16 Hari Anti Kekerasan Perempuan dan Anak
- account_circle Redaksi
- calendar_month 6 jam yang lalu
- visibility 17

Negara Harus Hadir Selamatkan Anak Bangsa
Lebih dari 3.000 masyarakat suarakan anti kekerasan terhadap anak dan perempuan bersama Koalisi Masyarakat Sipil dan KemenPPPA yang digelar di Jakarta Minggu (7/12/2025).
Tanda tangan dukungan dari berbagai kalangan masyarakat, anak-anak, remaja, orang tua, aktivis, hingga pegiat perlindungan anak, bersatu dalam acara bertajuk “Melangkah Bersama Lawan Kekerasan Seksual, Perkuat Kebijakan, Tingkatkan Anggaran. Kegiatan ini juga digelar dalam rangka memperingati Hari Anak Sedunia 2025 sekaligus puncak kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (HAKTP).
Dalam rilis resmi yang dikirim ke kabarpulau.co.id dijelaskan bahwa, kegiatan ini menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan bukan hanya masalah individu, melainkan isu sistemik yang membutuhkan komitmen kebijakan dan anggaran negara yang memadai. Momentum 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (25 November–10 Desember) tahun ini diperluas menjadi 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (HAKTP) menjadi sangat strategis dalam mendorong pemerintah pusat dan daerah meningkatkan alokasi anggaran pencegahan serta penanganan kekerasan seksual secara signifikan.
Dr. Ciput Eka Purwianti, Deputi Penyediaan Layanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA RI), dalam sambutannya menyatakan pemerintah telah memiliki regulasi yang kuat, termasuk UU TPKS dan Perpres 101/2022 tentang Satgas PPKS. Hanya saja tanpa anggaran yang memadai di semua tingkatan pemerintahan, implementasi kebijakan akan timpang.
“Hari ini kami bersama masyarakat sipil dan anak-anak sendiri menyuarakan satu hal: kekerasan seksual bisa dicegah jika negara hadir dengan anggaran yang cukup untuk layanan, pendidikan pencegahan, dan pemulihan korban,”katanya.
Junito Drias, Manajer Advokasi dan Pelibatan Publik Wahana Visi Indonesia, menambahkan mereka mencatat anggaran perlindungan anak nasional tahun 2025 masih di bawah 1,5% dari total belanja negara. Padahal data Simfoni PPA mencatat lebih dari 15.000 kasus kekerasan terhadap anak sepanjang 2024–2025.
“Angka ini hanya puncak gunung es. Jika kita ingin Indonesia bebas kekerasan seksual pada 2030 sesuai target SDGs 5.2 dan 16.2, maka anggaran pencegahan dan penanganan harus naik minimal 300% dalam tiga tahun ke depan. Itulah pesan utama yang kami bawa bersama anak-anak dan perempuan hari ini,” katanya.
Talkshow interaktif menghadirkan suara anak langsung. Lutfi, perwakilan anak dari Koalisi Indonesia Joining Forces, dengan tegas mengatakan di depan ribuan peserta dia tidak mau lagi jadi korban diam. “Kami ingin sekolah aman, lingkungan aman, dan negara yang melindungi kami dengan serius, bukan hanya janji,” cecarnya
Sementara itu penggiat lingkungan sekaligus perwakilan dari Plan Indonesia Adli Firlian Ilmi menambahkan perlu hadirnya pemerintah dalam kontribusi menjaga generasi muda.
“Kita akan merasa aman dalam berbagai ancaman, khususnya ancaman akan perubahan iklim yang semakin nyata dampaknya. Baik bagi kaum rentan seperti Ibu dan anak di dalamnya. Karena itu sangatlah relevan bagi pemerintah bisa mempertimbangkan kebijakan ini!”,imbuhnya.
Acara ini dimeriahkan dengan drum band anak, games edukatif tentang perlindungan diri, serta jalan sehat bersama diakhiri pelepasan balon oranye sebagai simbol harapan Indonesia bebas kekerasan seksual.
Wahana Visi Indonesia bersama KemenPPPA RI, Feminis Themis, Indonesia Joining Forces, Forum Anak Nasional, dan puluhan organisasi masyarakat sipil lainnya berkomitmen menjadikan momentum HAKTP 2025 ini sebagai titik tolak advokasi anggaran perlindungan anak dan perempuan yang lebih masif di tahun 2026.
“Langkah kita hari ini nyata menuju Indonesia Layak Anak 2030 dan eliminasi kekerasan terhadap perempuan dan anak pada 2030,” tutup Junito Drias.
- Penulis: Redaksi
