Pulau Moor di Halmahera Tengah Mau Dierjualbelikan?
- account_circle
- calendar_month Sab, 24 Mei 2025
- visibility 674
Yusuf Haruna: Langgar Konstitusi dan Hak-hak Warga Lokal
Pulau Moor yang terletak di Wilayah Kecamatan Patani Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, merupakan pulau kecil seluas sekitar 3 km² yang saat ini dihuni sebagian petani kelapa, nelayan dan dimanfaatkan oleh masyarakat tujuh desa Patani dan sekitarnya. Rencana penjualan pulau Mour kepada pihak swasta, yaitu pengusaha yang terkait dengan Industri Weda Bay Industrial Park (IWIP), dengan fasilitasi pejabat daerah, menimbulkan polemik dan penolakan warga.
Ketua Pemuda Wailegi Yusuf Haruna dalam surat resminya ke kabarpulau.co.id/ menjelaskan kronologis rencana pembelian pulau Moor oleh pihak PT.IWIP dimulai pada 2024. Pihak IWIP mengundang para kades se kecamatan Patani dan pimpinan kecamatan yang bertempat di Tanjung Uli. Subtansi dari pertemuan itu Mr.Kevin yang diketahui sebagai petinggi IWIP menyampaikan kepada para kades dan camat berencana membeli pulau Moor untuk pengembangan pariwisata.
Kemudian pada 3 Mei 2025. Bupati Halmahera Tenga Ikram Malan Sangaji bersama Beberapa OPD terkait berkunjung di pulau Moor dengan agenda yang sama. Yakni, menyampaikan rencana Mr.Kevin membeli lahan di pulau Moor untuk pengembangan pariwisata di hadapan para kades se kecamatan Patani dan camat Patani, serta masyarakat Patani yang sempat hadir di pulau Moor.
Atas dasar ini maka Yusufe menyampaikan tanggapan hukum ini untuk menelaah aspek legalitas, perlindungan hak masyarakat, serta potensi pelanggaran konstitusional atau administratif dalam rencana jual beli tersebut.
Status Pulau dalam Sistem Hukum Indonesia
Pulau Moor tidak dapat diperjualbelikan secara langsung seperti benda privat biasa, karena status hukum tanah dan wilayah kepulauan di Indonesia diatur oleh berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain: UUD 1945 Pasal 33 ayat (3):
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Artinya, pulau dan daratan tidak dapat dijadikan objek jual beli dalam pengertian kepemilikan mutlak (absolute title) oleh perorangan atau badan usaha.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA):
Menyebut bahwa hak atas tanah (termasuk hak milik, hak guna usaha, dsb) hanya dapat diberikan atas tanah tertentu, dan hak tersebut dapat dicabut jika tidak sesuai dengan kepentingan umum.
UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil:
Pasal 23 menyatakan bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya hanya dapat diberikan dalam bentuk izin pemanfaatan, bukan jual-beli.
Pasal 26 juga mengatur perlindungan hak masyarakat lokal/adat atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kepentingan dan Hak Masyarakat Lokal
Fakta bahwa Pulau Moor selama ini dimanfaatkan oleh tujuh desa untuk usaha, dan adanya warga petani kelapa,nelayan yang tinggal serta beraktivitas di sana, menjadikan pulau ini sebagai bagian dari wilayah kelola rakyat yang secara moral, sosial, dan hukum memiliki hak atas wilayah tersebut. Hal ini mengacu pada:
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
Desa memiliki hak asal-usul dan hak lokal berskala desa, termasuk pengelolaan wilayah dan sumber daya alam secara mandiri.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012
Mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat sebagai bagian dari hak konstitusional yang dijamin oleh negara.
Dengan demikian, upaya pengambilalihan atau pengalihan hak atas Pulau Moor tanpa persetujuan dan partisipasi utuh dari masyarakat desa merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) sebagaimana dianut dalam norma hukum internasional dan nasional.
- Penulis:
