Breaking News
light_mode
Beranda » Headline » Cerita Kehancuran Pulau  di Halmahera dan Sulawesi Hadir Dalam Diskusi COP di  Brazil

Cerita Kehancuran Pulau  di Halmahera dan Sulawesi Hadir Dalam Diskusi COP di  Brazil

  • account_circle Redaksi
  • calendar_month Sab, 15 Nov 2025
  • visibility 97

Nikel jadi Sumber Kehancuran Ruang Masayarakat Adat 

Di tengah  gegap gempita janji-janji iklim yang digaungkan para pemimpin dunia dalam ruang-ruang negosiasi COP30 di Belém, Brazil, nasib banyak Masyarakat Adat justru kian terancam oleh ambisi transisi energi global.

Dalam diskusi side event COP30 Centering Justice and Responsible Critical Minerals Governance di Ford Foundation Pavilion, suara-suara masyarakat sipil Indonesia berupaya menembus narasi besar tersebut, menyodorkan kenyataan bahwa di balik dorongan energi bersih, ada komunitas yang mempertaruhkan tanah, air dan hidupnya.

Cerita dari pulau kecil Kabaena di Sulawesi Tenggara merupakan bukti nyata bagaimana ekosida terjadi akibat ambisi hilirisasi nikel yang digaungkan pemerintah Indonesia, begitupun di Pomalaa Industrial Park. Kedua wilayah ini merupakan bagian dari rantai pasok produsen otomotif global seperti Volkswagen, Ford Motors, Tesla, BMW, BYD, dan lain-lain.

“Masyarakat Adat Bajau di Kabaena tak lagi bisa mencari ikan sebagai sumber penghidupannya. Air laut kini sudah berubah merah. Anak-anak sudah tak lagi berenang di sana. Laut yang dulu menjadi rumah kini berubah menjadi racun,” ungkap

Direktur Satya Bumi Andi Muttaqien dalam diskusi yang berlangsung di Belém, Brazil, Rabu (12/11/2025).

Riset Satya Bumi (2025) menunjukkan, dari hasil uji tes urine, masyarakat Kabaena terpapar nikel sebesar 5 hingga 30 kali lebih tinggi dibanding populasi umum, dan bahkan 1,5 hingga 10 kali lebih tinggi dari komunitas yang tinggal di dekat fasilitas industri nikel aktif. Bukan hanya nikel, urine masyarakat Kabaena mengandung logam berat berbahaya lain seperti kadmium, timbal dan seng yang tentunya berdampak sangat buruk bagi kesehatan.

Bukan hanya di Kabaena, Sulawesi Tenggara. Andi juga menunjukkan dampak tambang nikel yang dirasakan oleh suku OHongana manyawa di Halmahera, Maluku Utara. “Untuk itu perlu kita mendorong dunia internasional untuk berhenti mengambil nikel dari pulau-pulau kecil dan menghentikan operasional perusahaan yang tidak bertanggung jawab,” tegas Andi. Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat Albert Kwokwo Barume menyatakan, kekosongan perlindungan hukum terhadap hak-hak Masyarakat Adat menjadi musabab persoalan ini.

“Saya melihat kecenderungan negara-negara ini seolah menahan diri untuk tidak memberikan hak-hak Masyarakat Adat lantaran kekosongan kerangka hukum nasional terkait HAM dalam masalah ini. Ini yang seharusnya dibahas dalam COP30,” jelas Barume dalam kesempatan yang sama.

Barume yang pernah meninjau langsung Proyek Strategis Nasional (PSN) Poco Leok pada Juli 2025 lalu menilai PSN dan industri ekstraktif di Indonesia dilakukan tanpa persetujuan awal, bebas dan berdasarkan informasi (free, prior and informed consent) dari Masyarakat Adat terdampak. Absennya persetujuan tersebut mengakibatkan perampasan tanah dan degradasi lingkungan serta memperparah pelanggaran hak asasi manusia.

Terpisah, Manajer Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik mengatakan, pemerintah seharusnya menempatkan keadilan iklim sebagai landasan utama dari kebijakan transisi energi. Menurutnya, transisi energi yang berkeadilan berarti berpindah ke energi terbarukan tanpa mengorbankan ruang hidup dan hak-hak masyarakat.

