Dimulai Dengan Rencana Aksi Iklim
Saat ini Ternate menjadi salah satu kota percontohan yang berketahanan iklim inclusive. Melalui kerjasama dengan beberapa lembaga seperti UCLG, ASPAC dan CRIC, mendukung penuh dengan serangkaian pelatihan Rencana Aksi Iklim, pengenalan dan adopsi perangkat kegiatan, pertukaran pengetahuan serta fasilitasi untuk jejaring dengan berbagai pihak.
Kepala Badan Penelitian Pembangunan Daerah (Bappelitbangda) Kota Ternate Rizal Marsaoly melalui surat undangan kegiatan kepada peserta pelatihan rencana aksi iklim menjelaskan, tujuan keiatan ini untuk meningkatkan kapasitas tekhnis Pokja Perubahan Iklim Kota Ternate melalui serangkaian pelatihan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Pelatihan adaptasi perubahan iklim basis ilmiah dan perhitungan kerentanan di kota Ternate ini, telah dilaksanakan sejak 30 Agustus sampai dengan 2 September lalu.
Dia bilang, dari kegiatan ini keluaran yang dihasilkan dalam pelatihan itu mampu melakukan analisis iklim ekstrim dan perhitungan kerentanan eksisting atau megggunkan data kota lain. “Ternate masuk dalam salah satu kota percontohan Proyek Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC) atau kota berketahanan iklim inclusive,” jelasnya.
Sementara Muhammad Rizky Koordinator CRIC Region Sulawesi Wilayah Kerja Ternate menjelaskan, Kota Ternate merupakan daerah kepulauan yang wilayahnya dikelilingi laut dengan 8 pulau dan 3 di antaranya tidak berpenghuni. Dari segi topografi, wilayah Kota Ternate sebagian besar bergunung- gunung, berbukit dan terdiri dari pulau-pulau vulkanik dan karang. Letak Kota Ternate yang berada di wilayah pesisir dan topografi pegunungan memiliki tingkat ancaman bencana yang tinggi. Ini didasarkan pada Hasil Kajian Risiko Bencana Kota Ternate (BPBD 2016). Di mana, tingkat risiko bencana yang ditimbulkan oleh hidrometeorologi sangat tinggi, yaitu cuaca ekstrem banjir, longsor, gelombang tinggi dan abrasi pantai. Dengan tingkat risiko bencana yang tinggi, diperlukan suatu upaya untuk mengurangi tingkat risiko bencana tersebut dengan cara mengurangi tingkat kerawanan kota terhadap bencana yang terjadi.
“Karena itu, perlu dilakukan kajian kerentanan kota yang melibatkan unsur pemerintah daerah, perguruan tinggi dan kelompok masyarakat bencana melalui forum PRB,” jelasnya.
Ditambahkan, Proyek Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC) mendukung sepuluh (10) kota percontohan untuk mengintegrasikan strategi perubahan iklim ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan mengarusutamakan prioritas ketahanan iklim perkotaan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi prioritas ketahanan iklim di perkotaan adalah penyusunan Rencana Aksi Iklim. Rencana Aksi Iklim ini perlu disusun dengan pendekatan ilmiah (top down) dan partisipatif (bottom up). Penyusunan rencana aksi iklim diperlukan untuk membantu kota dalam memutakhirkan rencana aksi iklim yang sejalan dengan tujuan dan komitmen nasional serta komitmen pemerintah kota Ternate dalam mendukung pencegahan dampak perubahan iklim,” jelasnya.
Tahapan penyusunan rencana aksi adaptasi perubahan iklim ini dimulai dengan penyusunan basis ilmiah (kajian Proyeksi Iklim) dan indeks kerentanan kota.
Saat ini Tim Kelompok kerja Koordinasi Ketahanan Iklim sedang menyusun kedua kajian tersebut dibantu oleh Field Officer Program CRIC dan Tim CCROM IPB.
Pada Senin (11/10/2021) telah dilaksanakan perhitungan indeks kerentanan kota Ternate, yang menghasilkan table tingkat kerentanan per kelurahan di kota Ternate. Hasil tersebut diharapkan menjadi masukan terhadap penentuan kelurahan Tangguh bencana yang ada di kota Ternate.
Sekadar diketahui proyek CRIC ini bertujuan memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik, penggunaan sumberdaya yang berkelanjutan oleh kota, kohesi social dan kota inclusive ketangguhan dan aksi bagi lingkungan, kesejahteraan dan inovasi di kota kota dan promosi kerjasama segitiga.
Sekadar diketahui proyek ini adalah sebeuah bentuk kerja sama lembaga Uni Eropa bersama Asosiasi Kota dan Pemerintah Daerah se-Asia Pasifik atau United Cities and Local Government Asia Pasific (UCLG ASPAC) bekerja sama dengan berbagai institusi dan mitra di kawasan Asia dan Pasifik melalui peluncuran proyek Climate Resilience and Inclusive Cities (CRIC). Hal ini ditujukan untuk mendampingi kota-kota di Indonesia dan Asia dalam usahanya melindungi penduduk dan aset dari dampak perubahan iklim.
Proyek CRIC merupakan inisiatif jangka panjang yang akan membantu komitmen tinggi kota-kota untuk dapat bertindak mengatasi kejadian yang berkaitan dengan perubahan iklim. Proyek ini fokus pada masyarakat di area-area rentan bencana. Ini untuk memastikan dampaknya bersifat inklusif dan membantu mengurangi ketimpangan sosial serta ekonomi. Proyek ini sejalan dengan usaha Uni Eropa dalam mendorong kemakmuran, perdamaian dan pembangunan berkelanjutan ke seluruh dunia. Upacara peluncuran proyek ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) Ruanda Sugardiman dan Hans Farnhammer mewakili Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket. “Kota merupakan kontributor utama emisi karbon dioksida, terutama dari penggunaan energi untuk memasak, pendinginan, industri, transportasi, dan pemanasan, yang berkontribusi hingga 70% dari emisi CO2 global. Program mitigasi dan adaptasi diperlukan untuk menahan dampak negatif perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca,” kata Kepala Bagian Kerjasama Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia Hans Farnhammer mewakil Dubes Uni Eropa, di Jakarta tahun lalu (29/1/2020). Selain itu, kota juga terpapar pada menumpuknya risiko tinggi terkait iklim. Kala itu dia menyampaikan bahwa orang-orang yang tinggal di area perkotaan semakin berisiko terkena bencana alam dan terdampak kejadian-kejadian terkait iklim. Hal ini menyebabkan terjadinya pemusatan risiko karena lokasi yang paling berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi justru amat berisiko. Namun, jika dikelola dengan baik, kota-kota yang berketahanan, inklusif dan memanfaatkan sumber daya secara efisien dapat memicu kota-kota menjadi berketahanan terhadap iklim, rendah karbon, berkontribusi baik terhadap tingkat kehidupan lokal dan berkelanjutan secara global. Proyek ini mendapat pendanaan dari Uni Eropa sebesar 3,2 juta Euro (sekitar Rp49 miliar) dalam lima tahun ke depan akan berupaya mengatasi tantangan multidimensi yang dihadapi oleh kota-kota dan pemerintah daerah dalam memperbaiki ketahanan terhadap iklim.
Sumber: https://mediaindonesia.com/megapolitan/286425/ue-ri-luncurkan-proyek-ketahanan-iklim
CEO Kabar Pulau