6 September 2023 “Emas Coklat” Mengalir Sampai Jauh
Kuning kecoklatan air sungai Sagea dan kawasan sungai Boki Moruru di Desa Sagea Weda Halmahera Tengah Maluku Utara, yang ditengarai terjadi sejak April 2023 lalu belum juga usai. Informasi yang dihimpun kabarpulau.co.id dari lapangan Selasa pagi, air sungai Sagea kembali keruh setelah sempat bersih beberapa hari.
“Ini kondisi terakhir air sungai Sagea pagi jelang siang pukul 11.33 WIT,” bunyi pesan dari aplikasi WhatsApp Awaludin Iksan salah satu pemuda Sagea yang mengirimkan dokumen foto kondisi sungai Sagea Selasa (6/9/2023). Dia bilang kondisi keruhnya makin parah, seperti tanah yang berwarna kuning kecolklatan. Kekuruhan air yang mengalir membuat laut dan pesisir pantai Sagea kembali ikut keruh.
Persoalan ini heboh di public nanti awal Agustus lalu. Karena masalah ini juga masyarakat Sagea dan berbagai elemen terus mendesak agar bisa segera dipastikan sumber dan akar masalahnya.
Sebelumnya, kondisi sungai Sagea saat ini mendapat perhatian luas. Desakan berbagai pihak agar dugaan pencemaran bisa segera dihentikan. Senin (4/9/2023), warga dan mahasiswa dari Sagea Halmahera Tengah, mengelar aksi di kediaman Gubernur Maluku Utara di Kota Ternate. Dalam aksinya mereka desak agar perusahaan di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Sagea menghentikan aktivitasnya sebelum ada hasil investigasi dari pihak berwenang.
Mereka juga minta perlu penegakan hukum lingkungan oleh instansi berwenang terhadap pihak yang terbukti terlibat dalam dugaan pencemaran tersebut.
Koordinator aksi Alfian Salim dalam orasinya meminta pemerintah melakukan evaluasi perizinan dan aktivitas pertambangan DAS Sagea. Pemerintah juga diharuskan mendorong perlindungan kawasan karst DAS Sagea, mengingat keduanya adalah ekosistem yang miliki fungsi ekologis penting bagi hidup orang Sagea.
Dugaan dia Sungai Sagea tercemar akibat aktivitas pertambangan. “Ini karena dampak aktivitas perusahaan di DAS sungai Sagea hingga sampai ke hulu sungai bawah tanah Gua Bokimaruru. Akhirnya sebabkan perubahan warna keruh kecokelatan. Ada dugaan kuat, warna sungai tercampur sedimen tanah dari sisa produksi ore nikel,”katanya .
Dampaknya masyarakat yang bergantung hidupnya di sungai Sagea kini terancam. Beberapa jenis biota seperti ikan dan kerang yang menjadi kebutuhan masyarakat juga tidak bisa lagi dikonsumsi.
“Kami catat perubahan warna air sungai dimulai sejak April hingga Agustus 2023. Di sepanjang bulan itu, sungai Sagea tak jernih seperti sebelumnya. Kami duga, asal sedimen ini dari aktivitas pembukaan lahan jalan PT Weda By Nikel (WBN). Karena lokasi konsensusnya di atas aliran sungai yang terhubung sekaligus mengalir ke kawasan karst Sagea melewati Gua Bokimaruru dan keluar melalui Sungai Sagea,” jelasnya.
Lanjut Alfian, dikuatkan pernyataan Dinas Lingkungan Hidup Halmahera Tengah yang menyatakan pencemaran Sungai Sagea tergolong fatal, karena membawa endapan lumpur yang teridentifikasi bersumber dari kegiatan produksi pertambangan.
“Dasar ini kami desak Pemprov Maluku Utara menindak perusahaan yang beroperasi di wilayah Sagea agar menghentikan aktivitas pertambangannya sebelum ada hasil investigasi pihak terkait,” cecarnya.
