Breaking News
light_mode
Beranda » Kabar Kampung » Dulu Tebang, Sekarang Tanam

Dulu Tebang, Sekarang Tanam

  • account_circle
  • calendar_month Sab, 29 Agu 2020
  • visibility 171

Cerita Warga Desa Kao Mulai Rehabilitasi Mangrove 

Selasa (28/8) sore sekira pukul pukul 16.00 WIT, dua orang ibu, Iswati Mabang (45 tahun) dan Suparni Sulan (44 tahun) menyulam kebun bibit rakyaat yang berisi  anakan mangrove yang mati. Kebun bibit mangrove ini dibangun  kelompok Green  Kai Dati desa Kao Kecamatan Kao Halmahera Utara. Dua perempuan dari 15 anggota  kelompok  ini, sehari-hari merawat  bibit  yang nanti ditanam di kawasan hutan mangrove desa Kao.

Langkah ini dilakukan karena hutan mangrove  desa ini, telah ditetapkan menjadi  Kawasan Ekosistem  Esensil (KEE) oleh Pemerintah Kabupaaten Halmahera Utara. Luas KEE ini adalah 400 hektar dengan berbagai keanekaragaman hayati  di dalamnya.  

Menarik dari cerita ini, ternyata ibu-ibu ini dulu menjadi penebang mangrove atau soki dalam bahasa local Maluku Utara, untuk kebutuhan kayu bakar. Seiring waktu karena mulai tahu dan sadar akan pentingnya peran mangrove,  kini mereka ambil peran bertanam mangrove.

Mereka harus menanam kembali, karena mangrove makin terdesak  dan  rusak akibat ulah manusia. Warga kembali sadar  ternyata mangrove yang melingkupi desa ini memberi kehidupan yang nyata  sehingga perlu dijaga dan dirawat. ”Torang so mulai paham kalau ikang abis udang  ilang itu karena pengaruh soki  yang  abis,” kata Suparni salah satu dari mereka  ditemui di kebun bibit tersebut .

Dia bilang mereka harus melakukan kerja ini untuk mengembalikan hutan mangrove yang selama ini banyak ditebang  maupun rusak akibat ulah manusia. Kelompok ini telah menyemai  20 ribu pohon mangrove.     

Dari hasil identifikasi jenis bibit mangrove yang mereka semai ada 5 jenis. Berdasarkan nama nama local seperti hutu lage, pena, ting, dao dan fika. Ragam mangrove ini ditemukan   di kawasan hutan mangrove Kao.

Gerakan ini dilakukan sudah memasuki tiga bulan   sejak ditetapkan kawasan hutan mangrove desa ini sebagai KEE.    

Mereka bilang kesadaran ini muncul setelah   menyaksikan  hamper 20 tahun terakhir   kondisi ikan, dan udang telah menipis. “Kita mulai sadar karena melihat kenyataan hari ini yang sudah berbeda dengan 15 sampe 20 tahun lalu,”katanya lagi.

Hutan mangrove yang ada di kawasan pantai Hate Jawa Kao Halmahera Utara

Desa Kao yang berada di kawasan Teluk Kao Halmahera Utara  dulu  memiliki hasil ikan dan udang melimpah. Sekarang udang juga  sulit didapat. Begitu juga  ikan teri  semakin  berkurang.  “Dari berbagai informasi yang kami peroleh, kondisi ini juga karena dampak dari semakin menipis dan berkurangnya hutan mangrove  di desa kami. Maka, mutlak mangrove harus dkembalikan,” ujar Lukman Langga ketua kelompok kebun bibit rakyat yang  membawahi  15  anggota. Selain  kelompok, saat ini warga juga membuat pembibitan mangrove secara mandiri.  

Hasil  dari hutan mengrove  yang melimpah sebelum terganggu,  juga diakui  Iswati. Dia mengungkapkan, udang laut di Kao   dulu melimpah. Sekarang sudah susah didapat.

“Dulu  tinggal falo (ambil, red) sekarang pake soma (pukat, red) juga sudah susah. Dulu orang pakai jala saja dapat udang banyak. Sekarang ini menggunakan berbagai macam jaring tetapi hasilnya sedikit. Torang berharap dengan mengembalikan mangrove  bisa mengembalikan kondisi ikan dan udang yang dulu begitu melimpah,” harapnya.

Selain udang dan ikan,  dari hutan mangrove, juga ibu- ibu menikmati hasil yang melimpah dari jenis kerang-kerangan. Ada banyak jenis bia (kerang,red) yang ada di hutan mangrove Kao ini.  Ada kurang lebih 5 jenis kerang. Ada juga beberapa jenis kepiting. Berbagai  jenis kerang ini memiliki nilai protein bagi warga bahkan bernilai ekonomis.  “Kami ambil kerang jenis popaco itu kalau ada pesanan.  Biasanya orang beli untuk  dibuat sate kerang. Itu kalau ada yang pesan,” ujar  Iswati.

Sementara soal kayu bakar. Dulu memang rajin menebang mangrove. Kini  tidak lagi  dan menggunakan alternative  dengan mengambil kayu dari hutan. Dulu katanya  lebih berpikir praktis karena mengambil kayu soki atau mangrove  lebih mudah dan dekat. Begitu juga nyalanya  sangat bagus.   

