Kisah Ulfa Zainal Daur Sampah jadi Barang Seni
Hawa panas Jumat (15/10) siang sekira pukul 15.00 WIT itu membakara tubuh. Di rumah berukuran 6×8 meter itu, Ulfa Zainal (50) bermandi peluh mengolah berbagai sampah jadi barang seni bernilai tinggi. Sebelum saya datang ke tempat tersebut, sudah ada tamu lain yakni salah satu pengajar dari kampus salah satu perguruan tinggi di Maluku Utara yang menjadikan Ulfa sebagai mitra untuk pengabdian masyarakat.
Untuk mencari rumah Ulfa di kelurahan Tafure Ternate Utara Kota Ternate Maluku Utara tidaklah sulit. Meski di sebuah lorong kecil, untuk menanyakan nama Ulfa sudah familiar. Rumah itu tidak sekadar tempat tinggal, sekaligus jadi bengkel kerja dan etalase produk. Dari jalan raya masuk ke sebuah lorong kecil terlihat dari ruang tamu dan ruang tengah, semua terisi kerajinan bernilai seni dari olahan sampah. Ada juga bahan baku yang telah diolah setengah jadi.
Ibu empat anak ini sebagai ibu rumah tangga bekerja penuh waktu mendedikasikan hidupnya mengolah sampah. Menjalani hari-harinya bergelut dengan sampah plastic, pelepah pisang, sisa kayu yang terdampar di pantai, atau kulit kerang yang dibuang setelah dikonsumsi dagingnya. Bahkan buah nipah, nyamplung atau orang Maluku Utara menyebutnya capilong,biji mangga,daun pandan serta sisa hasil kelapa, dari batang, sabut, tempurung dan bungkil, semua dijadikan bahan kerajinan.
“Pokoknya apa saja yang dianggap sampah saya bisa buat jadi barang seni dan bernilai uang,” kata Ulfa saat ditemui di rumahnya Jumat (18/10/2021) akhir 2021 lalu.
Dia lantas menggunakan moto “Sampahmu Adalah Hartaku”. Moto itu ditulis dengan indah dan dipajang di ruang tengah rumah sekaligus menjadi etalase barang- barang kerajinan yang dia hasilkan.
“Moto ini memotivasi diri saya dan orang di lingkungan sekitar bahwa sampah juga bernilai tinggi jika kita mampu manfaatkan secara baik,” katanya.
Tidak itu saja, setidaknya dengan cara ini masalah sampah plastic bisa sedikit diatasi, caranya dijadikan barang bernilai seni dan ekonomi.
Ulfa bercerita, bakatnya menggeluti seni dan pemanfaatan sampah menjadi barang kerajinan ini, bukan sebuah kebetulan. Pasalnya, bakat ini terasah sejak kecil. Mulai dari TK SD dan SMP bakat ini sudah ada, dan lebih matang ketika masuk ke SMP di tahun 1980-an. Dia sekolah di SMP Urimesing di Ambon Maluku. Di sini Ulfa mendapatkan didikan tambahan dari para guru yang dimatangkan dengan praktek.
”Menggeluti seni terutama seni rupa ini tertanam sejak sekolah TK, tetapi lebih dimatangkan ketika masuk ke tingkat SMP. Di situ banyak mendapatkan tambahan praktek. Mulai dari melukis, mengukir, mematung serta keahlian menyulam dan lain sebagainya,” jelasnya. Kegiatannya menggunakan beragam bahan. Baik organic maupun non organic. Mulai dari benang, plastic, kayu, buah dan batang serta daun dari tumbuhan. Semua bisa dimanfaatkan menjadi barang seni bernilai tinggi. Hal ini juga yang menjadi modal dan dikembangkan hingga kini.
Dari olah sampah yang dia geluti mampu menghasilkan karya seni bernilai tinggi sekaligus bernlai uang yang sangat lumayan. Ulfa adalah salah satu ibu kreatif di Ternate yang mengolah sampah. Hasil olahannya juga tak sekadar menjadi barang kerajinan bernilai tinggi. Dia juga dipercaya beberapa instansi dari Kementerian Sosial serta Pariwisata menjadi salah satu pelatih berbagai kelompok masyarakat yang ingin belajar mendaur ulang sampah. Bahkan siswa dan mahasiswa juga datang belajar cara mengolah barang tak terpakai bernilai ekonomis.
“Ada banyak kelompok masyarakat setiap saat meminta saya melatih mereka dari anak sekolah, ibu ibu organisasi kemasyarakatan hingga kelompok disabilitas atau warga berkebutuhan khusus juga ikut saya latih,” ceritanya.
Di rumahnya bahkan menjadi laboratorium siswa belajar mengolah berbagai sampah. Untuk kelompok siswa yang datang belajar terbanyak siswa SD, SMP dan SMA.
Ulfa menggeluti usaha ini sejak 2009 lalu. Dimulai dengan mengumpulkan sampah plastic dan barang tidak terpakai lalu dibentuk menjadi beberapa benda arang yang bisa dijual. Awal usaha dirintis dengan modal Rp150 ribu. Ternyata produknya mendapat tanggapan masyarakat luas. Produk banyak diminati. Dari sampah plastic dia buat beragam buah tangan bernilai ekonomi tinggi.
