Breaking News
light_mode
Beranda » Kabar Kampung » Suara Lirih Petani Kakao Pulau Bacan

Suara Lirih Petani Kakao Pulau Bacan

  • account_circle
  • calendar_month Kam, 9 Nov 2023
  • visibility 242

Busuk Buah Bertahun-Tahun, Tak Digubris Pemerintah?

Hari sudah agak siang Rabu (31/10/2023). Meski begitu di bawah perkebunan kakao yang ditumpangsarikan kelapa dan pala berjarak kurang lebih satu kilometer dari Panamboang Bacan Selatan Pulau Bacan itu terasa sejuk.    

Jarum jam menujukan sekira pukul 11.20 WIT. Saif Bakar (49) sibuk mengumpulkan satu per satu buah kakao matang yang telah dijolok dari pohonnya selama dua hari berturut turut.

Buah kakao yang berserakan di bawah pohon setelah  pemanen, dikumpulkan satu per satu ke dalam saloi (keranjang yang dianyam dari bamboo dan rotan dan biasa dipakai ibu ibu petani di Malut saat ke kebun,red).

Selanjutnya ditumpuk di satu  tempat. Tujuannya ketika mereka akan  membelah buah dan mengambil biji coklat,  semua  terkumpul di satu tempat.

Teryata kakao yang dikumpulkan hari itu tidak semua bisa diambil. Buah matang berwarna kuning itu ada yang bijinya keras.   “Ada juga buah yang isinya keras sehingga sulit diambil. Dari buah yang telah dipanen ini, sekira 40 persennya alami busuk buah. Meski dari tekstur kulit buahnya terlihat mulus saat dibelah biji biji kakao itu mengeras,” kata Saif.

Panen kali ini memang bukan musim besar seperti setahun lalu. Tetapi buahnya masih lumayan banyak. Hanya saja karena busuk buah, diperkirakan seperempat  dari buah yang dipanen rusak atau tidak bisa diambil hasilnya.

Buah kakao yag dikumpul satu tempat sebelum dibelah diambil bijinya,foto M Ichi

“Yang keras sudah pasti dibuang. Hasil panen  ini kalau  tidak alami penyakit busuk buah, bisa 70 sampai 100 kilogram,” katanya. Namun karena ada busuk buah. Hasilnya hanya sekira 50 sampai 60 kilogram.

Buah kakao yang alami penyakit busuk buah ini dikenal dengan (Phytophthora palmivora). Di mana tanda tandanya diawali dengan munculnya bercak kecil pada buah, sekitar dua hari setelah infeksi. Bercak berwarna cokelat, kemudian berubah menjadi kehitaman dan meluas dengan cepat sampai seluruh buah tertutupi. Penyakit busuk buah ini berlangsung sudah cukup lama  25 tahun ini tetapi belum pernah  dilakukan apa pun dari pemerintah dengan memberi solusi dari masalah ini.

“Memang so (sudah,red) dari dulu tetapi torang (kami,red) tidak pernah dengar ada upaya untuk berantas penyakit ini. Terutama  dari pemerintah kasih obat atau pestisida atau ada penyuluhan begitu,” kata Saif.

Karena itu  dia  berharap jika pemerintah mau membantu petani bisa mengupayakan pemberantasan penyakit ini sehingga kehidupan petani bisa lebih baik. Pasalnya  hasil panen  akan meningkat. “Sekarang ini setiap panen hamper setengeh dari buah kakao dibuang percuma,” keluhnya.    

Sekadar diketahui di era 80-an hingga akhir 1990-an, Halmahera bagian selatan, Bacan, Mandioli dan beberapa pulau sekitarnya (Kabupaten Halmahera Selatan sekarang,red) menjadi sentra produksi kakao atau coklat.

Penyakit busuk buah yang menyerang kakao. Buah yang belum matang sudah mengering, foto M Ichi

Bahkan  sampai saat ini di beberapa daerah seperti di Pulau Bacan masih tetap bertahan memproduksi biji kakao. Para petani terus menanam dan memanen  hasil kakao meski produksinya menurun.

Biji kakao yang diolah sebagai berbagai campuran minuman dan kue itu, kondisinya tidak baik baik saja. Serangan penyakit kakao sudah berlangsung lama tetapi petani tetap bertahan dengan produksi yang makin parah tersebut. Busuk buah  sejak akhir tahun 1990an hingga kini belum juga bisa diatasi.    

Laporan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku Utara Tahun 2017 menunjukan produktivitas perkebunan kakao rakyat Provinsi Maluku Utara mencapai 730 kg/ha/tahun  Produktivitas tersebut masih berada di bawah rata-rata nasional dan potensinya sebesar 1.300-2.000 kg/ha/tahun. Perkebunan kakao di Maluku Utara dengan luas 34.656 ha belum dikelolah secara optimal. Dari jumlah luasan tersebut terdapat 4.065 ha tanaman tua/rusak.

