Kondisi pandemi Covid-19 sangat membatasi ruang gerak. Hal ini berdampak di semua bidang kehidupan. Salah satunya usaha di bidang pariwisata. Saat ini perlu ada upaya menggenjot wisatawan local ketimbang dari luar negeri.Di Maluku Utara ini yang perlu didorong adalah memperbaiki sarana prasarana untuk kepentingan pariwisata lokal.
Setidaknya hal ini mengemuka dalam Forum Diskusi Group (FGD) yang digelar oleh Duta Kreator Indonesia (DKI) bersama pemerintah daerah, Bank Indonesia akademisi dan pegiat pariwisata di Maluku Utara Sabtu (15/1) lalu meeting rom Royal Restaurant Ternate.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Ternate Risal Marsoly berbicara awal dalam FGD itu mengungkapkan, saat ini semua pergerakan dibatasi akibat pandemic. Karena itu yang perlu dilakukan adalah meningkatkan pelayanan dan mengharapkan wisatawan lokal. Ternate misalnya punya peluang besar menggenjot wisatawan local tersebut.
“Ternate dengan banyak tempat wisatanya sekaligus menjadi pintu masuk Maluku Utara, memiliki keunggulan. Kondisi pandemic ini kita belum bisa berharap banyak kunjungan wisatawan manca negara termasuk wisatwan antar provinsi di Indonesia. Kita berharap warga dari kabupaten kota di Maluku Utara saat menyinggahi Ternate, bisa menghabiskan waktunya berwisata ke berbagai destinasi di kota ini,” jelas Risal.
Sebagai pintu masuk katanya, dalam menggenjot pariwisata ini tidak bisa dikerjakan sendiri. “Kita butuh kolaborasi dengan membuat program yang terukur. Setiap tahun akan ada event yang bisa kita dorong,”katanya.
Dia juga bilang, untuk menggerakan pariwisata Ternate destinasi yang sudah ada perlu dikelola pemerintah dan swasta. Contoh di Sulamadaha masih banyak kekurangan. Saat ini anggaran terbatas dan refocus untuk covid-19. Dalam mengurus pariwisata pemerintah tidak bisa kerja sendiri butuh banyak orang menggerakannya. “Kami Ternate siap membuka diri,” katanya.
Saat ini yang didorong Ternate di masa pandemi ini adalah wisata domestik. Pasalnya, meskipun wisatawan domestic, dalam setiap kunjungan dipastikan ada transaksi terjadi.
Sementara Hario K Pamungkas- Deputi Kepala Perwakilan BI Maluku Utara menyampaikan bahwa Maluku Utara mencapai angka pertumbuhan ekonomi tertinggi hingga 6,66%. dan Tertinggi di Indonesia. Namun angka pertumbuhan itu di sektor tambang. Sementara di sektor Pariwisata menurun.
Senada Kadis Pariwisata Hario mengusulkan agar di masa pandemic ini harus diketahui wisatawan mana yang dituju bisa datang menikmati berbagai destinasi wisata di daerah ini. “Wisatawan lokal saja sudah bisa. kita harus bangga dan maksimalkan potensi wisatwan lokal ini,” ujar Hario.
Dia bilang untuk menjaga usaha wisata di masa pandemic ini tetap berjalan, diperlukan adaptasi, inovasi dan kolaborasi. Keamanan dan kebersihan juga perlu diterapkan di setiap destinasi.
“Perlu me-revolusi Pariwasata seperti dikatakan Menteri Pariwisata Sandiaga Uno yang dimulai dari toilet,” katanya.
Untuk wisatawan yang mengunjungi Maluku Utara sangat disayangkan jika hanya berkunjung ke Ternate dan Tidore. Mereka mestinya perlu diajak ke destinasi yang lain. Misalnya ke Morotai. Apalagi Morotai sejak 2015 masuk sebagai pusat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di mana di dalamnya ada program 10 Bali Baru termasuk Morotai. “ Morotai sebagai 10 Bali Baru ini belum dimaksimalkan sehingga tidak terdengar di kancah nasional. Soal kesiapan mungkin sehingga kurang menjadi perhatian,” ujarnya.
Dosen Pariwisata Universitas Khairun Ternate Betly Taghulihi mengatakan, pemulihan pariwisata saat ini lebih pada komitmen dan kesadaran. Perlu ada inovasi dari pemerintah dalam pengembangan dan penguatan tata kelola pariwisata terutama desa wisata secara khusus. Misalnya pengembangan fasilitasnya ikut ditingkatkan. Salah satu contoh adalah homestay.
Selain itu, karena kondisi pandemic maka dibutuhkan adaptasi dengan dibutuhkan kesadaran pelaku usaha dan masyarakat mengenai destinsasi wisata yang clean, dan lingkungan yang sehat.
“Yang kita butuhkan sekarang harus ada produk dalam mendukung upaya pemulihan. Masyarakat adalah kunci utama keberhasilan mendorong kunjungan sebuah destinasi,” ujar Betly.
Informasi digital soal tourism center juga sangat dibutuhkan sebagai informasi bagi wisatawan.
Jandri Maninggolang dari Komunitas Jarkot Ternate bilang, ada 6 zona pariwisata di Ternate perlu dikembangkan dengan model community tourism dan ciri khasnya masing- masing. Batu Angus dan Danau Tolire misalnya, masyarakat perlu dibantu untuk membuat paket dalam bentuk wisata minat khusus. Begiti juga Foramadiahi dengan penguatan pariwisata sejarahnya.
“Jadi narasi wisata dari gunung sampai pantainya keluarnya sama,” katanya.
Akademisi Fakultas Teknik Arsitektur Maulana Ibrahim yang juga salah satu pendiri Komunitas Ternate Heritage Society menyatakan, untuk membedah sakitnya pariwisata Malut bukan karena nanti ada pandemic saat ini. Tetapi sudah terjadi sejak lama, lebih pada masalah infrastruktur yang disediakan. Sebuah contoh seperti Toilet saja kalau kita ricek ke destinasi wisata di Kota Ternate kadang bermasalah.
“Toilet sebagai infrastruktur dasar di banyak destinasi wisata tidak dimiliki. Misalkan di Takome ada toilet tetapi airnya tidak ada,” katanya.
Tidak itu saja dia menyarankan agar Pariwisata Malut ini dikuatkan fondasinya di bdiang budaya. Sebab untuk destinasi wisata di mana pun akan sama. Semua punya tempat wisata alam. Tetapi soal wisata budaya pasti berbeda. Maulana juga melihat selama ini Pemerintah belum memberikan contoh kolaborasi yang baik. Yang ada ditunjukan kolaborasi itu ada di komunitas dan warga. “Memang belum ada sinkronisasi dan kolaborasi. Harusnya ada contoh yang kuat dari pemerintah. Kita miskin contoh terbaik dari pemerintah,” katanya. Tidak itu saja, yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi baseline– destinasi wisata Maluku Utara. (*)
CEO Kabar Pulau