Breaking News
light_mode
Beranda » Kabar Kampung » Ini Cara Perkuat Kapasitas Warga Kampung

Ini Cara Perkuat Kapasitas Warga Kampung

  • account_circle
  • calendar_month Rab, 10 Agu 2022
  • visibility 148

Belajar Pemetaan  dan Perencanaan Wilayah Kelola Rakyat  

Puluhan anak muda   dari  beberapa lembaga dan pemuda kampung berkumpul di Training Centre Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)  Maluku Utara Selasa hingga Sabtu (9-13/8/2022). Mereka mengikuti Pelatihan, Pemetaan serta Perencanaan Wilayah Kelola Rakyat (WKR) dan Perlindungan  Hutan Kampung. Pelatihan  ini  digelar oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) PAKATVA Maluku Utara.   Direktur PakaTiva Maluku Utara Norsyahid Musa, Selasa (9/8/2022) menjelaskan,  kegiatan ini  melibatkan belasan anak muda yang tergabung dalam komunitas pencinta alam, Estuaria, dan beberapa perwakilan dari kampung dampingan Perkumpulan Pakativa. Kegiatan ini  bertujuan  meningkatkan sumber daya

pemetaan partisipatif berbasis komunitas dan membangun komitmen penuh untuk  menunjang inisiatif kampung dalam konteks mitigasi adaptasi krisis iklim, berupa upaya resiliensi, perlindungan, dan pemulihan, serta pemanfaatan secara berkelanjutan.  Dengan pelatihan ini kita harapkan ada eningkatan mutu dan sumber daya pemetaan, pengelolan data desa, dan perencanaan pembangunan kampung (Wilayah Kelola Rakyat),”jelasnya. Dia bilang  peningkatan pemahaman anak muda ini terkait penguatan basis data kampung  terutama tata kuasa dan tata kelola hutan dan lahan. Selain itu dengan pelatihan ini wacana pusat layanan pemetaan pesisir dan pulau kecil di Ternate yang diinsiatif oleh anak muda di Maluku Utara bisa direalisasikan. “Paling penting terbangunnya kesadaran di level kampung,  akan pentingnya pengelolaan potensi alam untuk penguatan ekonomi yang sangat bergantung pada pelestarian dan  perlindungan kawasan terutama kegiatan pemanfaatan yang padat karbon.

Mereka juga bisa memahami dalam menyusun dan merencanakan pengelolaan wilayah di desa. Melalui pelatihan ini hadir  kampiun-kampiun pemetaan di kalangan anak muda Maluku Utara dan dapat menunjang upaya-upaya mitigasi krisis iklim.  Menurutnya,  Maluku Utara memiliki luas kawasan hutan 2.515.220 Ha  (SK.302/MENHUT/II/2013), terbagi atas Hutan Konservasi ± 218.499 Ha, Hutan Lindung  ± 584.058 Ha, dan Hutan Produksi ± 1.712.663 Ha. Sementara, pada kawasan tersebut  telah terdapat izin pemanfaatan lahan yang terdiri dari 11 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil  Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK – HA) 609.119 Ha. 4 ijin Usaha Pemanfaatan Hasil  Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK – HT) seluas 59.138 Ha; 4 Izin Usaha. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK – HTR) 19.438 Ha; dan Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Pertambangan 76.800,51 Ha.

Data WALHI Maluku Utara (2022), terdapat 112 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luasan konsesi 662.403,08 Ha.  Selain itu   ada  sawit.  Karena itu memunculkan degradasi hutan yang masif  terutama  di wilayah Gane – Halmahera Selatan dengan luasan konsesi 11.003,09 Ha. Alih fungsi kawasan ini berdampak signifikan  terjadinya deforestasi dan degradasi hutan di wilayah pesisir  laut dan pulau-pulau kecil.  

“Lemahnya inisiatif kampung dalam perencanaan serta pendokumentasian secara tertulis pengelolaan wilayah merupakan tantangan  dalam upaya mendorong rekognisi wilayah kelola untuk perlindungan, pemulihan , dan pemanfaatan di level tapak.  Dalam kondisi ini  posisi desa makin rentan tergerus keputusan-keputusan politik penguasaan ruang,” jelasnya.   

Di  Desa Samo dan sekitarnya,   Gane Barat Utara pernah  dilanda banjir namun pemberian izin lokasi bagi IUPHHK HA atas nama PT. Nusa Pala Nirwana dengan total luasan ±28.892 ha akan turut meningkatkan risiko. Dengan tiadanya strategi perencanaan  pengelolaan wilayah secara berkelanjutan itulah, inisiatif kampung yang telah terbangun sebelumnya tergerus kemudian dengan masuknya investasi yang sama di atas lahan bekas konsesi PT.NPN tersebut.

