Home / Kabar Kampung

Selasa, 26 September 2023 - 11:38 WIT

Tradisi Gotong-Royong Tangkap Ikan di Mayau

Sebagian nelayan merapikan jaring sebelum dirarik ke atas perahu foto M Ichi

Sebagian nelayan merapikan jaring sebelum dirarik ke atas perahu foto M Ichi

Dikelola Bersama  Hasilnya Dibagi Merata

Jumat (25/8/2023) pagi sekira pukul 08.00 WIT di kawasan Pantai Kelurahan Bido Pulau Mayau Kecamatan Batang Dua Kota Ternate Maluku Utara, terdengar riuh.   30 an orang nelayan beres-beres jaring/pukat   persiapan menangkap ikan cakalang.

Terdengar teriakan-teriakan saling menyahuti meminta agar  percepat serta  rapikan pukat atau jaring yang ada. Kebetulan juga pagi itu, ada kapal penumpang dan barang, program Tol Laut Sabuk Nusantara 105 menyinggahi kelurahan ini. Kapal ini lego sauh dan  menurunkan penumpang di sini  karena angin selatan  serta gelombang sangat kencang.   Itu juga memaksa kapal  tidak  bersandar di  ibu kota kecamatan yakni Mayau. Penumpang dari empat kelurahan yakni Bido, Perum Bersatu, Mayau  dan Lelewi turun di pelabuhan kampong ini meski tanpa dermaga.

Banyaknya penumpang naik dan turun menambah ramai aktivitas persiapan nelayan jaring pagi itu.  Mereka menarik dan meletakannya di atas perahu  nelayan yang sudah  ada di tepi pantai.  Ada tiga perahu dari tiga kelompok nelayan menyiapkan jaring mereka. Pagi itu mereka berencana menangkap ikan cakalang. Jaringnya  terbilang lebar  dari biasanya. Rata rata berukuran 17 sampai  20 meter dengan panjang  mencapai 100   hingga 120 meter.  Aktivitas naik turun penumpang dengan bodi perahu  di tepi pantai tersebut tak menganggu aktivitas para nelayan. Karena itu setelah kurang lebih sejam pukat yang sebelumnya  ada di atas pasir pantai, semua ditarik ke dalam perahu nelayan  dan siap dijatuhkan.

Aktivitas  nelayan Kelurahan Bido Pulau Mayau  pagi itu adalah menyiapkan alat tangkap jaring/pukat untuk menangkap ikan cakalang yang sewaktu- waktu  bermain tak jauh dari kampong. “Torang (kami,red) persiapan pukat cakalang ini untuk kase jatong  (menangkap ikan,red) di laut depan kampung,  saat  ikan cakalang muncul ,” kata Vasten Dalo salah satu ketua kelompok nelayan di Kelurahan Bido.

Sekadar diketahui praktek menangkap ikan cakalang menggunakan jaring  oleh nelayan  Pulau Mayau,   dari  4 kelurahan  di pulau itu,  ditemukan di dua kelurahan yakni Bido  dan  Lelewi.  Cara  menangkap ikan  cakalang menggunakan jaring ini juga  sama yakni dilakukan secara bergotong royong.

Vasten  bilang,  pagi itu mereka menyiapkan pukat   karena sejak pagi ada nelayan yang melihat  ikan cakalang yang muncul  tak jauh dari pantai. Karena itu kemudian mereka siapkan pukat. Ternyata hingga malam pukat yang sudah siap di perahu itu, belum juga dijatuhkan karena ikan yang diharapkan bisa ditangkap belum juga muncul.

salah satu nelayan yang melepas jaring yang saling menginkat untuk ditarik ke dalam perahu, foto M Ichi

Vasten mengaku di kelurahan Bido ada 13 kelompok nelayan pukat baik cakalang maupun ikan layang atau sorihi. Kelompok  nelayan yang ada jika ada aktifitas   jatuhkan pukat atau menangkap ikan, dilakukan bersama- sama.  “Ketika ikan masuk ke sekitar laut Kelurahan Bido akan dijaring bersama. Sisitimnya dikerjakan gotong royong,”jelasnya.  

