Nestapa Orang Obi di Atas Kekayaan Alam Berlimpah
- account_circle
- calendar_month Ming, 1 Jun 2025
- visibility 1.329
Hutan dan Bumi Dikuras, Jalan Keliling Pulau pun Tak Punya
Perjalanan menuju Obi awal Mei 2025 lalu lumayan melelahkan. Setelah semalam atau kurang lebih 7 jam perjalanan dengan kapal laut dari Ternate, sekira pukul 06.30 WIT, kapal lego sauh di pelabuhan Kupal Pulau Bacan Halmahera Selatan Maluku Utara. Etape pertama perjalanan telah dilewati, sekaligus menandai dimulainya perjalanan menuju Pulau- pulau Obi.
Di sini hamper 3 jam kapal bersandar, menurunkan penumpang beserta barang bawaan. Sementara yang lain masih harus meneruskan perjalanan menuju Obi tiga jam berikutnya atau sekira pukul 9.30 WIT. Saat di Pelabuhan Kupal jika memandang ke selatan, dari kejauhan terlihat gugusan pulau Obi. Paling depan ada Pulau Bisa yang dipisahkan selat Obi. Di sini pintu pertama masuk Obi, tepatnya di Jojame.
Untuk sampai di ini menempuh waktu perjalanan hamper 3,5 jam. Artinya perjalanan mulai memasuki jazirah Kepulauan Obi. Selanjutnya menyinggahi beberapa pelabuhan berikutnya, yakni Jikotamo dan Pelabuhan Kawasi yang merupakan pusat industry nikel dimiliki PT Harita dan groupnya.
Di Pelabuhan Kawasi penumpang yang mau melanjutkan perjalanan ke kampung- kampung di bagian selatan Obi, harus bermalam di atas kapal. Hal ini karena kapal tidak akan melanjutkan perjalanan ke kampung kampung lainnya malam itu. Sementara kapal yang bermalam di pelabuhan Kawasi, paginya balik lagi ke Laiwui dan esok harinya menuju ke Ternate.
Untuk penumpang yang melanjutkan perjalanan ke Obi Selatan dan Pulau Gamumu menunggu esok paginya ada perahu bermotor yang oleh warga lokal menyebutnya ojek laut mengantar menuju kampung-kampung pesisir seperti Soligi, Wayaloar, Oci, Fluk, Woi, Bobo hingga kampung- kampung di bagian timur Obi. Ini jika pilihan menumpang kapal yang hanya memiliki trayek terakhir sampai ke Kawasi. Ada juga pilihan kapal lain yang langsung ke kampung- kampung di selatan hingga ke Timur pulau Obi yang tentu butuh waktu yang lumayan lama. Tidak itu saja trayeknya ada di waktu- waktu tertentu. Memang ada banyak pilihan transportasi. Bahkan dari Manado- Obi – Ambon. Sementara dari Bacan misalnya, bisa menyewa speed boat langsung ke kawasan Obi tetapi biayanya perlu merogoh kocek lebih dalam. Ambil contoh dari Bacan ke Ke Kawasi atau sebaliknya yang butuh waktu perjalanan empat jam anda harus merogoh kocek Rp350 ribu. Belum melanjutkan perjalanan ke desa desa lebih ke selatan.
Perjalanan dari Ternate sampai ke Obi membutukan waktu hamper dua hari dua malam, akhirnya sampai Wayaloar ibu kota kecamatan Obi Selatan menggunakan ojek laut hamper 2 jam dari Kawasi. Akses itu begitu melelahkan karena di Pulau Obi tidak memiliki jalan keliling pulau yang bisa menghubungkan antar desa. Jalan hanya ada ada di pusat ibu kota Kecamatan Obi induk di Laiwui yang menghubungkan beberapa desa di bagian utara.
Di Obi juga ternyata dikelilingi cukup banyak pulau kecil. Pulau- pulau itu adalah, Pulau Bisa, Pulau Malamala, Pulau Obilatu, Pulau Gomumu, Pulau Pasir Raja, Pulau Tapat, Pulau Belang- belang, Pulau Tobalai, Pulau Latu, Pulau Woka, dan Pulau Tomini. Obi adalah pulau terbesar di gugusan kepulauan di selatan Halmahera itu. Dari pulau yang ada, dua diantaranya diekspolitasi massive untuk tambang nikel.Perjalanan dari Jikotamo ke Kawasi kapal melewati pulau Mala-mala yang dieksploitasi habis nikel dikandungnya.

Nyiur Melambai. Selain hutan dan tambang, kekayaan-yang-dikelola-turun-temurun warga adalah kebun kelapa pala dan-cengkih foto M-Ichi
Sementara jika menyaksikan Obi dari dekat baik pulau besar maupun pulau-pulau kecil di sekitarnya, memiliki kekayaan tidak terpemanai. Ada di atas permukaan bumi, di dalam bumi hingga ke dasar lautnya.
Obi memiliki kekayaan hutan dengan kayu hingga tambang nikel di seantero pulau besar dan pulau kecil sekitarnya.
Bukti kekayaan tambang dan hutan itu bisa dilihat dengan begitu banyaknya industri pengolahan mengeksploitasi tambang dan kayu daerah ini.
Di sana ada smelter memproduksi bahan baku baterei. Kawasan industri yang dibangun PT Trimegah Bangun Persada (TPB) atau Harita Nickel didesain sebagai kawasan industri menempati lahan seluas 15.000 hektar itu jika dilihat di malam hari seperti Hongkong karena lampu pabriknya yang berkilauan.
