Breaking News
light_mode
Beranda » Kabar Kampung » Kisah “Kampung Tua” Tifure di Pulau Batang Dua

Kisah “Kampung Tua” Tifure di Pulau Batang Dua

  • account_circle
  • calendar_month Kam, 17 Jun 2021
  • visibility 370

Dari Rentan Bencana Geologi  hingga Minim  Infrastruktur

Setiap kampung  punya kisah masa lalu.  Dari orang pertama  membangunnya menjadi kampung yang maju dan berkembang seperti sekarang, kisah pilu,  bahkan heroic mewarnai setiap tuturan para tetua.  Ada  bencana dan kejadian alam, peperangan hingga penaklukan mewarnai perjalanan kampung dalam membangun peradaban.

Seperti halnya Tifura Kecamatan Pulau Batang Dua Kota Ternate. Kampung Pulau di bagian barat Ternate itu posisinya  strategis sebagai pulau terluar berbatasan langsung dengan  Sulawesi Utara  dan memiliki banyak kekayaan alam laut dan darat. Meski kaya  masih “ditinggalkan” dari sisi infrastruktur. Dalam keterbatasan  hidup itu warganya mesti bertarung di bawah ancaman bencana geology dan perubahan iklim yang cukup serius. 

Untuk mengetahui kisah kampung di pulau kecil ini serta apa yang dilakukan warga agar ada reseliensi atau daya lenting terhadap bencana,  Asgar Saleh  aktivis kemanusiaan  yang juga Direktur  LSM Rorano Maluku Utara, mengisahkannya dalam sebuah essay pendek    Tifure  “Kampung Tua”   

Berikut ulasannya.

Tentang Kampung Tua..

Bahagia saya bisa mendatangi dan berbincang dengan beberapa warga di Kampung Tua, sebuah penamaan dari masa lalu yang menunjukan di mana peradaban orang-orang Tifure bermula. Ketika orang Wayoli pertama menjejak kaki, mereka memilih pantai ini sebagai pemukiman. “Dulu orang bisa berjalan kaki menyeberangi hamparan pasir dan karang ke pulau Gurida saat air surut. Itulah mengapa banyak kebun-kebun milik warga yang berada di pulau Gurida,” kisah para tetua kampung Tifure .

Suhu bumi yang makin panas dan reklamasi di mana-mana membuat warga kini tak bisa ke seberang selain berperahu karena permukaan air telah meninggi.

Cerita turun temurun yang berkembang, pada masa lalu ada gempa besar disertai tsunami. Warga kemudian memilih naik ke gunung dan bertahan di sana. Kampung Tua tersapu tsunami. Peradaban gunung ternyata tak lama. Ada wabah yang menyerang sehingga memaksa mereka mencari pemukiman baru dan turun dari gunung. Lokasi baru itulah yang kini berkembang  menjadi Kelurahan Tifure dan Pante Sagu. Jejak gempa dan tsunami masa lalu seperti “membenarkan” apa yang saya lakukan selama tiga hari di Tifure. Bersama Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku ranting Makedonia dan Filadelpia, sebuah komunitas anak muda Gereja di Tifure dan Pante Sagu, kami melakukan pelatihan merespons potensi ancaman bencana di pulau ini.

Aktifitas warga Tifure: Selain menjadi nelayan mereka juga punya kebun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. foto koleksi pribadi Asgar Saleh

Tifure ada di zona pertemuan lempeng Pasifik dan Euroasia. Pulau ini dan pulau Gurida juga dikepung banyak subduksi dari lempeng Filipina, Sangihe dan Halmahera. Karena itu, di hari pertama pelatihan, saya berbagi pengetahuan dasar kebencanaan, Apa itu gempa bumi dan tsunami dan bagaimana menghadapinya, menyampaikan pentingnya aspek Pengurangan Resiko Bencana (PRB), pentingnya assesment, kajian resiko bencana lokal, membentuk tim relawan, menentukan jalur evakuasi dan titik kumpul serta membangun komitmen untuk bekerja sebagai relawan kemanusiaan.

