Breaking News
light_mode
Beranda » Opini » Titik Nol Jalur Rempah Dunia:(1)

Titik Nol Jalur Rempah Dunia:(1)

  • account_circle
  • calendar_month Sel, 11 Jul 2023
  • visibility 309

Dari Komoditas, Identitas dan Peradaban, hingga Geopolitik (Connecting Histories and Future)

Oleh: Syaiful Bahri Ruray

“There is no present or future, only the past, happening over and over again-now” (Eugene O’Neill)

Indonesia yang kita diami dewasa ini adalah kelanjutan dari Nusantara yang banyak dicatat dalam berbagai dokumen lawas dunia. Kepulauan Nusantara sendiri adalah gugusan kepulauan terbesar dan terpenting di dunia dan gugusan pantai-pantai di dekatnya.

Nusantara adalah sebuah negeri dimana persimpangan maritim dan kebudayaan terbesar terjadi bersamaan, dari kelahirannya sesudah berakhirnya zaman es hingga sekarang. Nusantara sendiri bermakna ‘pulau-pulau di antara’ sebagai pemberian Majapahit terhadap kawasan Asia Tenggara, karena di kawasan ini terjadi interkoneksi jalur yang menghubungkan Asia Timur dengan India, dunia Arab-Persia, Eropa hingga pantai timur Afrika.

Nusantara mungkin hanya dapat dibandingkan dengan Mediterania, sebagaimana yang  diimajinasikan oleh sejarawan Fernand Braudel sebagai titik sentral pergulatan sejarah dunia tersebut. Karena kawasan sentral tersebut telah menghubungkan Eropa, Asia, Afrika dan Amerika hingga Pasifik, melalui jalur perdagangan dan arus migrasi manusia yang telah berlangsung berabad-abad silam. Adapun penduduk nusantara bisa ditelusuri jauh kebelakang hingga periode Austronesia dimana berawalnya migrasi manusia.

Sebagaimana catatan Peter Belwood tentang 4 kali migrasi Out of Africa, hingga teori Out of Taiwan, sebagai asal muasal penduduk Austronesia yang mendiami kawasan yang kemudian dikenal sebagai nusantara yang oleh Bellwood disebutnya sebagai Indo-Malaysian Archipelago. Lembaga Eijkman juga membenarkan melalui risetnya tentang DNA penduduk awal nusantara, menemukan bahwa teori Out of Africa sebagai migrasi awal manusia nusantara, yang ditemukan pada penduduk Papua dan Alor, sebagai pemilik DNA tertua penduduk Indonesia.1

Sedangkan tentang peradaban, adalah Arisyo Santos, seorang ilmuan fisika nuklir dan ahli geologi Brazil yang selama 29 tahun melakukan risetnya, dan menyatakan bahwa peradaban Atlantik yang hilang, justeru berada di nusantara pada kawasan yang disebut Sunda Land   Tataran Sunda tersebut diidentifikasi Santos terletak di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Bunei. Bahkan Santos menyatakan bahwa Indonesia adalah lokasi Eden (Atlantis) yang sesungguhnya. Hal yang relatif sama yang ditulis Dr. Stephen Oppenheimer, seorang dokter Inggris yang meneliti tentang malaria, namun menemukan bahkan eden yang hilang, ternnyata terletak di timur yakni nusantara tempat dimana awal peradaban yang selama ini diakui berasal dari Mesir, Mediterania dan Mesopotamia, ternyata berada di Paparan Sahul atau Nusantara di Asia Tenggara. 

Adapun kisah Atlantis sendiri, telah ada dalam karya Plato (427-347 SM), tentang Timaeus dan Critias yang ditulisnya pada 360 SM. Khususnya di Maluku Utara, Bellwood juga mencatat dalam riset arkeologisnya tentang peradaban yang berusia sekitar 40,000 tahun melalui temuan gerabah di Halmahera, Ceruk Uattamdi Pulau Kayoa, Morotai dan Gebe pada tahun 1989 hingga 1996. Artefak kuno ini membuktikan peradaban telah ada di kawasan Maluku Utara sejak lama yakni 1300 SM hingga 2000 tahun lalu. 4 Pada catatan lama Mpu Prapanca, dalam karyanya Negarakertagama (1365), juga telah menyebut kata Moloku. Kawasan Kepulauan Maluku kemudian diketahui telah didatangi manusia sejak awal sejarah nusantara karena menjadi tujuan pencarian rempah Nusantara seperti cengkih dan pala, sejak awal peradaban manusia.

