Home / Lingkungan Hidup

Sabtu, 16 Januari 2021 - 12:22 WIT

Tak Ada Zonasi Wilayah jadi Problem Ekowisata

Kota Ternate dengan empat pulau berpenghuni, masing-masing Ternate, Moti, Hiri dan Batang Dua  menghadapi masalah zonasi wilayah untuk pengembangan ekowisatanya. Pulau Ternate contohnya saat ini mengeksplore beberapa wilayah di  daerah puncak Gunung Gamalama sebagai  destinasi ekowisata.

Persoalan ini mengemuka dalam  Forum  Grup  Diskusi (FGD) yang digelar Duta Kreator Indonesia (DKI)  bersama berbagai stakeholder Sabtu (9/1/2021) lalu. Kegiatan ini menghadirkan  pemerintah daerah, komunitas penggerak pariwisata, akademisi  dan media.     

Bertema Gerakan Cepat (Gercep) Gerakan Bersama  (Gerber) dan Gaspoll Pulihkan Pariwisata Malut dan Lestarikan Hutan, coba mengungkap persoalan yang dihadapi dan menemukan solusi yang mesti segera dilakukan.  

Dosen Arsitek Fakultas Tekhnik Universitas Khairun   Mualana Ibrahim   menganggap  ada persoalan  yang perlu segera diselesaikan di dalam mengembangakan destinasi wisata di Kota Ternate. Yakni berhubungan dengan dokumen tata ruang  atau RTRW  dan dokumen Rencana  Induk Pariwisata  (RIPDA)

“Sederhana saja rumah dan permukman di Ternate, harus dibatasi area terbangunnya.  Batasnya sampai di mana.   Perlu dibuat batasan yang jelas, lalu masyarakat  diedukasi agar tidak merusak alam.   Tujuannya  tidak ada lagi masalah seperti  terjadi di Taman Love Puncak Moya saat ini. Dari sisi arsitektur jadi masalah baru.  Ketika jalan terbuka Moya Buku Bendera  lahan kavling mulai ramai dijual. Jadi perlu ada aturan yang mengatur.  

Daerah destinasi wisata  juga wajib dibuat zonasi  dimana batas pemukiman.   Paling gampang  cari benang merahnya  itu aturan ditegaskan. RTRW, RIPDA Malut juga belum ada.   RIPDA MALUT itu mengatur kawasan stragetis ekowisata ada di mana.   

Sofyan Ansar dari Generasi Pesona Indonesia (GENPI) Malut mengatakan, yang jadi persoalan di Pulau Ternate adalah belum adanya zonasi untuk wilayah  pulau Ternate di mana kawasan wisata terutama ekowisata dan di mana batas pemukiman. Zonasi wilayah ini sangat penting.    

Bagimana dengan wisata geologi?  Dedy Arief dari Ikatan Ahli  Geologi Indonesia mengatakan, Ternate ini dibangun di atas gunungapi. Geowisata Ternate punya 28 geo site   akan diusulkan ke pusat. Ternate  sebagai pulau dengan karakteristik  geologi daerah tektonik.  Terutama batu angus dan pantainya ada hubungan dengan letusan gamalama.    

Baca Juga  Nelayan Pulau Bisa Obi, Kantongi  SIPR

Kepala Dinas Pariwisata Kota Ternate Dr Risal Marsaoly bilang, Ternate adalah kota berkarakter pulau. Ada beberapa keunggulan objek wisata yang jadi daya pikat  wisata.   

Untuk mengangkat destinasi wisata di Ternate,  sejak 2020 sudah  coba libatkan beberapa komunitas. Menghidupkan warisan geologi di Ternate  dengan  28 site-nya.   Contohnya di Tongole  ini dulu hanya hutan pala dan cengkeh dan belum  dilirik. Tetapi dengan  konsep ekowisata kawasan ini dikelola menjadi salah satu destinasi wisata yang memikat,” kata Risal.

Begitu juga dengan kawasan  taman love di Kelurahan Moya Ternate. Meski demikian dia mengakui memang dalam pengembangan ekowisata ini  ada  beberapa hal butuh ketegasan. Terutama pemanfaatan ruangnya.

Ada beberapa masalah di sana.  Misalnya perlu dibatasi akses pemukiman baru. “Konsekwensi ekowisata baru membuka ruang ekonomi baru tetapi perlu perlindungan guna menjaga lingkungan ke depan,”katanya.

