Breaking News
light_mode
Beranda » Headline » Legu Tara No Ate 2025: Kolaborasi Budaya, Edukasi  dan Kampanye Lingkungan

Legu Tara No Ate 2025: Kolaborasi Budaya, Edukasi  dan Kampanye Lingkungan

  • account_circle
  • calendar_month Kam, 4 Sep 2025
  • visibility 291

Ketua Panitia: Semua Kesiapan  Sudah Maksimal, Siap  Digelar Oktober  

Pihak  Kesultanan Ternate  akan   menyelenggarakan Festival Legu Tara No Ate 2025. Kegiatan ini rencana dilaksanakan  pada  16  hingga 18 Oktober 2025. Acara ini akan dipusatkan di Lapangan Pelabuhan Perikanan Nusantara, Kelurahan Mangga Dua, Kota Ternate.

Legu Tara No Ate 2025 ini sendiri merupakan Iven festival  budaya pertama yang terselenggara atas kerjasama  pihak kesultanan Ternate  dan warga kelurahan Mangga Dua, Toboko dan Bastiong. Acara ini  mengusung tema “Menjalin Rasa, Merawat Warisan di Tanah Leluhur”,

Ketua Panitia Festival Legu Tara No Ate 2025, Syarif Abdullah, kepada Halmaherapedia.com menjelaskan, festival ini akan menjadi ruang kolaborasi budaya, edukasi, dan kebersamaan masyarakat Ternate.    Festival ini  rencana dibuka oleh Menteri Kebudayaan, Fadly Zon, bersama Ibu Gubernur Maluku Utara, Serly Laos, sebagai penanda  dimulainya rangkaian kegiatan budaya terbesar di Maluku Utara tahun ini.

Kedaton Kesultanan Ternate,foto Opan

Dijelaskan ada beberapa agenda   utama festival.  yakni, Pawai Obor bersama ribuan warga Kota Ternate dari berbagai kalangan yang akan membawa obor berkeliling kota.  Aksi ini merupakan simbol persatuan dan doa untuk keselamatan bersama. Ada juga Ritual “Sou Gam”. Ritual ini adalah  ritual adat khas Ternate, yakni Fere Kie, Kolokie Kie, dan Ziarah Kutub, sebagai bentuk syukur kepada Sang Kuasa dan penghormatan pada leluhur.

Ada juga   Oho Ngogu Rimo merupakan  acara jamuan makam malam dengan para tamu kehormatan yang di gelar secara terbuka di kedaton kesultanan Ternate.  “Yang unik dari jamuan makan malam ini adalah terdapat  menu makanan yang disajikan berupa makanan  tradisional khas Ternate dan tidak menggunakan peralatan makan  modern namun menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan,” jelas Syarif.

Selain itu ada juga  Dapur Rempah Kie Raha  yang merupakan  kompetisi atau lomba memasak makanan khas berbahan rempah yang mengangkat kekayaan tradisi kuliner dari empat kerajaan besar di Maluku Utara, yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo (Kie Raha). Sajian kuliner berbasis rempah, menegaskan identitas  Ternate sebagai  negeri rempah dunia. Selain sarat   kegiatan pelestarian budaya dan tradisi, Legu Tara No Ate juga mengampanyekan   pentingnya menjaga dan  melestarikan lingkungan sekitar serta aksi nyata  “Gerakan Bumi Lestari”.  “Gerakan ini adalah Kampanye lingkungan untuk mendorong kesadaran akan  pentingnya menjaga bumi dari kerusakan.

Syarif Abdullah   bilang seluruh persiapan telah dilakukan secara matang, melibatkan berbagai elemen masyarakat, pemerintah daerah, hingga komunitas.  “Kami bersama tim panitia sudah bekerja keras sejak beberapa bulan terakhir untuk memastikan Festival Legu Tara No Ate 2025 berjalan sukses. Seluruh rangkaian kegiatan disusun bukan hanya sebagai hiburan, tapi juga sebagai media edukasi, spiritual, dan pelestarian warisan leluhur. Kami ingin festival ini menjadi kebanggaan masyarakat Ternate sekaligus daya tarik wisata budaya nasional,” ujar Syarif Abdullah.

Ia menambahkan, keterlibatan aktif masyarakat akan menjadi kunci suksesnya festival ini. “Mulai dari Pawai Obor hingga ritual Sou Gam, semua menghadirkan partisipasi masyarakat. Semangat kebersamaan inilah yang membuat Legu Tara No Ate berbeda dan selalu dirindukan .

Festival Legu Tara No Ate tidak hanya berfungsi sebagai perayaan budaya, tetapi juga sebagai upaya memperkuat sektor pariwisata di Maluku Utara. Dengan kombinasi ritual adat, seni pertunjukan, kuliner, hingga ruang edukasi. Festival ini diharapkan menarik ribuan pengunjung, baik dari dalam negeri maupun mancanegara.