Di Pulau ini selain Harita beroperasi PT Gane Permai Sentosa, PT Halmahera Jaya Feronikel dan PT Megah Surya Pertiwi (MSP) dan PT Halmahera Persada Lygend. Ada juga PT Intim Mining Sentosa (IMS). Belum lagi ada izin perusahaan tambang emas seperti PT Amazing Tabara. Itu perusahaan yang dilihat datanya secara online. Lalu ada lagi perusahaan yang mengeksploitasi hutan berupa kayu dan non kayu.
Khsusus untuk kayu Obi adalah surganya perusahaan pengeksploitasi kayu. Perusahaan mengambil hasil hutan di pulau ini sudah sejak lama. Terbilang sejak tahun 70 an hingga saat ini masih berlangsung.
Sebuah perusahaan ternama beroperasi di sini yakni PT Poleko Yubarson maupun group PT Barito pernah beroperasi di sini. Saat ini juga masih ada PT Telaga Bakti mengambil kayu di Obi.
Bukti eksploitasi yang massive sebelum datangnya industry keruk bumi mineral kritis adalah eksploitasi hutan. Di hampir seluruh pulau Obi, ditemukan 17 log pond atau tempat penampungan loging setelah penebangan. Hal ini bisa dilihat di tepian pantai beberapa desa di Pulau Obi. Tidak jauh dari Desa Soligi misalnya, masih ada log pond milik PT Telaga Bakti.
Pulau Obi dieksploitasi selain karena kaya kayu jenis rimba campuran, juga tidak kalah pentingnya memiliki kayu jenis agathis berkualitas tinggi banyak tumbuh di hutan Obi. Tidak heran hingga kini masih ada perusahaan yang beroperasi. Bahkan konsesi usaha di bidang kehutanan itu ada sampai sekarang. Uang yang member sumbangsih bagi Negara dan bangsa dari pulau ini sudah tidak terhitung banyaknya. Sayangnya ada anomaly yang bisa dibaca di tingkat bawah. Kekayaan itu tidak memihak kepada rakyat bawah.
Di atas kekayaan alam yang melimpah ruah ternyata ada kenyataan yang menyesakan dada. Eksploitasi yang begitu massive tidak memberi dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat secara umum. Lihat saja pembangunan infrastruktur di daerah ini. Masih jauh dari layak. Jalan dan jembatan, listrik dan kebutuhan telekomunikasi belum bisa diperoleh secara layak.
Hingga kini belum ada jalan keliling pulau Obi. Padahal jalan keliling pulau ini sangat penting keberadanya dalam membuka akses antar desa, ekonomi masyarakat maupun menyelesaikan masalah kebutuhan dasar warga.
Sesuai data pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan, total ruas jalan kabupaten di pulau Obi 245,7 kilometer dari total panjang jalan Halmahera Selatan mencapai 958,8 kilometer. Dari panjang jalan itu belum bisa dinikmati masyarakat secara keseluruhan.
Jalan darat dari Desa Jiko Dolong, Soligi ke Wayaloar yang panjangnya kurang lebih 61,4 kilometer sampai saat ini belum terbuka. Kondisi yang sama untuk ruas jalan dari Obi Selatan hingga timur belum juga dibangun.
Selain itu, ada ruas jalan provinsi Laiwui –Jikotamo hingga Anggai, kondisinya juga memprihatinkan. Hingga kini alami kerusakan parah. Ruas jalan ini menghubungkan 8 desa yakni Desa Baru, Ake Gula, Lawui, Buton, Jiko Tamo, Sambiki, Anggai dan Air Mangga.

Kawasi dilihat dari laut. Desa ini menjadi pusat industri nikel yang sedang dikeruk oleh PT Harita foto M Ichi
Begitu juga dengan ketersediaan infrastruktur lain seperti penerangan listrik yang menjadi kebutuhan utama hidup warga juga sama kondisinya. Di Wayaloar sebagai ibukota kecamatan Obi Selatan, baru bisa menikmati penerangan listrik dari PLN kurang lebih satu tahun ini. Meski begitu hanya bisa selama 12 jam yakni dari pukul 18.00 sore hingga pukul 06.00 pagi. Selebihnya di siang hari warga di ibukota kecamatan tertua di pulau Obi ini tidak bisa menikmatinya.
Kebutuhan sarana komunikasi juga sama. Waktu sampai di Wayaloar tidak ada jaringan telpon. Tower mini juga rusak. Sebelumnya di kampung ini ada tower mini untuk akses telepon. Hanya saja sudah beberapa tahun belakangan, mengalami kerusakan dan sudah tidak ada perbaikan.
Saat ini warga terbantu dengan adanya fasilitas layanan internet satelit yang dikembangkan SpaceX, perusahaan milik Elon Musk, (starlink,red), yang dibeli warga dan disewakan kepada yang butuh mengakses internet atau berkomunikasi via media social. Kondisi infrastruktur yang begitu memprihatinkan, membuat warga harus berjuang sendiri mememenuhi kebutuhannya. Dengan segala keterbatasan yang ada mereka tetap berjuang memenuhi kebutuhan, menyekolahkan anak dari hasil perkebunan dan pertanian yang mereka kelola. (bersambung)
- Penulis:
