Ancaman Serius Pesisir dan Pulau Kecil di Maluku Utara
Provinsi Maluku Utara yang sebagian besar wilayahnya berupa laut, memiliki 856 buah pulau. Dari jumlah itu ada pulau yang tergolong besar seperti Halmahera (18.000 Km2 ) dan pulau-pulau yang ukurannya relatif sedang yaitu Pulau Obi (3.900 Km2 ), Pulau Taliabu (3.195 Km2 ), Pulau Bacan (2.878 Km2 ) dan Pulau Morotai (2.325 Km2 ). Sementara pulau yang relative kecil antara lain Ternate, Tidore, Makian, Kayoa, Gebe dan lain sebagainya. Dari semua pulau ini akan menghadapi ancaman perusakan lingkungan yang makin serius karena hadirnya investasi pemodal besar untuk industry ekstraktif dan perkebunan monokultur yang saat ini mengarah ke Timur termasuk Maluku Utara.
Kekuatiran makin rusaknya lingkungan di pulau pulau kecil ini, disampaikan Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Zensi Suhadi saat menghadiri Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup (PDLH) ke V yang digelar WALHI Maluku Utara Hotel Sahid Ternate Rabu (23/3/2022) sore.
Menurutnya, saat ini oligarki dan pemodal menguasai negara. Negara lalu memberi ruang kepada korporasi dan rakyat untuk bertarung. Sementara Pemerintah yang menjadi wasit dalam masalah ini, ternyata tidak berpihak kepada masyarakat tetapi lebih memberikan ruang kepada korporasi dan pemodal. Ketika pemodal dan rakyat dihadap hadapkan maka masyarakat akan kalah.
Begitu juga dengan kelompok organisasi masyarakat sipil, dalam beberapa tahun terakhir ini, tidak lagi dihormati. “Negara tidak lagi menjadi wasit bagi rakyat dan korporasi berkaitan perannya masing masing,” katanya.
Bentuk tidak hormat pemerintah terhadap rakayat dan organisasi masyarakat sipil dibuktikan dengan terbitnya Undang- undang Cipta Kerja, Ibukota Baru (IKN) atau juga saat ini sedang hangat permintaan penundaan pemilu 2024.
Kondisi ini diperparah dengan organisasi masyarakat sipil yang terfragmentasi berdasarkan isunya masing-masing. Dia lantas mengingatkan, organisasi masyarakat sipil untuk tidak mengalah.
Sementara dalam PDLH ini Zensi meminta seluruh pimpinan dan anggota masyarakat sipil yang mengikuti kegiatan ini mengeluarkan pikiran terbaiknya sehingga forum PDLH menjadikan WALHI sebagai sebuah lembaga yang dapat menghadapkan wajahnya dalam perjuangan menjaga kelestarian di muka bumi ini.
“WALHI menjadi pengawal bumi yang lestari. Tetapi jika tidak ada keadilan maka cerita bumi yang lestari tidak terwujud,” katanya.
Sementara Dewan Nasional WALHI Raynaldo G Sembiring yang juga hadir dalam PDHL menyampaikan saat pembukaan PDLH itu menyampaikan bahwa PDLH WALHI Maluku Utara adalah yang ke 12. Nah dalam setiap agenda ini selalu membawa pesan terkait bencana ekologi yang makin meningkat. Sekarang ini tidak hanya bencana ekologi tetapi juga kondisi oligarki yang semakin menguat. Ancaman kerusakan ekologi dan kuatnya oligarki saat ini, maka benang merahnya butuh konsolidasi. “WALHI menjadi lokomotif dan rumah gerakan rakyat. Karena itu konsolidasi menjadi hal yang sangat penting, “ jelasnya.
Dia menambahkan, bicara sebagai rumah gerakan, minimal ada tiga hal penting dalam memprkuat basis gerakan di kampung serta hidup bersama di kampung. Hal ini sebagai salah satu jawaban kunci masalah oligarki yang semakin menggila. Kedua, memperkuat tata kelola organisasi.
Dia turut mengingatkan ada hal terlewatkan dalam gerakan WALHI. “Ada nilai nilai gender serta mereka yang termarjinalkan harus ikut diperjuangkan. Ketiga memperkuat konsolidasi pengetahuan. Dua hal di atas gizinya ada di pengetahuan.
Sementara Direktur WALHI Maluku Utara Yudi Rasyid menjelaskan, ancaman terhadap lingkungan di Maluku Utara memang sangat massif. Izin – izin ekstraktif, perkebunan dan kehutanan sempat mengalami penurunan hingga tersisa 84 izin di 2018 akhir. Tetapi tiba tiba mengalami peningkatan dari 100 izin dan terakhir di 2022 ini sudah naik menjadi 124 izin usaha pertambangan.
Belum lagi izin pengelolaan hutan, dan perkebunan monokultur. Jika ditotallkan jumalah luasan izin- izin itu mengambil lebih separuh hutan di Maluku Utara. Setelah disahkannnya UU Cipta Kerja juga membuat ancaman lingkungan semakin parah. “ Karena hal ini maka kita tidak perlu berdiam diri. Harapannya forum PDLH ini melahirkan ide dan gagasan untuk perbaikan ekologi Maluku Utara dan Indonesia,” tutupnya.
Sementara untuk PDLH yang akan memililih Direktur Eksekutif dan Dewan Daerah WALHI Maluku Utara ini digelar selama dua hari yakni di hari pertama diisi dengan seminar yang mengangkat isu Mempertegas Otonomi Kampung. Resolusi Rakyat Terhadap Oligarki Industri Berbasis Kawasan. (*)
CEO Kabar Pulau