Sultan Hidayatullah Sjah

Sementara   Sultan Ternate, Hidayatullah Sjah, dalam pernyataannya   menyampaikan  pentingnya menjaga keberlanjutan festival.  “Legu Tara No Ate adalah ikhtiar merawat warisan leluhur agar tetap hidup dan relevan dengan zaman. Ini momentum   memperkuat persaudaraan, mempererat silaturrahmi dan memupuk kebersamaan kita semua khususnya masyarakat Moloku Kieraha. Festival ini menjadi ruang generasi muda untuk belajar, berbangga, sekaligus menjaga identitas budaya kita,” ujarnya.

Sultan yang juga  sebagai anggota DPD RI itu, mengajak  seluruh masyarakat  berpartisipasi aktif dan ambil bagian  dalam   festival ini. Dikatakan   kegiatan ini  milik warga Maluku KieRaha yang menjadi cermin kekayaan budaya daerah yang harus terus  dilestarikan dan kembangkan.  “Legu Tara No Ate bukan hanya wadah  pelestarian seni dan tradisi, tetapi juga momentum  memperkuat persaudaraan, mempererat  jati diri Moloku Kieraha, serta menginspirasi generasi muda agar bangga pada warisan leluhur,” tutup Sultan.(*)

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Di Ekspedisi Maluku Warga Suma Makean Dapat Layanan Kesehatan dan Saprodi

    • calendar_month Sen, 2 Nov 2020
    • account_circle
    • visibility 136
    • 0Komentar

    pelayanan kesehatan gratis oleh yayasan EcoNusa di Samusa Makean

  • Akibat Tambang Nikel, Pesisir dan Sawah di Halmahera Timur Tercemar

    Akibat Tambang Nikel, Pesisir dan Sawah di Halmahera Timur Tercemar

    • calendar_month 12 jam yang lalu
    • account_circle Redaksi
    • visibility 21
    • 0Komentar
  • Indonesia Mencari Pemimpin Pro Lingkungan

    • calendar_month Jum, 27 Okt 2023
    • account_circle
    • visibility 181
    • 1Komentar

    Kepastian capres dan cawapres yang akan bertanding di pilpres 2024 memunculkan satu pertanyaan penting. Apakah para kontestan memiliki kepedulian tinggi terhadap masalah lingkungan? Krisis iklim yang sedang terjadi dan menjadi permasalahan semua negara termasuk Indonesia membutuhkan komitmen besama untuk menanganinya. Indonesia juga sudah berkomitmen untuk menahan laju pemanasan global, dengan mengedepankan pembangunan rendah karbon yang […]

  • Cerita Miris Warga Pulau Terluar Kota Ternate (2) Habis

    • calendar_month Ming, 10 Sep 2023
    • account_circle
    • visibility 320
    • 1Komentar

    Dari Ibu Hamil Melahirkan di Perjalanan hingga Menelpon Harus Jalan 9 Kilometer    Terlalu banyak yang mesti direkam dari perjalanan jurnalistik 4 hari di Pulau Mayau Kecamatan Batang Dua akhir Agustus 2023 lalu. “Sebagai kecamatan yang berada di pulau terluar memiliki banyak masalah. Soal air, jalan sarana komunikasi sarana kesehatan dan banyak lagi,” kata Plt […]

  • Buat Minyak Kelapa Kampong, Lawan Ketergantungan

    • calendar_month Sel, 29 Sep 2020
    • account_circle
    • visibility 238
    • 0Komentar

    Cerita Usaha Ibu- ibu dari  Samo Halmahera Selatan Pagi  di awal Agutus  lalu itu  masih gelap. Bulu kuduk juga belum kelihatan. Ketika melihat catatan waktu di hand phone  baru menunjukan pukul 5.40 WIT.  Meski masih pagi buta puluhan ibu  asal desa Samo Kecamatan Gane Barat Utara Halmahera Selatan itu sudah rame  di  belakang rumah ibu Jena […]

  • Ekonomi dan SDA Morotai Berbasis Lingkungan akan Dibedah Bersama

    Ekonomi dan SDA Morotai Berbasis Lingkungan akan Dibedah Bersama

    • calendar_month Ming, 15 Jul 2018
    • account_circle
    • visibility 131
    • 0Komentar

    Untuk menggagas model pembangunan ekonomi dan pengelolaan sumberdaya alam secara partisipatif  dan berbasis lingkungan, diperlukan semua pihak duduk bersama..  Dalam  upaya itu,  direncanakan  akan  digelar kegiatan  bertajuk Sarasehan dan Rembuk Rakyat Morotai yang rencana  dilaksanakan 18 hingga  9 Agustus 2018  mendatang di public space Taman Kota Daruba Morotai. Kegiatan yang  rencana dilaksanakan selama 2 hari […]

expand_less