Apa yang dilakukan masyarakat dan mahasiswa itu adalah bagian dari munculnya berbagai desakan pasca kejadian tersebut. Kondisi terakhir, pasca dilakukan pengecekan lapangan oleh gabungan elemen masyarakat pemerintah serta perusahaan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Utara Senin (4/8/2023) mengeluarkan rekomendasi menghentikan aktivitas pertambangan 5 perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Tengah.
“DLH mengeluarkan rekomendasi terhadap 5 perusahaan ini untuk menghentikan aktivitas operasional pertambangan mereka,” jelas Kepala DLH Malut Fachruddin Tukuboya seperti dilansir media media di Maluku Utara.
Kebijakan itu tertuang dalam surat bernomor: 600.4.5.3/1120/LH.3/IX/2023 Senin (4/9). Perusahaan itu adalah PT. Weda Bay Nikel, PT Halmahera Sukses Mineral, PT Tekindo Energi, PT Karunia Sagea Meneral, dan PT Fris Pasific Mining.
“DLH Provinsi Maluku Utara mengeluarkan rekomendasi kelima perusahaan ini untuk menghentikan sementara aktivitas pertambangannya. Tujuannya mencegah meluasnya dampak negatif lebih lanjut di Sungai Sagea,” jelasnya.
Rekomendasi itu sebagai bagian dari tindak lanjut tuntutan warga di Desa Sagea belakangan. minta DLH Malut ambil langkah cepat menyelamatkan kondisi sungai yang mengalir dari Gua Bokimoruru dan bermuara di pesisir pantai Desa Sagea.
Rekomendasi ini berlaku hingga ada hasil investigasi dan langkah evaluasi terhadap aktivitas perusahaan yang menjadi penyebab sungai Sagea tercemar. “Ya sampai adanya hasil investigasi dan evaluasi terhadap dugaan pencemaran tersebut.
Perlu juga kami sampaikan bahwa kami sama-sama menyelamatkan semua pihak, terutama investasi. Paling tidak berdasarkan informasi PT. Karunia Sagea Mineral yang mau beroperasi. Begitu juga dengan PT. First Pacific Mining,” ujarnya.
Dinas Lingkungan Hidup merekomendasikan kepada pihak perusahaan dilakukan penghentian sementara seluruh aktifitas pertambangan untuk mencegah meluasnya dampak negatif lebih lanjut di Sungai Sagea, sampai ada hasil evaluasi atas kasus tersebut.
Masri Santuly tokoh Muda Sagea meminta pemerintah provinsi tidak hanya melakukan penghentian sementara karena ingin menyelamatkan investasi semata. Pemerintah juga tidak mengabaikan nasib masyarakat yang sungai dan alamnya mengalami kerusakan saat ini. Pemerintah harus benar benar memikirkan masyarakat dan lingkungan yang telah rusak saat ini. Caranya tegas dan tak kenal kompromi dalam menegakan aturan yang ada.
Via hand phone Rabu (6/9/2023) Masri yang sedang mengambil studi doctoral hukum lingkungan di Universitas Muhammadiyah Surakarta itu, mendesak pemerintah provinsi tidak hanya melepas kata kata penghibur kepada masyarakat dengan menghentikan sementara aktivitas pertambangan di wilayah ini. “Jangan bikin surga telinga kepada masyarakat. Setelah itu didiamkan dan perusahaan terus membuldozer bagian belakang DAS Sagea. Pemeirntah mesti tegas dan terbuka menyampaikan ke publik hasil investigasi yang telah dilakukan. Perlu ada punishment bagi mereka yang melakukan kejahatan lingkungan,” cecarnya.
Dia bilang dari Weda diinformasikan bahwa pada Selasa (6/9/2023) pagi kondisi sungai Sagea kembali keruh. Kondisinya kuning kecoklatan. “Saya dapat dokumentasi dari Weda pagi ini (Selasa, 6/9/2023,red) air sungai kembali keruh,” jelasnya. Artinya kata Masri kerusakan air ini belum juga terhenti. (*)
CEO Kabar Pulau