Breaking News
light_mode
Beranda » Headline » Halmahera Kaya Jenis Anggrek, Belum Ada Riset Khusus

Halmahera Kaya Jenis Anggrek, Belum Ada Riset Khusus

  • account_circle Redaksi
  • calendar_month Sen, 17 Nov 2025
  • visibility 75

Kekayaan keanekaragaman hayati di Halmahera dan pulau-pulau  sekitarnya tidak tepermanai.  Tak hanya satwa, jenis tumbuhan terutama yang endemic juga masih butuh riset untuk menemukan lebih banyak jenisnya.  Salah satu jenis flora yang  belum juga mendapatkan perhatian dalam bentuk riset adalah jenis anggrek atau  Orchidaceae.  Dosen Jurusan Biologi Universiteras Khairun Ternate Dr Naser Tamalene yang banyak melakukan riset tentang ragam keanekaragamanhayati di Halmahera dan beberapa pulau lainnya menyampaikan bahwa sampai saat belum menyelesaikan riset khusus orchid Halmahera tersebut. Karena itu belum diketahui secara pasti berapa banyak jenis anggrek yang berasal dari Halmahera dan pulau-pulau lainnya. “ Saya juga masih identifikasi untuk Orchid Halmahera itu,” katanya saat dihubungi belum lama ini.

Kekayaan  jenis  anggrek ini tidak hanya ditemukan di Halmahera, namun juga di pulau-pulau lain di Maluku Utara seperti Ternate, Pulau Bacan, Kepulauan Sula hingga Taliabu hingga Morotai.

Riset yang dilakukan Andaru Satryo dan  Purnomo, M.S dari Universitas  Gadjah Mada (2015) tentang persebaran anggrek di Cagar Alam Gunung Sibela, Pulau Bacan, Halmahera Selatan, menjumpai setidaknya ada 30 jenis anggrek yang tergolong dalam 14 marga.

Diantaranya Aerides, Agrostophyllum, Bulbophyllum, Coelogyne, Dendrobium, Diplocaulobium, Eria, Flickingeria, Luisia, Pomatocalpa, Phreatia, Thelasis, Trichoglottis dan Vandopsis yang merupakan marga dari subfamili Epidendroideae.

Habitat  hidup jenis anggrek-anggrek epifit ini  berada  di ketinggian 0 m sampai dengan 600 m dpl, yang tersebar di ekosistem hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah.

Kekayaan anggrek liar ini juga dapat dijumpai di Kepuluan Sula. Berdasarkan Studi Keragaman Anggrek Epifit di Kepulauan Sula yang dilakukan Arief Widyantoro (2021) dari Universitas Sebelas Maret jenis anggrek epifit di lokasi ini sebanyak 6 spesies, yaitu Cymbidium finlaysonianum, Grammatophyllum scriptum, Trichoglottis latisepala, Brachypeza sp., Pomatocalpa spicata, dan Aerides sp.

“Anggrek epifit C. finlaysonianum mendominasi kawasan  hutan mencapai 77,29%, jenis ini melekat di  9 pohon inang sebagai  habitat alami anggrek,” tulis Arif Widiantoro dalam risetnya.

Demikian juga dengan Ternate. Dikutip dari Buku Ekologi Ternate (2011), penelitian yang dilakukan oleh Izu Andry Fijridiyanto dan Sri Hartini menjumpai adanya keanekaragaman anggrek di wilayah Gunung Gamalama, yang amat rawan dengan letusan vulkanik.

Di tempat ini, para peneliti mengidentifikasikan 21 jenis anggrek, yang terdiri dari 15 jenis anggrek tanah dan 6 jenis anggrek epifit. Anggrek-anggrek ini dapat dijumpai hingga ketinggian 1.500 m dpl.

“Dari jenis anggrek yang ada, dampak  perubahan kawasan hutan menjadi kebun-kebun kelapa, cengkeh dan pala menyebabkan hilangnya habitat tempat tumbuh anggrek secara alami. Hanya jenis-jenis yang dapat beradaptasi dengan kondisi masih dapat tumbuh dan berkembang,” sebut para peneliti dalam risetnya.

Lebih jauh ke arsip dokumentasi di awal Abad ke-20, berdasarkan koleksi yang dikumpulkan Beguin dan Foramadiahi antara tahun 1920-1921 terdata ada 8 jenis endemik di Ternate, yaitu Bulbophyllum languidum, B. ternatense, Diplocaulobium aduncilobum, Flickingeria paucilaciniata, Malaxis sagitiflora, M. ternatensis, Pseudovanilla ternatensis dan Robiquetia anceps.