Dalam dua tahun beroperasi usaha kerjinan sampah itu mendapat kepercayaan pemerintah. Yang menarik kata Ulfa setahun setelah mengolah sampah menjadi berbagai produk sudah dipercaya mengikuti pameran memperkenalkan produk dalam beberapa iven penting baik local maupun nasional.
Hasil yang diikutkan pameran dan ekspo itu terbanyak adalah hasil mendaur ulang sampah terutama sampah plastic serta sisa bahan organic. Untuk sampah plastik semisal gelas air mineral, diambil kepalanya dan dibuat beragam kreasi untuk kebutuhan rumah tangga. Misalnya keranjang yang bisa digunakan ibu– ibu ke pasar, tempat air mineral, tempat pena, tempat kue dan beragam kreasi lainnya. Untuk bagian tengah gelas dilebur lagi dan dibentuk menjadi asbak atau tempat debu rokok, vas bunga dan beragam peralatan lainnya. Tidak itu saja dari sampah plastic juga dihasilkan beragam kreasi seni yang bisa menjadi buah tangan ketika ada masyarakat luar daerah yang berkunjung ke Ternate.
Hasil kreasi dari sampah plastic ini telah menghasilkan uang ratusan juta. Produksi olahan sampah sejak 2010 hingga 2016 yang dititipkan ke berbagai toko souvenir mencapai seratus juta. “Artinya dari sampah plastic yang diolah menghasilkan uang tidak sedikit. Yang penting lebih banyak berkreasi menghasilkan produk,” katanya. Sementara dari bahan organic, banyak terisnpirasi membuat barang kreasi flora dan fauna.
Ulfa mengaku ketertarikannya mengolah sampah menjadi barang kerajinan sebenarnya lebih kepada hobi yang didasari pengetahuan dan ketrampilan yang didapatnya ketika bersekolah di SMP di Ambon. Baginya kalau merintis usaha tanpa dilandasi hobi akan macet ketika habis ide berkreasi. Yang dia geluti memiliki hubungan dengan hobi akhirnya tetap bertahan hingga puluhan tahun ini. Ketertarikannya pada seni rupa membuatnya banyak menghasilkan karya- karya penting. Karya seni tak hanya berlatar flora fauna tetapi juga menghubungkan dengan kearifan local. Misalnya ada mitos- mitos dengan pohon dan hewan di berbagai tempat di Ternate. Ulfa juga membuat semacam contoh yang menggambarkan flora dan fauna dari beberapa tempat wisata di Ternate.
“Saya buat ayam misalnya terisnpirasi oleh kokok ayam dalam cerita turun temurun masyarakat Ternate dalam kisah terbentuknya Danau Tolire,” ujarnya.
Jadi setiap karya seni dari sampah ini tetap punya hubungan dengan kekayaan alam maupun budaya dan tradisi ada di Ternate. Dia juga bilang, sampah yang diolah dan menghasilkan karya selalu terinsipirasi kekayaan sumberdaya hayati baik flora dan fauna terutama yang endemic Maluku Utara. “Saya tertarik membuat karya seni dari sampah ini untuk hewan dan tumbuhan endemik Maluku Utara salah satu cotohnya adalah miniature burung bidadari yang dibuat dari buah pohon nipah digabung sabut kelapa dan kulit jagung. Ini semua adalah sampah yang tidak berguna dan hanya dibuang percuma,” jelasnya.
Saat ini Ulfa tidak bekerja sendiri. Mendukung kegiatannya mengolah sampah dia membentuk kelompok binaan terutama anak- anak muda di sekitar lingkungannya. Kelompok binaan ini tujuannya bisa membantunya jika menerima banyak orderan atau pesanan produk dalam berbagai kegiatan. Cara ini dilakukan selain untuk pemberdayaan masyarakat sekitar juga mendidik kelompok ikut memanfaatkan sampah menjadi barang bernilai. “Saya bina 7 orang di sekitar lingkungan saya. Tujuannya selain mencari bakat bakat seni yang bisa mengembangkan produk daur ulang sampah, juga membantu saya jika ada banyak orederan karena tidak mungkin saya kerjakan sendiri,” katanya.
Baginya, pemanfaatan berbagai barang tidak terpakai dari sampah plastic hingga sisa tanaman ini tidak hanya untuk kebutuhan local tetapi juga harus membuka pasar ke nasional dan internasional.
Mimpi ini akan terus diusahakan hingga berhasil dengan memperbanyak produk dan memperbaiki jenis dan kualitasnya. “Untuk semua produk tergantung idenya apakah menarik atau tidak. Jika semua ide terus diperbaharui didukung peralatannya maka harapan hasil produksi bisa diekspor hingga ke luar negeri bisa tercapai. Saya bercita cita suatu saat produk karya seni pelepah pisang bisa go internasional,”harapnya. (*)
Tulisan ini pernah tayang di Mongabay.co.id
CEO Kabar Pulau