Hamparan pasir putih menghiasi pulau kecil berukuran sekira 70 meter persegi itu. Di kiri kanannya terlihat laut biru tosque dan terumbu karang yang sebagian sudah mulai mulai mati. Pulau tersebut tak lagi berpohon. Pohon yang dulu rindang dan tumbuh lebat di ekosistem pantai ini, telah mati. Baru ada beberapa pohon ditanam kembali oleh warga dan komunitas wisata anak muda yang menghimpun diri dalam Komunitas Jelajah Wisata Weda Timur atau (JeWeTu).
Ada batang dan ranting yang dibawa banjir sungai di pulau besar Halmahera terdampar di pulau ini. Sebuah papan pengumuman yang memberitahukan bahwa pulau ini ditutup kunjungannya saat awal merebak covid 19 juga tergelatak di atas pasir pantai itu.
Batang pohon yang dibawa banjir dan terdampar di pulau ini sekaligus menjadi tempat duduk untuk ber-swa foto.
Itu kondisi pulau Mtu Mya (pulau kecil,red) yang dianggap keramat oleh warga adat Sawai yang mendiami desa Mesa Weda Timur Halmahera Tengah Maluku Utara. Karena itu tak berlebihan jika mengunjungi Halmahera Tengah tak salah juga menyinggahi pulau mini ini.
Di pulau Mtu Mya, bisa menikmati pemandangan yang luar biasa indah. Sebelum menuju pulau ini, bisa berenang sebenatar di pantai Mesa yang berpasir hitam dan berair jernih sambil bermain kano atau snorkeling
Dari Mtu Mya, jika melempar pandangan ke selatan, nun jauh di sana teluk Weda. Menatap ke timur, laut lepas tanpa pulau. Sementara pandangan ke Utara daerah Patani yang jauh memanjang. Semilir angin berhembus dan hawa laut lepas di teriknya matahari siang, serasa membakar wajah. Karena itu ketika mendatangi pulau ini di siang hari, paling tidak membawa alat yang bisa digunakan untuk berteduh.
Untuk mencapai pulau ini dari Ternate, butuh waktu cukup lama dan berganti-ganti trasportasi. Menumpang speedboat ke Sofifi dari Ternate, selanjutnya dengan mobil angkutan umum menuju Weda. Lalu turun mengganti mobil lagi menuju desa Mesa. Dari Desa Mesa bisa menggunakan bodi perahu atau kano diantarkan sampai ke pulau Mtu Myal tak cukup 10 menit.
Pulau Keramat Punya Kekuatan Magis
Pulau ini bagi warga setempat, dianggap punya kekuatan magis. Dulu, ketika ada warga yang punya niat dan menyebut tentang orang sakti yang diyakini tuan pulau ini maka ketia doa dan harapannya tercapai maka melakukan ritual ke pulau ini.
“Kegiatan seperti itu tergantung siapa punya niat. Baik sakit, atau karena terancam cuaca buruk saat di atas laut,” jelas Sabtu Haya tetua kampong Mesa.
Warga yang punya niat akan meminta bantuan kepada keramat di pulau ini yang dikenal dengan nama Barahima. Warga kemudian datang ke pulau dan membuat ritual atau dikenal warga setempat sebagai bikin obat .
Masyarakat tahu bahwa pulau ini punya keramat. Orang yang punya keramat itu bernama Barahima. Barahima diyakini sebagai pemilik pulau yang punya kekuatan membantu anak turunannya ketika mengalami kesulitan atau kesusahan. “Ritual itu sebenarnya bagian dari rasa terima kasih dan doa kepada sang pencipta melalui perantara orang keramat yang diyakini memiliki pulau ini,” kata Sabtu lagi.
Sampai sekarang orang tua tua yakin tuan pulau ini bernama Barahima yang memiliki karomah. Memang anak cucu sekarang sudah tak percaya lagi hal–hal seperti itu. Tetapi kalau mereka yakin di kala mendapatkan kesulitan Barahima bisa membantu. “So banyak bukti (sudah terbukti,red) orang yang dihantam badai atau pun sakit yang tidak sembuh-sembuh mereka niatkan setelah itu pergi ke pulau ini untuk bikin obat, ” ceritanya.
Namun demikian seiring waktu keyakinan akan kekuatan magis pulau ini mulai ditinggalkan. Hal ini juga diakui Haya. Bahkan menganggap orang muda saat ini sudah tidak percaya lagi dengan berbagai keyakinan itu.