Baca Juga  Ada Wisata Mangrove di Jantung Kota Sofifi

Dari 13 kelompok masing- masing beranggotakan 12 hingga 15 orang  jika ada hasil tangkapannya  akan dibagi merata.   “Ini  untuk ikan cakalang. Kalau ikan layang atau sorihi beda lagi. Tergantung siapa yang menjaring. Kalau tiga kelompok berarti mereka saja yang berbagi,” jelas Vasten.   

“Kalau ada tiga kelompok yang bekerja bersama maka hasilnya dibagi ke tiga kelompok itu saja,”imbuhnya.

Lantas bagaimana  model gotong royong menangkap ikan cakalang  dengan  jaring/pukat itu?

Vasten bilang ketika pukat satu kelompok sudah dijatuhkan melingkari ikan cakalang yang bermain, maka pukat lainnya melapisi. Begitu seterusnya sampai dipastikan ikan  dalam pukat  terkurung dan tidak lolos keluar.  Yang  menarik lagi, ketika ikan  ini muncul agak jauh ke tengah laut, mereka berbondong bondong  mengusirnya dari laut agar mendekat  ke kawasan pesisir. “Banyak nelayan di sini yang bertugas mengusir ikan cakalang itu lebih mendekat ke pantai. Mereka loncat ke laut dan berenang mengusir ikan agar lebih mendekat ke pantai,” jelasnya.

Jika ikan sudah mendekat  sekira 100 sampai 200 meter dari pantai, baru pukat-pukat yang ada dijatuhkan melingkari ikan cakalang  secara berlapis.  Pukat itu  juga mereka tidak tarik sampai ke pantai. Ada semacam parangkap atau nelayan setempat menyebutnya  salapa nanti ada  yang menyelam dan  mengikatkan  ke pukat yang telah ditarik. Dengan begitu  ada semcama penangkap ikan yang sudah terkurung tidak bisa keluar lagi. “Jadi ada semacam perangkap ikan yang akan diikatkan   di jaring,” jelas Vasten.   

Kadang ikan yang telah terkurung secara berlapis oleh pukat nelayan, namun belum diambil. Jika belum ada pembeli dengan kapal penampung masuk  ambil ikan, mereka  biarkan ikan dalam pukat selama satu malam.

sebagian-nelayan-merapikan-jaring-sebelum-dirarik-ke-atas-perahu-foto-M-Ichi

Diakui  memang cukup rawan karena ketika malam tiba ikan itu berusaha keluar, akan loncat maupun menabrak pukat  hingga jebol.  Vasten bercerita beberapa tahun lalu karena mereka menunggu kapal penampung   membeli ikan mereka , ikan yang sudah dikurng dibiarkan dalam pukat dan  dijaga semalam. Ternyata esok paginya  mau diambil ikan tersebut  tersisa setengahnya. Sebagian besar sudah  lolos meloncat atau menabrak pukat yang ada. “Waktu itu karena tidak ada kapal penampung ikan akhirnya dibiarkan bermain dalam pukat. Ternyata sebagian besar lolos,” ujarnya.  Karena pengalaman tersebut  setelah pukat dilingkari , ikan langsung diambil.Jika belum ada kapal penampung atau pembeli maka diolah sendiri oleh para istri nelayan.      

Model penangkapan ikan itu  bersama maka hasilnya juga dibagi merata kepada semua kelompok nelayan. Model pembagiannya, jika hasil tangkapan satu kali kegiatan 20 ton maka dibagi ke 13 kelompok secara merata. Dari hasil yang diterima per kelompok itu nanti dibagi dua antara anggota kelompok dengan pemilik. Dalam pembagian hasil ini juga tidak hanya dibagi  ke kelompok tetapi juga 1 bagian untuk gereja dan pendeta serta janda dan keluarga tak mampu.       

