Gunung Wato- wato, yang menyerupai manusia di Halmahera Timur Maluku Utara saat ini menghadapi ancaman serius. Ancaman itu karena adanya rencana penambangan nikel oleh salah satu perusahaan bernama PT PL. Aktivitas perusahaan yang belakangan memunculkan protes warga.
Protes karena rencana penambangan itu dikuatirkan berdampak buruk menghancurkan ruang hidup mereka. Karena itu warga lalu bergabung dalam Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-Wato, menggelar Aksi Akbar Rabu (6/9/2023) lalu. Aksi ini terbilang besar karena massanya berjubel berasal dari 8 desa di kecamatan ini karena sama sama merasa wilayahnya terancam.
Aksi dimulai dari, warga berkumpul di Desa Buli Asal di depan rumah adat Iyantoa, tuan tanah orang Buli. Bersama tetua adat, massa berpamitan minta direstui perjuangan warga Buli. Mereka kemudian long march melewati 4 desa, di situlah warga banyak bergabung ikut memadati kantor Camat Maba. Massa aksi juga bergabung dari perwakilan paguyuban di Buli seperti kerukunan keluarga Sulawesi Selatan, Ambon, Batak, bahkan guru SD, SMP dan SMA. Dalam aksi ini tokoh agama juga ikut berorasi.
Ibu-ibu dan orang tua tua kampong masing masing bicara terkait ketakutan dan kekhawatiran jika sampai PT Priven beroperasi. “Sehari- hari kami dengar dan saksikan bagaimana tambang merusak sungai dan lingkungan,” kata Lely Mandang yang juga salah satu tokoh agama di Buli.
Warga kemudian mendatangi kantor camat sejak sekira pukul 10.00 pagi, lalu meminta perwakilan Pemkab Haltmahera Timur datang. Perwakilan pemerintah melalui Wakil Bupati Anjas Taher tiba di hadapan massa sekira pukul 15.00 WIT. Saat itu sempat terjadi perdebatan antara warga dan pemerintah saat massa aksi meminta wakil Bupati menandatangani permintaan warga yang berdemo. Meski demikian pemerintah daerah kemudian menandatangani tuntutan dalam bentuk pernyataan sikap tersebut.
Di rumah adat Iyantoa orang Buli itu juga dilakukan ritual cakalele dan doa bersama dipimpin Abu Merek Ketua Forum Kerukunan Ummat Bergama.
Dalam aksi itu para tokoh masyarakat bersama warga turut menandatangani sebuah petisi yang disampaikan ke pemerintah daerah. Petisi itu menyatakan bahwa masyarakat Buli yang tinggal di Buli Halmahera Timur, menyatakan dengan kesadaran dan kesungguhan tidak rela hutan dan gunung yang ada di belakang wilayah Buli Halmahera Timur ditambang perusahaan apa pun.
“Kami menyatakan menolak dan mengusir PT Priven Lestari yang menambang di Buli Kecamatan Maba Kabupaten Halmahera Timur,” demikian bunyi petisi yang ditandatangani bersama tersebut.
Warga mau menegaskan bahwa aksi menolak penambangan Gunung Wato wato dengan PETISI RAKYAT tolak Priven itu, sebenarnya ingin menyatakan kepada publik bahwa warga ingin mengusir perusahaan ini keluar dari wilayah mereka.
“Pesan utama yang kami ingin sampaikan adalah PT Priven terusir dari Buli,” kata Said Marsaoly salah satu warga dan juga orator aksi. Karena itu kemudian warga beramai- ramai dikawal polisi menarik sejumlah alat berat dari lokasi kerja PT Priven.
Warga melakukan hal ini karena dasar mereka Wakil Bupati Halmahera Timur Anjas Taher sudah menandatangani sikap mereka dan berjanji menindaklanjuti pencabutan izin perusahaan tersebut.
“Wakil bupati menandatangani pernyataan sikap kami dan mendukungnya. Karena itu kami bersama dikawal polisi, menurunkan alat- alat berat milik perusahaan dari lokasi kerja mereka,”kata Said.
Warga membubarkan diri setelah alat berat diturunkan warga dan parkir di samping jalan raya desa Geltoli.
Sekadar diketahui di gunung Wato-Wato terdapat kawasan hutan lindung dan hutan desa yang berfungsi sebagai wilayah resapan air. Di sini juga terdapat mata air yang mengalir melalui tiga sungai besar dan beberapa anak sungai, yang selama ini menjadi sumber air utama ribuan warga. Bahkan menjadi sumber air baku bagi PDAM Buli. Jika ditambang akan menghancurkan semua sumberdaya yang ada.
Di kaki gunung Wato- Wato juga terdapat lahan pertanian dan perkebunan warga yang ditanami pala, cengkeh, dan nanas.
“Apa yang dilakukan warga adalah semata-mata mempertahankan ruang hidup terakhir di Gunung Wato-Wato dari cengkeraman perusahaan tambang,” ujar Said.
Karena masalah ini kemudian Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-Wato, mendesak berbagai pihak termasuk pemerintah segera bersikap atas aktivitas pertambangan yang dilakukan.
Wakil bupati Anjas Taher yang hadir di hadapan massa mendukung aksi masyarakat tersebut. Dia menyatakan akan melanjutkan tuntutan yang disampaikan warga. Anjas menyampaikan beberapa poin penting terkait aksi warga. Pertama pemerintah daerah mengokomodir tuntutan masyarakat ini dan akan menyampaian ke pemerintah pusat. Tujuannya agar segera diambil langkah mencabut izin yang ada sesuai tuntutan masyarakat. “Karena itu kami meminta pihak- pihak yang berwenang menghentikan aktivitas penambangan di Gunung Wato wato. Pemerintah Halmahera Timur akan menghentikan aktivitas tambang apa pun di kawasan gunung wato wato,” katanya di hadapan massa.
Berdasarkan aspirasi yang ada pemerintah Halmahera Timur akan menindaklanjuti mencabut izin perusahaan yang beroperasi di gunung Wato wato dan akan menyampaikan ke pemerintah pusat.
Kepala Teknik Tambang PT Priven Lestari Ridwan Muhammad dikonfirmasi Jumat (8/9/2023) terkait adanya aksi warga dan penarikan alat berat dari lokasi perusahaan serta adanya desakan dicabutnya izin perusahaan beralasan sedang mengambil cuti. Karena itu dia tak bisa memberikan penjelasan. Dihubungi via aplikasi WhatsApp di nomor kontak +62 821-9284-xxxx mengatakan akan meneruskan daftar pertanyaan tertulis yang diajukan ke manajemen perusahaan. “ Nanti saya lanjutkan ke pihak management,” tulisanya dalam pesan singkat whatsApp. Namun saat ditanya kepstian kapan tanggapan dari pihak perusahaan, Ridwan tak memberi jawaban. Hingga tulisan terbit tidak ada lagi tanggapan dari pihak perusahaan.
Sekadar tahu saja, saat di Halmahera Timur ada 27 izin usaha pertambangan (IUP) dengan total luas konsesi mencapai 172.901,95 hektar. PT Aneka Tambang (ANTAM) adalah salah satu perusahaan pemegang konsesi terbesar yang menguasai wilayah daratan Halmahera, hingga pulau kecil Gee dan Pakal. PT Priven sendiri saat ini telah mulai melakukan aktivitas di lapangan salah satunya membuka jalan menuju wilayah yang akan ditambang. (*)
CEO Kabar Pulau