 Dia bilang  ada betonisasi bangunan di Taman Love. Ke depan perlu mempertegas agar bangunan di kawasan ekowisata fasilitasnya  menggunakan bambu dan kayu. Di sana orang bisa menikmati pemandangan  dari puncak Kota Ternate dengan menikmati udara segar pegunungan. Karena  itu perlu  dijaga  hutannya.      

penjual makana

Ditambahkan Risal,  Di Kota Ternte diakui fasilitas yang dimiliki tempat wisata  masih minim.  Tolire misalnya, tidak hanya  datang melihat view danau, tetapi bagaimana pengelola Tolire berkolaborasi dengan berbagai pihak membuat destinasi ini lebih menarik.  Misalnya  memanfaatkan komunitas   di daerah ini.

Dulu kawasan Batu Angus tidak pernah dipikirkan menjadi tempat  wisata  bahkan  tidak dilirik. Tetapi ketika tempat  disentuh dengan  pengelolaan,  menjadi  rebutan  dan menimbulkan  masalah.

Baca Juga  Malut Masuk 10 Provinsi yang Terus Alami Deforesfasi

Dalam hal kebersihan tempat tempat wisata  juga butuh perhatian. Ini juga adi masalah sekaligus menjadi tugas pemerintah memaksa pengolala destinasi wisata menerapkan kawasan destinasi wisata yang bersih dengan lingkungan yang baik.

Cris Samsudin pengelola destinasi  wsata Cengkeh Afo Ternate   mengatakan, bicara pengelolaan destinasi berhubungan dengan tata kelola. Tujuannya agar tercipta sustainable  ecoturism. Ini menjadi sesuatu yang wajib dan tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh pemilik destinasi. Indonesia timur katanya lebih mengembangkan ekowisata dengan pemberdayaan masyarakat local. Itu adalah konsep utama yang harus dilakukan. Kedua, banyak destinasi  wisata kolaps dalam waktu tertentu karena dalam pengelolaan tidak mengikuti prinsip prinsp pengembangan destinasi yang sewajarnya distandarkan.

“Lebih ke pemahanaman tata kelola dan SDM jadi kendala besar. Semua berpikir mencari pengunjung  sebesar besarnya,  tetapi tata kelola dalam memanggil pengunjung datang itu tidak ada,” cecarnya.

Dia bilang, berdasarkan hasil kajian, 80 persen destinasi wisata itu kolaps karena tanpa tata kelola dan permintaan pasar. Pengembangan pariwisata juga selaras dengan alam di mana detinasi itu  berada. Dalam pengelolaan destinasi wisata, yang pertama  dan menentukan adalah  SDM pengelola.  Percuma bicara pengelolaan jika SDM tidak memenuhi. 

Selain itu, Destination Management Organization (DMO) belum berjalan baik. DMO itu terutama struktur tata kelola destinasi pariwisata yang  mencakup perencanaan, koordinasi, implementasi, dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistemik.  Melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi, yang terpimpin secara terpadu dengan peran serta masyarakat, asosiasi, industri, akademisi dan pemerintah.  Ini bertujuan  meningkatkan kualitas pengelolaan, volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besaran pengeluaran wisatawan serta manfaat bagi masyarakat di  mana destinasi berada.  “Di Malut belum ada badan promosi pariwisata daerah.  Padahal BPPD punya peran penting,” kata Cris. (*)  

Share :

Baca Juga

Lingkungan Hidup

Sampah Plastik dari Laut Malut Diserahkan ke PT Unilever

Lingkungan Hidup

Akademisi: Ancaman Ekosistem Halmahera Serius

LAUT dan Pesisir

Jaring Nusa: Visi Indonesia Emas 2045, Wajib Pastikan Hak Masyarakat Pesisir dan Pulau Kecil  

Lingkungan Hidup

Jaga Pantai dan Laut Ternate dengan Mangrove

Lingkungan Hidup

Kapan Malut Miliki Kedokteran Kelautan untuk Lindungi Laut Kita?

Lingkungan Hidup

Warga Haltim Protes Masalah Tambang di Depan Istana

Kabar Kota Pulau

Kuso Endemik Ternate, Terus Diburu untuk Dikonsumsi

Lingkungan Hidup

JETP Tak Boleh Abaikan Energi Terbarukan Berbasis Komunitas