Dari Bank Sampah, Buat Kompos hingga Tanam Sayur
Aktivitas di gedung Tempat Pengolahan Sampah Reuse Reduce dan Recycle (TPS3R) yang dibangun Kementerian PUPR Sabtu (12/3) pagi jelang siang itu, tak seramai biasanya. Belum ada aktivitas menimbang sampah yang telah disortir. Belum juga ada aktivitas bongkar muat sampah. Dua pengurus lembaga baik LKM Ake Tubo dan KPP Fodudara Kelurahan Tubo Ternate Utara yang sejak pagi di situ juga hanya bercakap seadanya.
Saat saya datang ke tempat itu mereka sambut penuh keakraban. Tujuannya ingin melihat bagaimana lembaga ini mendorong perubahan perilaku di tengah masyarakat Tubo. Perubahan perilaku itu terutama menyangkut pengelolaan sampah. Mulai dari menyortir sampah, buat kompos hingga ajak ibu-ibu menanami pekarangan dengan tanaman hortukultura. Gerakan yang memiliki nilai penting bagi perbaikan dan penyehatan lingkungan ini, sudah berjalan tiga tahun terakhir ini.

“Kami mulai aktif sejak 2018 lalu. Memang awalnya diinisiasi sejak 2015 tetapi lancar bergerak itu 2018 atau tiga tahun ini setelah masuknya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU),” jelas Jadid Kader Ketua Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) Kelurahan Tubo.

LKM ini turut mendorong pembentukan Kelompok Pemanfaatan dan Pemeliharaan (KPP) dengan membuat bank sampah di Kelurahan Tubo. Termasuk juga ikut mendorong ibu-ibu menanam .
Bicara penyadaran warga dalam pengelolaan sampah, keberadaan KPP dengan nama Fodudara itu memiliki peran signifikan. Salah satunya mengajak warga memisahkan sampah organic dan plastic yang bisa dibawa ke bank sampah sehinga bisa dijua dan menjadi sumber pendapatan baru. Sementara sampah organiknya bisa diolah menjadi kompos.
Ada beberapa jenis sampah yang bisa didaur ulang seperti karton, kertas koran, botol plastic besi tua dan bisa dibawa ke TPS3R Tubo yang jadi pusat kegiatan bank sampah. Di sana ditimbang dan dibayar. Gerakan ini memunculkan perubahan perilaku masyarakat di mana sebelumnya tidak peduli sampah. Saat ini selain sudah mengelola sampah yang bisa didaur ulang juga berkembang menjadi upaya menjaga lingkungan.
Contoh nyatanya, saat ini setiap rumah tangga di kelurahan Tubo sudah mengumpulkan sampah berdasarkan jenis dan di bawa ke bank sampah KPP Fodudara. Atau juga sampah sampah itu jika sudah terkumpul dan banyak stok, langsung dikontak petugas bank sampah dan mereka yang menjemput.

”Sampah yang dibawa ke TPS3TR itu kemudian dipilah oleh petugas di KPP, lalu ditimbang dan dibayar dengan harga per kilo untuk kertas Rp 500. Harga ini berbeda untuk karton atau besi tua dan botol plastik. Artinya warga mulai sadar karena sudah tahu jenis sampah yang dibawa TPS. Ada juga hasilnya dalam bentuk uang. Hasilnya ada yang langsung diambil ada juga yang ditabung,” jelas Asgandi Samsudin Ketua KPP Fodudara.
Saat ini ada ratusan warga Tubo punya tabungan di bank sampah. Ada 120 orang punya tabungan. Mereka biasanya mencairkan atau menarik uang ketika masuk bulan Ramadan atau hari raya.
Jika sampah yang disortir sudah banyak terkumpul selanjutnya KPP menjualnya ke mitra pembeli di Kota Ternate. KPP sendiri memiliki satu mitra. “Ada pembeli lain sudah negosiasi untuk mengambil sampah yang dikumpulkan ini,” jelas Jadid. Dalam sebulan 1 ton sampah dari beberapa jenis ditampung di TPS3R Tubo.
Dia mengakui saat ini mereka belum bisa mengolah sampah plastic misalnya jadi bahan setengah jadi, karena belum memiliki peralatan. Padahal, jika ada alat pengolah biji plastic misalnya akan lebih baik dan bisa membantu pengembangan gerakan ini.