Ancaman Abrasi Cukup Serius
Yang juga memiriskan saat ini seiring waktu, pulau yang diyakni memiliki kekuatan magis itu kini mulai terkikis. “Dulu pantainya kurang lebih 30 meter ke laut dari kondisi sekarang. Saat ini pantai dan batas air laut tinggal beberapa meter saja,” katanya.
Pulau Mtu Mya adalah satu dari 36 pulau di Kabupaten Halmahera Tengah yang saat ini kondisinya sangat terancam oleh perubahan kenaikan air laut.
Jika terus dibiarkan, suatu saat akan habis. “Kita juga kuatir bisa terjadi demikian,” ujar Sabtu Haya (75) salah satu sesepuh desa Mesa yang ditemui pertengahan Desember 2020 lalu di Mesa.
Karena itu meski kondisinya mulai rusak karena pulau ini tetap biasa saja. Belum ada langkah antisipasi menjaga agar pulau ini terhindar dari ancaman abrasi.
Di sebelah timur pulau ini warga setempat membuat semacam break water atau pemecah ombak. Menggunakan batu karang yang sudah mati, hanya kurang lebih sekira 10 meter dan belum menyelesaikan persoalan ini.
Sebenarnya, pulau ini memiliki masalah yang jika tidak segera dilindungi karena akan habis terkikis. Pengakuan warga setempat, dulunya warga sering mengambil pasir di Pulau ini. Meski begitu seiring waktu karena ada ancaman serius terhadap pulau, langsung dilarang pemerintah setempat
“Saat ini sudah tidak diambil lagi pasirnya karena sudah dilindungi. Jika tidak dilindungi akan habis nanti pulau ini. Saat ini saja pantai pulau ini juga sudah semakin tergerus,”kata Fahrureza Ketua Komunitas JWT Desa Mesa.
Komunitas yang dipimpin Fahrulrazi ini salah satu tugasnya juga menjaga dan melindungi pulau ini. Ada 7 anggota komunita dan berdiri baru sekira 5 bulan, komunitas ini mencoba menggandeng anak muda untuk membantu mengangkat tempat wisata ini menjadi lebih dikenal. “Yang paling penting adalah memperkenalkan kepada khalayak atau public, potensi wisata pantai dan pulau ini yang menarik dan layak dikunjungi. “Tugas kami juga menjaga pulau ini dari berbagai ancaman. Termasuk memperkenalkan kepada masyarakat Maluku Utara dan Indonesia tentang keindahannya. Pulau ini sebenarnya menawarkan keindahan pemandangan alam laut dan pantai. Tidak itu saja bawah lautnya juga dengan terumbu karang yang belum dieksplore,”katanya.
Dia bilang lagi, jika berkunjung ke pulau ini tak sekadar menikmati alam pantai dan laut dengan snorkeling. Bisa juga mencoba sensasi mancing di pulau ini menggunakan perahu maupun alat pancing seadanya.
Sabtu Haya mengaku, di zamannya pulau ini sangat dijaga dan dilindungi dari upaya upaya pengerusakan. “Tahun 1979 pulau itu masih dijaga sehingga pohonnya juga masih banyak. Ada ketapang dan waru. Pulau ini menjadi tempat singgah kalau mengail ikan,” katanya.
Saat perjuangan Trikora 1963 pulau ini juga memiliki sejarah penting dan sempat menjadi tempat persinggahan pasukan Indonesia.’
Kepala Dinas Pariwisata Kabpaten Halmahera Tengah Husain Ali dikonfirmasi di Weda belum lama ini bilang, pengembangan pariwisata Halteng berbasis komunitas. Dan penekanannya pada komunitas masyarakat desa di sekitar objek wisata. Termasuk di Pulau Mtu Mya ini.
Dalam hal perlindungan pulau akibat kondisi ancaman abrasi itu katanya, untuk perlindungan dan rehabilitasinya pemerintah desa bersama- komunitas pemuda telah merencanakan penanaman kembali mangrove dan membuat sedimen trap utk menangkal abrasi yang terjadi.
Saat ini untuk mendukung penyediaan fasilitas tempat wisata ini, telah diserahkan sejumlah sarana ke komunitas JeWeTu berupaa peralatan atraksi wisata.
“Ini juga menjadi program penguatan ekonomi sektor pariwisata yang menjadi prioritas Pemkab Halmahera Temgah di masa pandemic ini. Bahwa aktivitas pariwisata harus tetap hidup dan harus diberikan dukungan usaha kepada komunitas penggerak pariwisata di desa,” tutupnya. ()
CEO Kabar Pulau