“Transisi yang benar harus melindungi hutan dan wilayah adat, menghentikan ekspansi energi fosil, serta memastikan masyarakat terlibat dan mendapat manfaat nyata dari perubahan itu. Jangan atas nama ‘transisi bersih’ kita mengambil tanah, merusak lingkungan, atau menyingkirkan warga dari kehidupannya,” kata Iqbal.

Bagi Greenpeace, keadilan iklim bukan sekadar soal mengurangi emisi gas rumah kaca melainkan juga memastikan kelompok rentan tidak menjadi korban kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir elite ekonomi. Partisipasi bermakna menjadi kunci dalam menciptakan keadilan iklim. Setiap langkah menuju energi bersih harus memperkuat perlindungan hak hidup rakyat dan menjamin masa depan yang aman bagi generasi mendatang. (*)

 

  • Penulis: Redaksi

Rekomendasi Untuk Anda

  • Hari Peduli Sampah Nasional Sepi Agenda  

    • calendar_month Sel, 21 Feb 2023
    • account_circle
    • visibility 167
    • 1Komentar

    KLHK: 2030 Tak Ada Lagi TPA Baru Pada 21 Februari setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Hari penting ini   bertujuan  mengingatkan semua pihak bahwa persoalan sampah harus menjadi perhatian utama. Upaya penanganan dan pengelolaan sampah harus melibatkan seluruh komponen masyarakat yang meliputi Pemerintah baik Pusat dan Daerah, akademisi, aktivis, komunitas, dunia usaha, […]

  • Gelar Program Save The Small Island, Warga dan Walhi Malut Tanam Mangrove

    • calendar_month Jum, 19 Agu 2016
    • account_circle
    • visibility 18
    • 0Komentar

    LABUHA – Masyarakat Desa Gane Dalam Kecamatan Gane Barat Selatan Halmahera Selatan, melakukan gerakan menanam 20  ribu anakan pohon mangrove. Aksi menanam di lahan-lahan mangrove yang rusak akibat perambahan orang tidak bertanggungjawab itu,  dilakukan selama  dua hari Rabu (5/11) dan Kamis (6/11) lalu. Program selamatkan lingkungan dengan menanam mangrove ini,  dilakukan bersama  LSM Wahana Lingkungan Hidup […]

  • Joko Nugroho Kembangkan Batatas Aksesi Lokal, Jadi Sumber Ekonomi Penting

    • calendar_month Rab, 10 Sep 2025
    • account_circle
    • visibility 201
    • 1Komentar

    Minggu (21/8/2025) lalu, sejak pagi hingga jelang siang,Joko Nugroho  (55) mengawasi  dua pekerja bersama istri dan satu anak perempuan nya  panen batatas atau  umbi jalar,  di kebun miliknya. Di lahan seluas  50X50 meter persegi di desa  Sidodi Goal Sahu Timur Halmahera Barat itu, Joko mengembangkan batatas yang tidak sekadar  dimakan tetapi  juga  jadi  pangan lokal […]

  • Ikan Ngafi dan Udang yang Terus Menyusut di Kao Halmahera

    • calendar_month Rab, 2 Sep 2020
    • account_circle
    • visibility 220
    • 0Komentar

    Selasa (18/8) Sore itu, Meisar Hi Ngole ngole (60) sedang memishkan ikan ngafi (teri,red)  dengan jenis  lain yang  sudah kering dari tempat penjemuran.  Ikan ini adalah hasil tangkapan suaminya yang turun melaut pagi  akhir Agustus lalu. Hasil tangkapan hari itu  tidak cukup tiga kilogram. Ini setelah dibagi dengan 8 nelayan lainnya yang ikut  bersama  suaminya. […]

  • Miris, RPJMD Kabupaten Ini Tanpa KLHS

    • calendar_month Rab, 5 Jan 2022
    • account_circle
    • visibility 239
    • 1Komentar

    Peta Kabupaten Pulau Taliabu

  • 75 Tahun Warga Gane Belum “Merdeka”

    • calendar_month Kam, 2 Jun 2022
    • account_circle
    • visibility 146
    • 1Komentar

    Jalan perusahaan di perkebunan sawit PT Korindo ini dimanfaatklan warga Gane Dalam dan Gane Luar untuk akses antar dua desa tersebut. foto M Ichi

expand_less