Gaius Plinius Secundus (Pliny the Elder, 23-79 AD), seorang panglima armada dan filsuf abad awal Romawi, yang menulis Naturalis Historia (1469), menyebutkan bahwa rempah nusantara  telah digunakan sejak era Yunani kuno. Gaius adalah penulis ensiklopedia pertama dalam sejarah manusia ini, merujuk catatannya pada naskah-naskah Yunani kuno. Pada naskah Sanskrit kuno lainnya, Ramayana yang ditulis pada 200 SM, juga telah menyebut cengkih Maluku Utara, yang melintasi Mesir, China, India hingga Mesopotamia. Sedangkan China tercatat sejak era Confucius (551-479 SM), telah mengenal rempah nusantara, terutama cengkih, pala dan jahe.

Sebuah riset dan ekskavasi arkeologis yang dilakukan oleh Prof. Giorgio Buccelati (1983) di situs Terqa di tengah Eufrat, Suriah sekarang, telah menemukan artefak cengkih dari periode Mesopotamia (1700 SM).5 Rekan Buccelati, seorang ahli paleo botani, Kathleen Galvin, memastikan bahwa temuan itu adalah cengkih dari Maluku Utara.    Mesopotamia sendiri adalah kawasan peradaban Babylonia, yang disebut sebagai induk peradaban dunia, telah mengenal cengkih melalui jalur rempah yang menembus hingga istana Ratu Sheba. Ratu Sheba (Ratu Bilqiz) mempersembahan rempah kepada King of Solomon pada periode 992 SM.

Disebutkan Ratu Sheba menyerahkan batu permata, emas, dan rempah kepada King of Solomon sebanyak 3,000 pounds.6 Ramses II, Fir’aun ketiga dari Dinasti ke-19 di Mesir, yang disebut sebagai salah satu penguasa terbesar dan paling terkenal, yang hidup sampai usia 96 tahun selama 60 tahun masa kekuasaanya (1279-1213 SM), pada 1821 dilakukan eksplorasi dan ekskavasi di Lembah Para Raja (Luxor), namun pada 1881 barulah ditemukan mumi Ramses II tersebut. Pada tahun 1975, Maurice Bucaille, seorang dokter Perancis memeriksa jenazah Ramses II dan ditemukan rempah nusantara pada mumifikasi jasadnya, setelah diteliti di Museum Etnologi Paris pada 1976.

Bucaille juga menemukan sisa kadar garam Laut Merah pada paru-paru Ramses II, dan menyebutkan bahwa ia meninggal karena tenggelam di laut. Halmana kemudian dikaitkan dengan kisah Moses (Musa AS), baik dalam Taurat maupun Al-Qur’an yang membelah Laut Merah ketika dikejar Fir’aun dan pasukannya. Joanna Hall Brierly dalam Spices: The Story of Indonesia’s Spice Trade (1994) mencatat nilai pala dan cengkih Maluku demikian tinggi senilai emas. In the 14th century, the price of nutmeg in Europe was still extremely high. The price of 1 pound (0.45 kilograms) of nutmeg was said to be equivalent to seven fat cattle, kata Brierly.

Perdagangan rempah sangat bernilai tinggi sebagaimana nilai emas dan berlian. Rempah Maluku Utara, telah dikenal diperdagangkan pada era Alexander the Great (Iskandar Dzulkarnain), ketika ia menaklukkan pusat perdagangan rempah East and West di kota Tyre, sebuah pusat perdagangan Yunani pada 332 SM. Tahun yang sama Alexander the Great juga menaklukkan Alexandria (Iskandariah), Mesir, sebagai kota utama perdagangan rempah dari Timur (Orient) dan kawasan Mediterania. Adapun selama Perang Salib (1096-1291 M), Kota Pelabuhan Venesia lah yang menjadi pusat perdagangan rempah nusantara untuk kawasan Mediterania. Brierly malah dengan berani menyatakan bahwa renaissans Eropa terjadi karena persentuhan perdagangan di Venesia ini.