Setelah mengetahui  larangan menebang dan mengambil di kawasan hutan mangrove, akhirnya  beralih ke bahan bakar kayu jenis lain. Meski berjalan jauh ke hutan  mengambil kayu bakar tetapi harus dilakukan karena  tidak bisa lagi mengambil  mangrove untuk  kayu bakar. Tidak itu saja, saat ini sebagian besar warga Kao  telah menggunakan kompor minyak tanah untuk  memasak.

Lobang bekas galian warga mencari telut mamua

Soal potensi  di hutan mangrove  tidak hanya kayu   ikan, udang jenis kerang dan kepiting. Kawasan ini juga menyimpan berbagai jenis satwa burung dan tempat bertelurnya penyu. Data Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) di sini ada 23 jenis burung. Ada juga jenis mandar gendang dan gosong Maluku (maleo,red).

Di kawasan pantai Hate Jawa Desa Kao ini menjadi pusat bertelurnya Gosong maluku atau maleo serta penyu. Sayang hingga kini upaya perlindungan jenis ini dari eksploitasi telurnya belum  usai. Meskipun sesuai Perdes sudah mengatur  larangan pengambilan telur tetapi eksploitasi masih berjalan.

Hasil penelusuran kabarpulau.co.id/ ke lapangan menemukan pengambilan telur masih massive. Ditemukan di lapangan  ada 26 lobang galian, yang dibuat warga untuk mencari telur maleo/mamua.

Soal  adanya eksploitasi  oleh warga diakui Sekretaris Desa Kao Rahmat Salampe.     Dia bilang Perdes 03/2017 tentang lingkungan hidup yang dihasilkan  Desa Kao, sebenarnya mulai berjalan. Warga desa Kao juga perlahan mulai sadar dengan kondisi di desa ini. Persoalannya  ada warga di luar desa Kao sering masuk ke  kawasan hutan  mangrove mengambil kayu dan berbagai potensi di dalam. Mereka menggantungkan kebutuhan mereka di hutan mangrove ini. “Untuk masyarakat Kao, hadirnya Perdes dan Penetapan KEE ini memiliki dampak penting. Kesadaran mereka perlahan mulai tumbuh.  Yang kami hadapi sekarang adalah adanya intervensi dari desa tetangga yang kadang bisa memicu konflik jika ada tindakan,” ujarnya.

Dia mengaku, memang masih ada warga yang berburu dan masuk kawasan KEE ini,  tetapi ada usaha perlahan lahan memberikan penyadaran sehingga mereka bisa paham pentingnya tidak merusak mangrove dan keanekaragaman hayatinya. (*)

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Mengunjungi Mayau, Pulau Terluar Kota Ternate (1)

    • calendar_month Sen, 4 Sep 2023
    • account_circle
    • visibility 385
    • 1Komentar

    Merekam Masalah Infrastruktur hingga Layanan Dasar    Kamis (24/8/2023) lalu saya berkesempatan  mengunjungi Pulau Mayau di Kecamatan Batang Dua. Pulau ini secara adminstratif berada di wilayah pemerintahan Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. Di kecamatan ini ada dua  pulau yakni Mayau dan Tifure  dengan 6 kelurahan. Di Pulau Mayau ada 4 kelurahan.Sementara di Tifure ada dua […]

  • UU CK Digugat WALHI, Pemerintah Bersikukuh Lindungi Lingkungan Hidup

    • calendar_month Sen, 1 Sep 2025
    • account_circle
    • visibility 235
    • 0Komentar

    Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) ajukan permohonan uji materiil klaster lingkungan Undang-Undang nomor 6/2023 tentang Cipta Kerja pada  5 Juni 2025  lalu.  Mereka minta Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut 13 pasal yang lemahkan keberlanjutan dan perlindungan lingkungan hidup di Indonesia. Mulya Sarmono, kuasa hukum Walhi, menjelaskan, secara umum terdapat dua aspek yang mereka mohon. Pertama, pemaknaan ulang atau pengubahan beberapa […]

  • Tanya Izin Perusahaan, DPRD Haltim Datangi Dishut Malut

    • calendar_month Sel, 26 Jan 2021
    • account_circle
    • visibility 140
    • 0Komentar

    Rapat Komisi III dengan Dinas Kehutnan Provinsi Maluku Utara

  • Warga Gane Keluhkan jadi Langganan Banjir

    • calendar_month Sen, 13 Feb 2023
    • account_circle
    • visibility 217
    • 0Komentar

    Banjir yang pernah melanda MAffa dan Kebun Raja, foto Sahril S

  • Alihfungsi Lahan Penyebab Banjir di Halmahera Utara?

    • calendar_month Kam, 21 Jan 2021
    • account_circle
    • visibility 330
    • 0Komentar

    Aktivitas penebangan di kawasan DAS Tiabo, foto Ahsun Inayah

  • Mengangkat Kearifan Nelayan Ternate  Lewat Festival Nyao Fufu

    • calendar_month Rab, 8 Okt 2025
    • account_circle
    • visibility 109
    • 0Komentar

    Nyao fufu adalah salah satu tradisi memasak atau mengawetkan ikan yang dilakukan  warga Ternate dan Maluku Utara secara turun temurun. Kelurahan Dufa-dufa sebagai salah satu kampong/kelurahan nelayan di Kota Ternate  melestarikan tradisi nyao   fufu atau ikan asap  tidak  hanya untuk  konsumsi tetapi juga  usaha ekonomi produktif. Masyarakat di Pantai Dufa dufa juga turut menjaga dan […]

expand_less