Baca Juga  Hutan dan Laut  Malut Makin Terancam

“Semua pihak punya bagian dari hasil tangkapan yang dikelola secara bersama tersebut.  Mulai dari kelompok nelayan yang ada, gereja, pendeta dan janda secara fakir miskin,” jelas Albert Tumpeo  Ketua Adat Kelurahan Bido. Praktek ini menjadi kesepakatan bersama dan sudah dilakukan turun temurun. Di sini pengelolaanya dilakukan secara komunal tidak menguntungkan satu kelompok atau pemilik modal saja. “Ikan itu pemberian yang maha kuasa untuk semua maka harus dikelola dan dinikmati  hasilnya oleh semua masyarakat,” katanya.

Soal model pengelolaan ini katanya merupakan bentuk kesepakatan tidak tertulis yang telah dibangun masyarakat  sejak lama.    Dia  akui ini  bukan sebuah adat yang dijalankan tetapi  bentuk kesepakatan bersama.    

Andreas Peo salah satu pemilik pukat cakalang yang  usahanya   ikut mempekerjakan    11 nelayan di kampong tersebut mengaku, pada Juli 2023 lalu aktivitas  13 kelompok nelayan   selama 4 hari mendapatkan tangkapan   ikan cakalang mencapai 32 ton. 

Per ekor ikan cakalang yang ditangkap menggunakan jaring itu memiliki bobot  7 hingga  8 kilogram. Dijual  dengan harga Rp 11 ribu hingga Rp12 ribu per kikogram.

Hasilnya dinikmati semua masyarakat sesuai bagian mereka. Model pengelolaan perikanan ini katanya akan tetap dipertahankan.  “Selama masih ada ikan cakalang  muncul dan bisa ditangkap  maka tetap dilakukan penangkapan secara bergotong royong,”tutupnya.

Hasil Tangkapan  Dijual ke Sulawesi Utara

Banyak kapal  penampung hasil tangkapan nelayan asal Bitung Sulawesi Utara  terparkir  di laut sekitar Kelurahan Bido Kecamatan Batang Dua Kota Ternate Minggu (27/8/2023).  Ada kurang lebih 7 kapal penampung sudah beberapa bulan ini lego sauh di sekitar laut Pulau Mayau. Kapal penampung ini mengambil hasil tangkapan nelayan selanjutnya dibawa ke Kota Bitung Sulawesi  Utara.

Sekadar diketahui Mayau dan Tifure adalah dua pulau   berada paling luar dari Kota Ternate dan Maluku Utara.  Sangat dekat dan berbatasan dengan Kota Bitung Sulawesi Utara. 

Dua pulau ini memiliki potensi perikanan luar biasa. Berbagai jenis ikan pelagis besar dan kecil serta ikan karang setiap hari  ditangkap di sekitar perairan dua pulau ini.  Mayau dan Tifure yang berjarak kurang  lebih 121 kilometer dari pulau Ternate ini juga banyak didatangi nelayan Sulawesi Utara lengkap dengan armada tangkap dan kapal penampung hasil tangkapan.
Kapal penampung  tersebut,  memudahkam nelayan di   Pulau Mayau dan Tifure  menjual ikan  tinimbang dibawa  ke Ternate.   “Kalau dibawa  ke Ternate jauh. Kita tunggu kapal penampung dari Ternate datang ambil, ikan  akan rusak karena lama. Kita tetap  jual ke kapal penampung yang sudah ada,” jelas  Andreas. (*) 

Share :

Baca Juga

Kabar Kampung

Cerita Miris Desa Terang di Pulau Kecil

Kabar Kampung

Mengunjungi Mayau, Pulau Terluar Kota Ternate (1)

Kabar Kampung

Produksi Sagu Melimpah, Butuh Bantuan Pemasaran

Kabar Kampung

Ini Cara Antisipasi Stok Pangan Saat Pandemi

Kabar Kampung

Anak Muda Bicara Problem Pembangunan Halmahera Selatan

Kabar Kampung

Menjaga Mangrove di Titik Nol Khatulistiwa

Kabar Kampung

75 Tahun Warga Gane Belum “Merdeka”

Kabar Kampung

Petani Dapat Penguatan Usaha Kelapa dan Hortikultura