Permasalahan utama budidaya tanaman kakao di   Bacan adalah tingginya intensitas serangan hama dan penyakit terutama busuk buah kakao yang disebabkan jamur Phytopthora palmivora dan Hama penggerek buah kakao/PBK (Conopomorpha cramerella) karena tidak dilakukannya perawatan dan pemeliharaan tanaman.   

Inovasi teknologi perbaikan budidaya tanaman kakao yang diintroduksi (sanitasi, pemangkasan, pengelolaan tanaman peneduh, pemupukan, dan kombinasi pengendalian hama penyakit dengan cara hayati dan kimia) dapat menurunkan intensitas serangan penyakit busuk buah kakao dan hama penggerek buah kakao.

Kondisi buah kakao yang terbilang sehat foto M Ichi

Selain itu pertumbuhan tanaman kakao lebih sehat, dan panen buah kakao berkisar 2,5-2,7 buah per pohon atau rata-rata menghasilkan 24,5 biji per buah. Setahun sesudah pelaksanaan penerapan teknologi budidaya kakao, tanaman menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik.

Kegiatan perbaikan teknologi budidaya dengan komponen utama yang meliputi sanitasi tanaman kakao, pemberian pupuk secara berimbang, dan pengendalian

Hama penyakit, telah mampu membuat tanaman berproduksi lebih baik. Kondisi yang relatif baik tersebut disebabkan terawatnya kebun dan tanaman kakao dari berbagai macam gulma yang berdaun lebar, berdaun sempit, dan merayap/menjalar.(*)

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Morotai Dijadikan Rute Pelayaran Nasional

    • calendar_month Jum, 19 Agu 2016
    • account_circle
    • visibility 180
    • 0Komentar

    DARUBA— Direktur SDM dan Umum PT. Pelayaran Nasional Indonesia Detep Purwa Saputera  baru-baru ini berkunjung ke Daruba Kabupaten Pulau Morotai. Kedatangan mereka disambut Pemkab Pulau Morotai  pihak Lanal Morotai dan Dishub Pulau Morotai  di ruang Kadis Pariwisata dan Kebudayaan. Kedatangan mereka dalam rangka survei ekspedisi Pelayaran Nasional Indonesia ke Morotai, karena Morotai akan dijadikan sebagai rute […]

  • Ocean Eye akan Diuji Coba di Morotai

    • calendar_month Ming, 11 Okt 2020
    • account_circle
    • visibility 193
    • 0Komentar

    Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Morotai foto/Mahmud Ichi/kabarpulau

  • Ekspor Cengkih Tidore ke Eropa, Dasar Hari Rempah Nasional

    • calendar_month Sab, 12 Des 2020
    • account_circle
    • visibility 292
    • 0Komentar

    Negeri Moloku Kie Raha sebagai pusat rempah tidak diragukan lagi.Gugusan pulau-pulau di negeri para sultan ini memiliki tanaman khas cengkih dan pala sejak abad ke 16 sampai saat ini. Karena itu juga penetapan Hari Rempah Nasional  (HRN) yang jatuh pada 11 Desember lalu juga berdasarkan  ekspor  cengkih Tidore ke Eropa  sebanya 27,3 ton yang dilakukan  […]

  • Tambang di Pulau Kecil, Langgar Undang-undang Tapi Aman Saja

    • calendar_month Sab, 7 Jun 2025
    • account_circle
    • visibility 1.417
    • 0Komentar

    Jumlah  pulau di Maluku Utara (Malut) berdasarkan data Pemerintah Provinsi Maluku Utara  ada 805 pulau. Dari jumlah itu, hanya  Halmahera, Obi, Taliabu dan Morotai masuk kategori pulau sedang. Selebihnya pulau kecil yang luasnya tidak lebih dari 2000 hektar. Pulau sebanyak itu, 82 diantaranya berpenghuni dan sebagian besar tidak berpenghuni. Terutama pulau kecil dan sangat kecil. […]

  • Faisal Ratuela Pimpin WALHI Maluku Utara

    • calendar_month Kam, 24 Mar 2022
    • account_circle
    • visibility 198
    • 1Komentar

    Faisal Ratueala (Kaus Hitam) Berdiri Paling Kanan menggelar foto bersama Ketua Dewan Nasional dan Direktur Eksekutif serta para kader dan anggota lembaga WALHI Maluku Utara

  • Seriusnya Siswa SD Belajar Buat  Eco Enzyme

    • calendar_month Jum, 17 Mar 2023
    • account_circle
    • visibility 128
    • 0Komentar

    Sebanyak 30 siswa Kelas 6 SD Negeri 10 Kota Ternate didampingi Kepala sekolahnya mengunjungi Sanggar Eco Enzyme.  Kunjungan mereka ini untuk belajar   membuat larutan eco enzyme untuk mengisi praktikum. “Karena mereka akan menghadapi Ujian, praktek pembuatan Eco Enzyme  ini bagian dari ujian praktikum, ” jelas, Rohani Hutumoy Kepala Sekolah SD Negeri 10 Ternate Kamis (16/3/2023). […]

expand_less