dia meminta pemerintah provinsi Malut harus betul-betul memperhatikan hal- hal tersebut ketika mengeluarkan ijin rumpon yang alat tangkapnya pajeko terutama di Selat Obi. Di daerah ini ada kurang lebih 20 desa sumber mata pencaharian warganya nelayan. Para nelayan ini tersebar mulai dari Obi , Obi Utara , Pulau Mandioli dan beberapa desa di pesisir pulau Bacan.(*)
CEO Kabar Pulau