Hal ini mengindikasikan bahwa pada aras makro, kebijakan pembangunan berkelanjutan  belum sepenuhnya dimplementasikan sebagaimana mestinya. Minimnya pemahaman  akan isu di level pengambil kebijakan daerah juga turut mempengaruhi tidak  terpenuhinya kaidah dalam skema pembangunan berkelanjutan yang telah dicanangkan berupa perlindungan dan pemulihan kawasan kritis dan berisiko dalam situasi krisis iklim.

Perkumpulan Pakativa menilai cara pandang pembangunan ‘bias daratan’ semacam itu  harus ditanggalkan. Sebagai wilayah pesisir laut dan pulau-pulau kecil maka paradigma  pembangunan mesti selaras dengan lokus isu di daerah seturut dengan perlu  memasukkan analisis risiko kebencanaan dan kerentanan sebuah wilayah dalam melakukan rancangan, perencanaan, dan strategi implementasi.

“Daerah tersebut sebelumnya memiliki vegetasi hutan sangat lebat dan luas yang telah dieksploitasi HPH di masa Orde Baru (mulai pada 1989), PT Barito Pasifik Timber Group dengan konsesi mencapai 38 ribu hektar lebih selama 10 tahun beroperasi hingga  berhenti pada 2000. Tentunya—usaha pemanfaatan kayu skala besar pada hutan primer oleh anak perusahaannya atas nama PT. Taiwi II Camp Samo—berkonsekuensi pada  perubahan bentang alam yang dapat berakibat banjir yang melanda perkampungan di sekitar,” katanya.  Secara akumulatif, bila kegiatan restorasi tidak dijalankan dan izin polusi terus diterbitkan di wilayah tersebut, maka dapat dipastikan sebagian besar petani dan nelayan subsisten  dari sekira 6.503 jiwa di 12 perkampungan pada wilayah seluas 501,70 Km2 di sana berisiko terdampak bencana iklim yang dapat berakibat pada terjadinya kelangkaan  pangan.

Atas dasar itu, pemahaman akan isu dan lokus di daerah serta bagaimana strategi mitigasi adaptasi perlu dirumuskan secara integratif. Semua stakeholder mesti terlibat bersama termasuk masyarakat di tingkat tapak agar dapat terbangun sinergisitas. Paling tidak inisiatif-inisiatif publik dalam konteks mendorong pembangunan berkelanjutan terbuka peluang untuk kemudian terakomodir dalam rumusan kebijakan di daerah.

Melalui kegiatan pelatihan (ToT) diharapkan beberapa keterampilan dasar dapat meningkatkan mutu dan meringankan kerja-kerja strategis ke depan.

Sementara pelatihan ini difasilitasi   dua fasilitator masing masing Zulhan A. Harahap  Akademisi FPIK Universitas Khairun Ternate dan Fahrudin Buamona (Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Maluku Utara). 

Saat memfasilitasi kegiatan di hari pertama Zulhan mengantar pemahaman peserta dengan sejarah pemetaan  di mulai dari sejarah pencarian daerah rempah oleh penjajah dengan pelayaran antar dunia yang tidak terlepas juga  dengan peta. Dengan peta,  mereka berlayar dari Eropa ke Indonesia.  Peta peta yang ada digambar secara manual. Saat bahkan pembuatan peta sudah mengunakan drone. 

“Saat ini karena sudah  menggunakan satelit orang bisa melakukan pemetaan setiap minggu,” katanya.

Dia menjelaskan,  peta yang dibuat biasanya  tergantung  kepentingan si pembuat peta.  Karena  warga  harus memiliki peta kampung sebagai peta tandingan  dari   yang dibuat berbagai pihak berdasarkan kepentingan mereka.Dia contohkan, Peta HPH jika ditampilkan tidak ada kampung, karena itu jangan langsung dipercaya, harus ditelusuri dulu. Setiap kampung  wajib  membuat peta  masing masing. Saat ini  masih banyak  desa yang belum membuat peta. Sejarah dan profil desa menjadi hal penting wajib di miliki dalam peta. “Siapa  yang terlibat dalam pembuatan  peta  juga harus bisa menguasai perkembangan teknologi  agar bisa dipakai  saat  pembuatan peta. Saat ini semua orang  sudah bisa membuat peta,”jelasnya.

Jika di kampung  wilayahnya  sudah membuat peta yang sesuai kepentingan kampung  maka bisa bermanfaat bagi warga kampung. Jika kampung tidak punya peta  maka  tidak bisa dijadikan bahan perlawanan.  Misalnya   batas wilayah ketika ada investasi atau korporasi yang masuk mencaplok wilayah kita.   Peta   tidak hanya peta saja, tapi menjadi  catatan penting  kampung. Karena itu harus tertera  sejarah kampung  dan kepemilikan tanah leluhur.  