Belum Ada Riset Mendalam Anggrek Wayabula   

Pulau Morotai sebagai salah satu pusat kekayaan keanekaragaman hayati  terutama jenis flora belum banyak dieksplorasi  adalah  jenis anggrek atau Orchidaceae. Morotai  dengan Anggrek Wayabula belum dilakukan kajian khusus. Tumbuhan menempel pada berbagai jenis pohon ini  termasuk jenis endemic yang hanya ada di Wayabula. Karena itu  diberi nama  seperti nama kampong yang ada di sana .  Anggrek jenis ini sehingga belum diketahui secara detail  botaninya. Meski begitu, anggrek Wayabula  telah resmi terdata sebagai potensi Indikasi Geografis (IG)  yang masuk  Pangkalan Data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham.

Pengakuan ini sekaligus membuka peluang perlindungan hukum dan pengembangan ekonomi berbasis kekayaan alam lokal. Hal ini  setelah pemerintah desa Bobula Kabupaten Pulau Morotai  mengunjungi   Kanwil Kemenkum Malut  melaporkan adanya jenis tumbuhan  yang saat ini sudah banyak dibudidayakan tersebut.

Kepala Desa Bobula, Kecamatan Morotai Selatan Barat, Hamsir Yusuf, yang menyambangi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku Utara pada Jumat (14/11/2025) lalu telah melaporkan ke   Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual,  serta  analis kekayaan intelektual

Setelah Laporan yang dissampaikan tersebut pihak pelayanan intelektual Kemenkum Zulfikar Gailea,  menjelaskan bahwa Anggrek Wayabula ini telah diidentifikasi sebagai salah satu potensi Indikasi Geografis di Maluku Utara, khususnya di Pulau Morotai.

Hal ini  jika didorong hingga terdaftar sebagai IG, tanaman ini  menjadi brand lokal khas Morotai yang meningkatkan nilai jual dan eksklusivitasnya.

“Anggrek secara umum memiliki nilai ekonomi tinggi karena merupakan tanaman hias eksotis. Potensi budidayanya juga besar, terutama dengan teknik kultur jaringan,” ujarnya. Anggrek Wayabula ini dapat dikembangkan sebagai produk ekonomi komunal, mulai dari koleksi tanaman, wisata, hingga souvenir berbasis konservasi.

Karena  Kanwil Kemenkumham Maluku Utara menyatakan siap berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten Pulau Morotai   Anggrek Wayabula  mendapatkan ijin Indikasi Geografis.

“Kanwil Kemenkum juga berencana turun  ke Desa Wayabula  meninjau budidaya tanaman tersebut

Saat ini pemerintah desa  telah menjadikan Anggrek Wayabula  sebagai bagian dari program ekowisata desa. Karena itu  jika wisatawan datang ke Morotai akan  melihat langsung anggrek tersebut di habitat alaminya.

“Tanaman ini   tumbuh secara alami di kawasan Wayabula, Pulau Morotai,”kata Kepala Desa Bobula, Hamsir Yusuf.  Untuk memperkuat pelestarian, pemerintah desa   telah mewajibkan setiap rumah menanam minimal tiga pohon anggrek jenis ini.

“Kami  harap dukungan   Kemenkumham Malut agar Anggrek Wayabula dapat dikembangkan dan memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat,”  hararapnya.

 

Ancaman Keberadaan Anggrek

Saat ini seiring waktu habitat anggrek banyak yang tergerus.  Karena itu amatlah penting dilakukan identifikasi  untuk memastikan seluruh jenis-jenis anggrek di kepulauan Maluku Utara.  Ancaman hilangnya berbagai jenis anggrek ini adalah dari rusaknya habitat alami anggrek akibat konversi hutan menjadi non hutan, seperti lahan perkebunan dan tambang.

Jenis-jenis anggrek epifit yang sifatnya menempel pada pohon amat rentan punah, akibat perluasan area perkebunan kelapa, pala, cengkeh dan kakao. Juga konversi hutan menjadi kawasan tambang yang meluas semakin mengancam keberadaan jenis-jenis anggrek ini.

Penelitian dan pemulian anggrek serta tetap mempertahankan habitat alami anggrek ini menjadi kata kunci penting agar jenis-jenis anggrek ini dapat terus lestari. Pemulian anggrek juga dapat membuka peluang bagi pengembangan ekonomi masyarakat lokal.

Catatan: sebagian tulisan ini pernah diterbitkan di Mongabay.co.id

Referensi

Andaru Satryio & Purnomo MS. 2015. Keanekaragaman, Persebaran Lokal, dan Hubungan Kekerabatan Anggrek Epifit di Cagar Alam Gunung Sibela, Maluku Utara Berdasarkan Karakter Morfologis dan Anatomis. Repository Universitas Gadjah Mada.

Arief Widyantoro. 2021. The Study of Epiphytic Orchids Diversity in Sula Islands. Metamorfosa Journal of Biological Sciences 8(2):230-237 Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ibnu Maryanto & Hari Sutrisno [editor]. 2011. Ekologi Ternate. LIPI Press.

 

 

 

  • Penulis: Redaksi

Rekomendasi Untuk Anda

expand_less