Cerita Aksi Komunitas Pencinta Mangrove Khatulistiwa
Kawasan taman pemakaman umum (TPU) Desa Guruapin Kecamatan Kayoa Halmahera Selatan saat ini berada dalam kondisi terancam. TPU yang berada di pantai bagian barat desa itu, terancam abrasi cukup serius yang membuat pemakaman itu habis tersapu air. Melihat kondisi yang semakin memprihatinkan itu, Komunitas Pecinta Mangrove Khatulistiwa (KPMK) yang dinisiasi anak anak muda mengambil langkah, agar bisa bebas dari ancaman abrasi. Caranya dengan menanam mangrove. Komunitas yang memiliki anggota 45 orang itu, sudah dua kali menggelar aksi menanam untuk melindungi desanya, dari dampak perubahan iklim
Ketua KPMK Surahmat Kamis (4/9) menjelaskan, upaya ini telah dilakukan sejak 2018. Sudirahmat sendiri yang mengawali gerakan ini. Dia mengumpulkan bibit kemudian membuat bedeng dan menyemai. Setelah gerakan mandiri yang dilakukan Sudirahmat, dia lalu menghimpun kawan kawannya.dengan membentuk komunitas menanam dan merawat mangrove. Surahmat sebelum menghimpun teman-temannya dia mencoba menaman mangrove secara mandiri di beberapa kawasan hutan mangrove yang dibabat warga.
Setelah itu dia menghimpun beberapa kawan dengan modal seadanya. Mereka mengumpulkan bibit dan menyemainya hingga ribuan pohon. Dari sini kemudian komunitas yang menamakan dirinya Komunitas Pencinta Mangrove Khatulistiwa (KPMK) mulai menanam. Pilihan kata Khatulistiwa ada dalam nama komunitas karena desa ini adalah satu-satunya desa di Maluku Utara yang berada tepat di garis khatulistiwa.
Hingga kini menurut Surahmat mereka telah melakukan dua kali penanaman. Pertama pada 2018 lalu. Kala itu mereka menanam sebanyak 1000 pohon lebih. Penanaman kedua pada 18 Agustus 2020 baru baru ini yakni sebanyak 1300 pohon mangrove.
“Penanaman bertepatan dengan peringatan 17 Agustus itu turut melibatkan berbagai pihak termasuk pemerintah desa dan kecamatan,” ujarnya.
Pohon mangrove yang ditanam pada tahap pertama lalu bertepatan dengan kegiatan pekan lingkungan hidup yang digelar WALHI di Maluku Utara dan dipusatkan di Kayoa Halmahera Selatan. Mangrove ini telah bertumbuh dan berkembang cukup baik. Sementara penanaman tahap kedua sementara dalam pemeliharaan. “Penenaman mangrove ini harus kami lakukansebagai bagian dari kepedualian anak muda di sini dengan lingkungan pantai yang semakin terancam oleh abrasi. Ini juga sebuah upaya untuk menahan laju abrasi parah,” jelas Surahmat.
Dia bilang, memulai gerakan ini tidak mudah. Banyak tantangan dihadapi. Dari tanpa modal mereka harus bergerak mengumpulkan benih menyemai dan memeliharanya. Awalnya, masyarakat juga tidak memberi dukungan. Gerakan semacam ini belum pernah dilakukan. Warga selalu berpikir itu adalah proyek yang dibiayai pemerintah.
Surahmat bercerita, mengawali gerakan ini dianggap gila karena selama ini orang tidak pernah menanam mangrove. “Yang biasanya orang lakukan itu menanam cengkih atau pala bukan menanam mangrove. Tidak ada orang menanam atau melindungi mangrove. Orang kampong ini menanam pala atau cengkih.yang suatu saat berbuah dan bisa ada hasilnya,” katanya mengutip sentilan warga. Sementara yang mereka tanam hanya mangrove. Di sisi lain warga dalam aktivitasnya selalu memanfaatkan kayu dari mangrove untuk berbagai kebutuhan. Misalnya untk kayu bakar maupun bahan bangunan.
Meski demikian Surahmat bersama rekan-rekannya tak patah arang mereka terus bergerak mengumpulkan bibit mangrove dan menyemainya. Akhirnya ada ribuan bibit mangrove yang ditanam di kawasan pantai desa. “Ketika memulai gerakan ini banyak orang meragukan apa yang kami lakukan.Tetapi tetap jalan. Kami yakin suatu saat orang akan sadar sendiri dengan upaya yang kami lakukan,” imbuhnya.
Tidak itu saja komunitas ini awalnya agak kesulitan bergerak karena pemahaman masyarakat yang selama ini menganggap pekerjaan seperti ini lebih bernilai proyek. Padahal, yang dilakukan ini adalah sebuah kesadaran sendiri. Jika tidak segera dilakukan penanaman maka setiap tahun kawasan pantai ini akan hilang disapu air laut.
Memang katanya, dalam gerakan menanam mangrove dan melindungi kawasan pantai Kayoa ini, banyak kendala dihadapi. Dari ketiadaan fasilitas dan modal hingga keraguan dari warga. Tetapi seiring waktu apa yang dilakukan mulai menunjukan hasil “Pohon mangrove mulai bertumbuh baik dan warga juga diberi pehamaman soal mangrove. Tidak hanya menjadi pelindung kawasan pantai tetapi juga berguna bagi tempat tambat perahu nelayan dan kembalinya ikan. Ini jika mangrove ini sudah besar,” ujar Fadli anggota komunitas ini.
Apa yang dilakukan oleh komunitas ini ternyata tidak hanya menanam mangrove. Mereka juga sudah menggagas upaya perlindungannya dengan membuat Peraturan Desa (Perdes). Perdes itu menyangkut Lingkungan Hidup, Perlindungan Laut dan Mangrove. Langkah ini harus dilakukan demi melindungi hutan mangrove di Kayoa khususnya di Desa Guruapin. “Tidak hanya Perdes, diusahakan untuk segera dilakukan pemetaan luasan dan kondisi hutan mangrove yang ada di desa ini,” jelas Fadli.(*)
CEO Kabar Pulau