Sungguh bahagia ada 35 teman Angkatan Muda GPM yang bergabung, serius menerima dan mendiskusikan materi, serta berkomitmen memberikan pelayanan sebagai relawan yang akan membantu masyarakat. Sebuah kesadaran bersama yang menurut saya akan jadi modal sosial Tifure ke depan. Para relawan ini juga akan jadi ujung tombak bagi inisiasi pelatihan lainnya di masa depan.

Sebuah catatan inspiratif bagi saya karena di tengah berbagai keterbatasan semisal listrik yang hanya “hidup” di malam hari, tak ada jaringan telepon, tak ada puskesmas, tak ada fasilitas air bersih, tak ada sarana transportasi cepat dan banyak lagi, anak-anak muda ini tak peduli dan mau belajar untuk menjadi yang terbaik bagi tanah kelahiran mereka.

Salam Kemanusiaan

Catatan: Publikasi catatan ini seizin penulisnya.  

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • WALHI: Investasi Massive Mengarah ke Timur

    • calendar_month Kam, 24 Mar 2022
    • account_circle
    • visibility 130
    • 0Komentar

    Ancaman Serius  Pesisir dan Pulau Kecil di Maluku Utara Provinsi Maluku Utara yang sebagian besar wilayahnya berupa laut, memiliki 856 buah pulau. Dari jumlah itu ada pulau yang tergolong besar seperti Halmahera (18.000 Km2 ) dan pulau-pulau yang ukurannya relatif sedang yaitu  Pulau Obi (3.900 Km2 ),  Pulau Taliabu (3.195 Km2 ), Pulau Bacan (2.878 […]

  • Tugu Kenari dan Diaspora Minang di Makean

    • calendar_month Rab, 6 Sep 2023
    • account_circle
    • visibility 399
    • 0Komentar

    Kuliah Bersama Masyarakat (Kubermas) tahap I Universitas Khairun Ternate  di Desa Sebelei Kecamatan  Makean Barat, Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara selama satu bulan (Agustus 2023) telah tuntas. Program kerja mereka,salah satunya membuat Tugu Kenari sebagai salah satu ikon Desa Sebelei.    Sekadar diketahui, tugu ini memiliki makna filosofis mendalam. Pohon kenari  disebut- sebut sebagai  salah […]

  • Sampah dan Krisis Air Masalah Serius Ternate

    • calendar_month Rab, 25 Nov 2020
    • account_circle
    • visibility 274
    • 0Komentar

    Sampah yang muncul di kawasan pelabuhan Bastiong usai hujan

  • Kampus Wajib Implementasikan Pendidikan Antikorupsi

    • calendar_month Jum, 11 Jun 2021
    • account_circle
    • visibility 138
    • 1Komentar

    Kegiatan seminar antikorupsi oleh KPK dan kampus di Bali, foto KPK

  • LIPI Temukan Ini di Lifmatola dan Selat Obi

    • calendar_month Ming, 26 Feb 2023
    • account_circle
    • visibility 546
    • 1Komentar

    Laut selat Oi foto M Ichi

  • Anak Muda Pulau Bacan Dorong Literasi, Konservasi dan Ekonomi

    • calendar_month Ming, 5 Okt 2025
    • account_circle
    • visibility 137
    • 0Komentar

    Bentuk Komunitas, Kampanye Lindungi  Satwa, Buat Perdes dan  Kelompok Tani Suasana di kawasan zero point pusat Kota Labuha Halmahera Selatan terlihat sibuk. Jumat (11/7/2025) siang  itu  sejumlah anak muda tengah menyiapkan acara pendukung kegiatan Merayakan Hari Keragaman Burung Indonesia  (MKBI) yang dilaksanakan  LSM Burung Indonesia.  Kegiatan ini  adalah bagian dari Festival Konservasi Satwa  Liar Maluku […]

expand_less