BPHP- KPH Bahas Update Peta Arahan HP-HL di Malut
Arahan pemanfaatan hutan produksi- hutan lindung mulai dibahas. Pembahasan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) Wilayah XIV Ambon itu, dilaksanakan di hotel Muara Ternate, Kamis (24/3/2022).
BPHP yang membawahi wilayah Maluku dan Maluku Utara membahasnya dengan gelar Focus Discussion Group (FGD) updating peta arahan pemanfaatan hutan produksi- hutan lindung provinsi Maluku Utara itu menghadirkan 10 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) di Maluku Utara, BPSKL Maluku Papua dan BPK Manado.
Sekadar diketahui, Maluku Utara saat ini memiliki luas wilayah Kelola unit KPHP mencapai 2.278,992 juta hektar dari luas total hutan Malut seluas 2,5 juta hektar atau sekira 79 persen kawasan hutan. Luas hutan ini potensial dikelola secara baik dan benar. “Tujuaannya memberi manfaat ekonomi, manfaat social budaya dan manfaat lingkungan yang seimbang dan tetap lestari,” kata Sekretaris Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara M Akhmad Zakih saat mewakili Kepala Dinas menyampaikan sambutan pembukaan FGD Kamis (24/3/2022).
Dia bilang, adanya arahan pemanfaatan hutan produksi hutan lindung KPHP ini dapat memperkuat kelembagaan kelompok usaha masyarakat di sekitar kawasan hutan serta membuka akses dalam pengelolaan an pemanfaatan sumberdaya hutan.
Terkait dengan updating peta ini katanya, karena ada usulan baru yang perlu dilakukan updating petanya. Di mana ada usulan 23 HPK baru sekira 600 hektar lebih belum ada peta arahan pemanfaatannya sehingga membutuhkan penyesuain peta. Karena itu perlu dilakukan updating,” jelas Zakih.
Melalui FGD ini KPH diminta memberikan masukan menyangkut kondisi tapak hutan di masing masing daerah. Sebelumnya untuk Maluku Utara wilayah kewenangan KPHP itu hanya ada 1,7 juta hektar karena belum masuk HPK. Saat ini sudah ada perbuhan luasan mencapai 2,3 juta hekar.
Sebelumnya Maluku Utara memiliki 11 KPHP di luar KPH Lindung. Setelah dimasukannya HPK terjadi perubahan menjadi 16 KPHP karena hutan produksinya lebih luas. Saat ini dengan adanya perubahan regulasi termasuk Cipta Kerja dan Undang undang 23 2014 tentang pemerintahan daerah, terjadi konfigurasi pengelolaan hutan. Baik pengelolaan secara social, lingkungan ekonomi dan wisata . Kalau dulu kecenderungannya lebih pada pengelolan ekonomi. Kondisi sekarang ini masyarakat juga punya kesempatan mengelola kawasan hutan. Pengelolaan juga harus memperoleh dokumen izin lingkungan untuk melihat dampaknya. Untuk pengelolaan ekonomi lebih diarahkan pada multi usaha kehutanan.
Disinggung soal kegiatan tersebut menurut Zakih dilakukan untuk meindaklajuti Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK 900/MenLHK/setjen /pla,0/10/2021 tanggal 8 Oktber 2021 tentang penetapan wilayah kesatuan pengelolaan hutan produksi.
Untuk provinsi Maluku Utara sendiri terjadi perubahan wilayah pengelolaan KPHP di mana kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi telah ditetapkan menjadi wilayah kelola KPHP. “Melalu FGD ini kita menentukan arah pemanfaatan wilayah kelola ke depannya,” tutupnya.
Kepala KPH Kota Ternate Tidore Ibrahim Tuhateru dihubungi usai FGD updating peta arahan HP-HL menjelaskan, wilayah kerja KPH Ternate Tidore juga masuk usulan updating peta. Untuk update peta nya nanti dilihat lagi sesuai SK yang ada berapa luas pastinya areal hutan produksi konversi yang masuk ke dalam wilayah kerja KPH Ternate Tidore.
Dulunya untuk wilayah kerja kita hanya di hutan produksi dan hutan lindung setelah ada regulasi hutan produksi konversi masuk dalam wilayah KPH maka dilakukan updating petanya. Hal ini karena ada HPK yang sudah masuk, Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang belum dipisahkan.
“Jadi tidak serta merta semua HPK masuk ke dalam wilayah kelola KPHP. HPK juga bisa diusulkan oleh masyarakat untuk keperluan lain termasuk ekonomi lingkungan hidup, wisata dan lain-lain. Kegiatan ini bagian dari mensinkronkan data BPHP dengan yang dimiliki KPHP,” jelas Ibrahm. (*)
CEO Kabar Pulau