Hingga jatuhnya ibukota   Byzantium (Romawi Timur) Konstantinopel pada 1453 ke tangan Ottoman, menyebabkan Eropa kehilangan mata rantai perdagangan dan distribusi rempah nusantara. Hal inilah yang menyebabkan Bangsa Eropa mulai mencari jalur sendiri ke kepulauan rempah (spice islands). Brierly menyebut: “clove were native to only five islands in Moluccas: the rival sultanates of Ternate and Tidore as well as Motir, Makian (Machian), and Batjan (Bachian), all lying off western coast of the giant Halmahera (once known as Gilolo) in the northern Moluccas. These were original Moluccas. Later, the name also included the nutmeg and mace islands of Banda to the south, of which Neira, Lontar, and Ai were centers. ” Adapun penemuan arkeologis cengkih pada situs Terqa yang diekskavasi oleh Prof. Buccelati, di kawasan Babylonia tersebut adalah sebuah kawasan pemukiman kelas menengah, di mana di dapurnya ditemukan artefak cengkih pada mangkok porselen kuno yang berusia 1700 SM.

Halmana menandai bahwa perjalanan rempah nusantara berawal dari Maluku Utara, telah menembus pusat-pusat peradaban dunia masa lampau dalam lintasan jarak waktu yang sedemikian panjang. Perjalanan rempah ini, menggunakan kapal-kapal pada jalur laut dan darat, menurut Jack Turner (2004). Euforia perdagangan rempah yang terjadi pada abad ke 16, adalah kelanjutan dari ribuan tahun sejarah perjalanan  rempah Maluku Utara, dimana para pedagang Arab telah memperdagangkan pala (nutmeg), fuli (mace), dan cengkih (cloves) yang kesemuanya diangkut dari Maluku Utara, kata Jack Turner.

Perjalanan ini menembus Pantai Malabar, India, lalu dikapalkan lagi menuju Teluk Persia dan lembah sungai Eufrat di Mesopotamia, sebagaimana yang ditemukan kemudian oleh arekolog Buccelati di atas. Tidak mengherankan jika nilai tinggi rempah Maluku ini, telah menyebabkan banyak penjelajah mencari rute untuk menemukan Maluku Utara.

Giles Milton dalam Nathaniel Nutmeg (1999) menyebutkan penjelajah Inggris Sir Hugh Willoughby dan para kru kapalnya, hingga mati beku di Kutub Utara pada 1553, ketika mencari rute ke Kepulauan Maluku Utara. Bandar terkaya pada abad pertengahan pun tercipta karena jalur rempah ini. Kata sejarawan Prof. Susanto Zuhdi, pertarungan memperebutkan Bandar terkaya Malaka, yang ditaklukkan Portugis (1511), adalah contohnya. Karena Malaka merupakan pelabuhan hub atau transito terkemuka dan terkaya di belahan Timur, yang mengumpul semua rempah nusantara, terutama Maluku Utara, sebelum menuju tujuan manca negara. Hanya berselang tiga bulan setelah jatuhnya Bandar Malaka, pelaut Portugis Antonio de’Abreau dan Fransisco Serrao, telah tiba di Ternate. Bahkan menurut Kenneth Hall (2010) dalam A History of Early Southeast Asia: Maritime Trade and Societal Development 100-1500, menyatakan bahwa 9 perdagangan telah berlangsung jauh sebelum datangnya bangsa Barat. Telah ada trade (emporium) sebelum terbentuknya state (imperium).

Roderich Ptak (1992) dalam China and the Trade in Cloves, Circa 960- 1435, dan The Northern Trade Route to the Spices Islands: South China Sea – Sulu Zone – North Moluccas (14th to Early 16th Century), menjelaskan jalur rempah dari Ternate, Tidore, Makian, Bacan, Moti dan Ambon melalui jalur utara Laut Sulu, dan jalur selatan melalui Laut Jawa, Natuna Utara menuju Asia Timur.

