Home / Lingkungan Hidup

Minggu, 5 Maret 2023 - 11:47 WIT

PakaTiva Kumpul Kaum Muda Belajar Climate Change  

Puluhan anak muda yang tergabung dalam komunitas  aktivis lingkungan Maluku Utara akan dikumpulkan untuk diberi pemahaman menyangkut dampak perubahan iklim  (climate change,red)  yang saat ini melanda dunia. Pertemuan dalam bentuk  Kelas Camp Kaum Muda Estuaria   ini  akan dilaksanakan selama 3 hari. Mereka   akan diberi penyadaran dan pengetahuan  terkait penyelamatan  hutan tersisa di Maluku Utara.Sebagai bagian dari mitigasi perubahan iklim.

Direktur Kampanye Perubahan Iklim LSM PakaTiva  Zafira Daeng Barang  menjelaskan, kegiatan yang diinisiasi oleh PakaTiva dan didukung oleh Econusa Indonesia itu   akan dilaksanakan pada 10 hingga 12  Februari mendatang.

“Setelah mengikuti camping kaum muda, mereka akan disatukan dalam wadah kelompok kerja, dengan agenda seperti aksi bersih pantai, penanaman mangrove, serta kampanye milenial untuk perubahan iklim wilayah kepulauan dan juga berkolaborasi dengan anak muda di wilayah lain, yang didukung oleh EcoNusa,”jelas Zafira DB.

Camping kaum muda  yang melibatkan anak muda diseluruh Maluku Utara,  diharapkan dapat menghadirkan kader anak muda yang progresif dan memiliki inisiatif serta tingkat kepedulian terhadap lingkungan di daerah masing-masing bisa terbangun.

Dia bilang lagi persoalan  ekspansi modal terhadap bumi pulau pulau di Maluku  dimulai dari imperialisme dan kolonialisasi  barat sejak 1400 an hingga saat ini, dimulai dari   rempah, ekspansi modal kemudian  menyasar  minyak bumi, lalu hutan  serta hasil non kayu hingga tambang dan perkebunan skala massive. Dampaknya kemudian kehancuran  tatanan sistim ekologi,  hingga merembes pada rusaknya tatanan ekonomi, sosial hingga budaya masyarakat tempatan. Ini katanya yang mesti diberi penyadartahuan soal dampaknya  terutama adanya dampak perubahan iklim akibat adanya eksploitasi dan deforestasi hutan Ketika adanya eksploitasi hutan.

Baca Juga  Daya Dukung Halmahera Tengah Terlampaui,  Tambang Perlu Dibatasi

“Luas wilayah   23,72% (45.069,66 Km2) sebagai daratan, dan sisanya 76,28% (100.731,44 Km2) adalah lautan, dengan panjang garis pantai 3104 Km2 memiliki kerentanan terhadap terjadinya bencana.   Terutama bencana meteorologis akibat luas hutan di pulau-pulau yang semakin habis.
 ujarnya.

Dia bilang lagi berada di wilayah Tropis, Maluku Utara memiliki Luas Hutan 2.519.623,91 Ha (Profil Kehutanan Maluku Utara 2012).

Terdiri dari Hutan Konservasi ± 218.499 Ha, Hutan Lindung; ± 584.058 Ha, danHutan Produksi; ± 1.712.663 Ha. Sementara, pada kawasan  terdapat ijin pemanfaatan lahan yang terdiri dari; Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK – HA) 565.594 Ha. Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman(IUPHHK – HT) 67.684 Ha. Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK – HTR): 5.851 Ha, dan Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Pertambangan, 76.800,51 Ha. Laporan WALHI Maluku Utara  2023  misalnya menyebutkan sudah  110 ijin usaha pertambangan (IUP). Selain pertambangan dan pemanfaatan hutan kayu, Maluku Utara yang merupakan wilayah pulau-pulau kecil, terdapat pula konsesi perkebunan monokultur, yakni sawit. Karena itu  deforestasi serta degradasi lahan yang masif terjadi untuk perkebunan sawit,   juga terjadi terutama  wilayah Gane – Halmahera Selatan dengan total luasan konsesi 11.003,09 Ha. Industri perkebunan sawit milik PT. KORINDO Sempat mendapatkan penolakan warga tempatan, karena masuk wilayah perkebunan rakyat yang telah dikelola ratusan tahun. Namun perusahaan ini tetap beroperasi.  

Baca Juga  Perempuan Tobaru Kembangkan Pangan Lokal

 Ada  juga  PT. Budi Sula Intim (luas lahan 768,25 Ha) dan PT. Dede Gandasuling (luas lahan 19.808,30 Ha) serta PT. Manggala Rimba Sejahtera (luas lahan 11.404,20 Ha) yang beroperasi di Halmahera Tengah. Di Sula Kepulauan ada PT Ginangfohu Plantation (luas 8.486,72 Ha), serta beberapa perusahaan perkebunan monokultur lainnya yang berencana beroperasi mengubah bentang alam dan jenis tanaman multikultur menjadi monokultur di pulau pulau Maluku Utara.   Total luas kawasan hutan yang dilepas untuk kepentingan seluruh perusahaan sebesar 59.949,14 Ha.

Pelepasan kawasan hutan  ini tentu berdampak signifikan terhadap biodiversity di wilayah kepulauan Maluku Utara yang hanya memiliki 27,3 persen daratan dibanding lautan. Kehidupan masyarakat pulau, yang sangat bergantung pada sektor penghasilan darat kala musim laut tidak bersahabat.Realita penghancuran kawasan hutan, tentulah mengarahkan komunitasnya pada jeratan lingkaran kemiskinan mutlak. Kekeliruan  dalam kebijakan oleh pemerintah, serta penerapannya oleh pihak perusahaan, jelas membawa daerah pada kehancuran sekaligus tata sistem kuasa, kelola, produksi dan konsumsi rakyatnya. “Cerita efek dampak perubahan iklim, nyata  dan sangat berpengaruh terhadap wilayah pulau-pulau kecil di dunia, dimana Maluku Utara salah satunya. Menjadi   rentan bencana perubahan iklim, mestinya kebijakan yang diambil  tidak turut menjadi bagian yang menyumbang emisi karbon dengan pembongkaran lahan hutan seperti realita yang ada. Sebaliknya, harus menjadi garda terdepan dalam kancah global penyelamatan iklim,” tutupnya.

Share :

Baca Juga

Lingkungan Hidup

JETP Tak Boleh Abaikan Energi Terbarukan Berbasis Komunitas

Kabar Malut

Ada Apa, Kemarau tapi Hujan hingga Banjir?

Lingkungan Hidup

Kayu Besi di Hutan Halmahera yang Terancam  

Lingkungan Hidup

Gurango Haga Pilihan Wisata Bawah Laut di Sail Tidore 2022 

Lingkungan Hidup

Bencana Perubahan Iklim Terus Meningkat    

Lingkungan Hidup

Potensi Keanekaragaman Hayati TWP Pulau Rao dan Mare (2)

Kabar Kota Pulau

Menguak Kekayaan Tersembunyi dari Ternate (1)

Lingkungan Hidup

Kawasan Khusus Sofifi di Atas DAS Kritis