Jadid bilang, di 2015 ada bantuan mesin penghancur plastic yang digerakkan manual. Sayang karena tenaga tak mampu mengoperasikan alat itu, akhirnya tidak digunakan.
Soal bantuan untuk memudahkan operasional bank sampah, KPP juga mendapatkan bantuan sebuah motor angkut jenis Kaisar yang digunakan mengangkut dan menjemput sampah.
Saat ini KPP memiliki mitra kerjasama dengan PT Pertamina. Pihak Pertamina telah membantu fasilitas pendukung. Tidak hanya itu mereka juga membantu pengembangan kapasitas KPP dan kelompok-kelompok binaannya.
Salah satu yang sangat nyata adalah kelompok binaan KPP untuk kelompok ibu-ibu yang saat ini telah mengembangkan tanaman hortikutura. Ada tiga kelompok yang sudah memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam sayuran, cabe dan tomat. Dalam hal peningkatan kapasitas kelompok ini juga ikut dilatih bagaimana memanfaatkan sampah organic dibuat menjadi kompos. Tiga kelompok ini kemudian belajar membuat kompos dan dimanfaatkan untuk tanaman sayuran yang mereka tanam.
Jadid bilang, dalam hal mendampingi masyarakat dan mengubah perilaku warga ini memang tidak mudah karena butuh kesabaran. Jika tidak maka sulit berhasil.
Dia contohkan untuk mendampingi ibu-ibu kelompok menanam sayur misalnya, ada yang timbul tenggelam karena mereka ada kesibukan masing-masing. Tetapi akhirnya tetap berjalan, dan hasil tanaman mereka bisa dijual ke pasar atau warga yang datang beli ke pekarangan dan kebun.
“Kelompok ibu-ibu di bawah KPP ini tetap eksis dengan menanam. Awalnya banyak orang tetapi kemudian tersisa tiga kelompok tetap eksis menanam tanaman hortukultura ini,” katanya.

Prestasi LKM dengan gerakan KPP dan kelompok binaanya ini mendapatkan award dari Kementerian PUPR sebagai salah satu KPP terbaik. Prestasi ini diraih karena dianggap berhasil mengubah perilaku warga yang sebelumnya tidak menyortir dan memilah sampah, akhirnya bisa memilah sampah. Tidak itu saja warga ikut membuat kompos dan memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam.
“Penghargaan ini diberikan karena kehadiran KPP telah mampu mengubah perilaku warga terutama dalam pengelolaan sampah dan upaya pemanfaatannya. Kompos yang dihasilkan misalnya bermanfaat untuk ibu-ibu yang menanam tanaman hortikultura.Hasilnya tidak hanya dimakan tetapi sudah dijual,”jelas Hi Hamid Salasa Sub Proffesional Communication Program KOTAKU.
Butuh Perhatian Lintas Sektor
Kehadiran KPP dengan kelompok binaanya terutama bank sampah dan kelompok ibu-ibu menanam, sebenarnya memiliki prospek cukup baik. Untuk keberlanjutannya sangat membutuhkan dukungan berbagai pihak. Salah satunya pemerintah dan lintas sektor. Dukungannya terutama penyediaan fasilitas dan modal yang memadai untuk memperluas dan memperbesar kegiatan. Dalam hal keberlanjutan bank sampah, butuh perhatian dan bantuan pemerintah baik Kota Ternate maupun instansi terkait.

“Kami masih dengan usaha sendiri yang sangat terbatas. Dalam hal modal sangat mengharapkan dukungan pemerintah kota dan provinsi. Begitu juga swasta bisa mendukung kami sehingga kegiatan ini tidak hanya di Kelurahan Tubo,” harap Jadid.(*)

CEO Kabar Pulau