China sendiri, disebut telah melakukan perdagangan ke Maluku Utara sejak periode Dinasti Han (206 SM-220 M), dimana kata cengkih sendiri berasal dari bahasa China tkeng-his (scented nails, tumbuhan paku), karena setiap orang diwajibkan mengunyah cengkih sebelum bertemu Kaisar Han. Miller (1969) juga mencatat epos Ramayana yang telah menyebut tentang cengkih sejak 200 SM. (bersambung)

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Titik Nol Jalur Rempah adalah Soal Geopolitik (3)

    • calendar_month Jum, 28 Jul 2023
    • account_circle
    • visibility 249
    • 1Komentar

    Untuk menentukan Titik Nol Rempah, bukan lagi sekedar soal romantisme sejarah masa lalu, namun ia adalah soal identitas, nasionalisme, dan soal geopolitik global, untuk menentukan pada titik manakah Indonesia harus memainkan peranannya dalam percaturan global dewasa ini. Jika menoleh apa yang dilakukan China sepeninggalnya Mao Tze Tung, Deng Xiao Ping telah berani mengangkat identitas masa […]

  • Maluku Utara Kaya Rempah, Minim Pangan Fungsional

    • calendar_month Rab, 12 Agu 2020
    • account_circle
    • visibility 436
    • 0Komentar

    Maluku Utara yang terhampar pulau-pulaunya,memiliki kekayaan pangan local dan rempah  Terutama  pala dan cengkih. Kekayaan ini bahkan tercatat dalam sejarah sebagai barang buruan bangsa Eropa di masa lalu.  Sejarawan Maluku Utara (alm) M Adnan Amal Tomagola dalam risetnya berjudul Portugis dan Spanyol di Maluku (2009) mengupas tentang kehadiran dua bangsa ini  berebut rempah. Mereka  datang […]

  • Gempa dengan Magnitudo 7,0 Terasa hingga Morotai

    • calendar_month Jum, 22 Jan 2021
    • account_circle
    • visibility 157
    • 0Komentar

    Basirun (36) warga Daruba Morotai dihubungi kabarpulau.co.id/ dari Ternate Kamis (21/1) pukul 23.00 WIT  mengaku, peristiwa gempa yang berpusat di  Kota Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud sangat terasa di  Pulau  Morotai Provinsi Maluku Utara. Dia mengaku  karena kuatnya gempa itu turut membuat panic warga. “Sangat terasa goyangan gempa malam ini. Memang pusat gempa di Talaud tetapi […]

  • Aksi Hari Tani, Desak Wujudkan Reforma Agraria

    • calendar_month Sel, 26 Sep 2023
    • account_circle
    • visibility 172
    • 1Komentar

    Peringatan Hari Tani yang diperingati setiap  24 September  diperingati juga oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Maluku Utara bersama sejumlah organisasi gerakan mahasiswa  di Maluku Utara. Perayaan Hari Tani 2023 yang bertepatan dengan 63 tahun kelahiran UU Nomor 5/1960 tentang Undang–undang pokok Agraria (UUPA) itu, para aktivis turut menyuarakan  berbagai ketimpangan terkait persoalan agraria di daerah […]

  • Ekspedisi Maluku dan Festival Kampung Pulau

    • calendar_month Sab, 24 Okt 2020
    • account_circle
    • visibility 174
    • 0Komentar

    Kapal Kurabesi Explorer

  • Sagu, Pangan Lokal dan Identitas Warga Sagea (2)

    • calendar_month Ming, 7 Jan 2024
    • account_circle
    • visibility 547
    • 0Komentar

    Terjualnya kebun sagu ikut memunculkan kekuatiran luar biasa terkait nasib pangan warga Sagea Weda Utara Halmahera Tengah Maluku Utara  di masa depan. Saat ini pangan lokal seperti pisang, singkong dan keladi saja hamper semua didatangkan dari luar daerah. Karena itu jika lahan sagu yang sudah terjual digusur perusahaan, pupuslah harapan warga setempat bisa mendapatkan sagu […]

expand_less