Dalam pelatihan ini turut diperkenalkan peta digital dengan menggunakan android Alat GPS–Kamera Komputer + Program QGIS.   “Kita harus memulai dengan yang kita punya  dan memanfaatkan teknologi yang ada sehingga bisa menghasilkan peta yang bermutu dan  standar sesuai yang diinginkan. Terutama skala, sumber, legenda dan system kordinat.  

Saat ini walaupun pemerintah sudah membantu membuat peta, namun kadang posisinya salah atau tidak tepat. Jadi penting memiliki peta sendiri untuk dijadikan bahan perbandingan dengan peta pemerintah.  “Peta yang kita buat harus sesuai standar nasional yang ada. Semakin bagus peta yang kita gunakan, maka akan semakin akurat,” jelasnya. (*)  

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • KKP Walidata Informasi Geospasial Lamun dan Terumbu Karang

    • calendar_month Sel, 22 Agu 2023
    • account_circle
    • visibility 176
    • 0Komentar

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerima mandat sebagai penyelenggara atau walidata informasi geospasial tematik (IGT) lamun dan terumbu karang di Indonesia. Sebelumnya mandat tersebut diselenggarakan oleh Pusat Riset Oseanografi, BRIN (LIPI). Terumbu karang dan padang lamun adalah ekosistem yang sangat  berharga bagi kelangsungan hidup laut dan manusia. Kekayaan alam ini memberikan manfaat ekologi, ekonomi dan […]

  • Bacarita Pangan Lokal Maluku Utara

    • calendar_month Ming, 18 Okt 2020
    • account_circle
    • visibility 349
    • 0Komentar

    Catatan dari Diskusi  Bersama Stakeholder Provinsi Maluku Utara yang terdiri dari pulau-pulau ini memiliki keragaman  pangan lokal. Dari banyaknya pangan local  yang dimiliki baik sagu, ubi-ubian maupun jenis biji-bijian  memiliki sejarah panjang.  Potensi sumber daya pangan itu diikuti berbagai tradisi dan  budaya dalam menyiapkannya. Selain kekayaan pangan, Bumi Maluku Utara juga punya kekayaan yang luar […]

  • Greenpeace: Wajib Lindungi Laut 30×30 2030

    • calendar_month Jum, 24 Feb 2023
    • account_circle
    • visibility 177
    • 0Komentar

    Para aktivis Greenpeace Indonesia membentangkan spanduk bertuliskan pesan “LINDUNGI LAUT SELAMANYA” di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat,  Kamis, 23 Februari 2023. Aksi  ini sebagai bentik desakan kepada pemerintah Indonesia untuk meningkatkan komitmen melindungi lautan. Aksi ini berlangsung bersamaan dengan diselenggarakannya  perundingan untuk Perjanjian Laut Internasional atau Global Ocean Treaty di kantor Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), […]

  • KKP akan Evaluasi Izin Pemanfaatan Ruang Laut

    • calendar_month Rab, 13 Mar 2024
    • account_circle
    • visibility 237
    • 1Komentar

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan akan terus melaksanakan mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang laut sebagai bagian dari evaluasi terhadap semua perizinan pemanfaatan ruang laut yang sudah diterbitkan. Hal ini dilaksanakan guna mendorong terwujudnya tata ruang sesuai rencana tata ruang dan/atau rencana zonasi sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut […]

  • Daya Dukung Halmahera Tengah Terlampaui,  Tambang Perlu Dibatasi

    • calendar_month Kam, 29 Agu 2024
    • account_circle
    • visibility 439
    • 0Komentar

    Komunitas Fakawele: Warga Sagea Butuh Sungai dan Laut  Bersih Bukan Nikel Akhir Juli 2024, Kabupaten Halmahera Tengah mengalami banjir terparah dalam beberapa tahun terakhir. Kejadian ini  menyebabkan kerugian besar bagi warga karena akses jalan terputus, rumah terendam air, 1.726 orang mengungsi, dan menghilangkan satu nyawa. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Maluku Utara mencatat tujuh […]

  • Ekspedisi Talaga Rano Halmahera Dimulai

    • calendar_month Ming, 22 Nov 2020
    • account_circle
    • visibility 235
    • 0Komentar

    Pesan Jaga Alam, Tanam Pohon dan Peduli  Sampah     Sebuah upaya menjaga dan memperkenalkan alam untuk kaum muda dilakukan  Duta  Kreator Pecinta Alam Maluku Utara (Dekapala). Bertitel Ekspedisi Cinta Talaga Rano dan Gerakan Cinta DAS Maluku Utara, ekspedisi ini dihelat dengan beberapa agenda dan  dikerjasamakan dengan  Forum Daerah Aliran Sungai (FORDAS), Balai Pengelolaan Daerah Aliran […]

expand_less