BMKG: Potensi Cuaca Laut Ekstrem Terjadi Desember hingga Februari
- account_circle Redaksi
- calendar_month 15 jam yang lalu
- visibility 14

Proses evakuasi nelayan yang jatuh dari-perahu nelayannya saat dihantam gelombang pada 3 Desember-2025, foto Basarnas
Terjadi Merata, Termasuk di Laut Halmahera dan Laut Maluku
Laut Halmahera dan laut Maluku yang berada di wilayah laut Maluku Utara masuk dalam potensi cuaca laut ekstrem yang terjadi Desember ini,Januari hingga Februari mendatang.
Setidaknya peringatan kondisi ini disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kamis (4/11/2025). Dalam rilisnya BMKG mengeluarkan peringatan cuaca laut ekstrem di periaran Indonesia termasuk di wilayah laut Maluku Utara. BMKG mengingatkan bahwa periode Desember, Januari, hingga Februari (DJF), gelombang tinggi akan lebih intens di wilayah Indonesia.
Berbagai fenomena atmosfer diperkirakan membuat gelombang laut meningkat dan kondisi perairan menjadi lebih bergejolak.
BMKG menyampaikan, selain curah hujan tinggi, secara klimatologis gelombang tinggi pada periode Desember-Februari cenderung lebih besar dibandingkan bulan lainnya.
Kondisi ini mempengaruhi perubahan pola angin muson dan interaksi berbagai fenomena atmosfer.
Pada bulan Desember, menurut BMKG monsun Asia akan mulai “pemanasan”.
Pola angin dari Laut China Selatan hingga perairan Kepulauan Natuna menunjukkan peningkatan dengan kecepatan lebih dari 18 km/jam (>10 knot). Namun, di wilayah perairan seperti Selat Karimata, Laut Jawa, dan Laut Banda, kecepatan angin masih relatif lemah di kisaran 11–18 km/jam (6–10 knot).
Dorongan angin yang belum maksimal membuat gelombang tinggi di area ini tetap rendah, umumnya di bawah 1 meter. Lalu, pada bulan Januari menjadi fase puncak monsun Asia.
Masih menurut BMKG, embusan angin tidak hanya lebih kuat. Tetapi juga merata di hampir seluruh wilayah perairan seperti Laut Jawa, Selat Karimata, Laut Maluku, Laut Halmahera, dan Laut Banda.
Adapun kecepatan angin meningkat hingga lebih dari 18,5 km/jam (>10 knot). Kondisi ini berdampak pada:
– Tinggi gelombang naik hingga lebih dari 1 meter
– Laut menjadi lebih bergejolak dan potensi bahaya pelayaran meningkat
BMKG juga mengimbau pelaku kegiatan laut. Termasuk nelayan dan operator transportasi laut, untuk lebih waspada pada periode ini.
Memasuki Februari, monsun Asia mulai melemah. Kecepatan angin di perairan dalam kembali turun ke kisaran 7–18 km/jam (4–10 knot). Penurunan itu menyebabkan gelombang di banyak wilayah menurun.
Namun perairan yang berhubungan langsung dengan samudra terbuka, seperti Laut Sulawesi, Laut Halmahera, Laut Sawu, serta perairan Kepulauan Tanimbar masih mengalami gelombang di atas 0,75 meter. Gelombang di wilayah tersebut belum sepenuhnya mereda.
BMKG menjelaskan bahwa dinamika cuaca dan laut Indonesia mempengaruhi kombinasi fenomena atmosfer dalam skala besar hingga lokal. Diantaranya:
– ENSO (El Niño–Southern Oscillation)
– Indian Ocean Dipole (IOD)
– Madden Julian Oscillation (MJO)
– Gelombang Kelvin dan Rossby
– Angin darat–laut (harian)
– Cold surge, Borneo pusaran, dan siklon tropis
Kondisi geografis Indonesia, dengan ribuan pulau serta ratusan gunung dan lembah juga membuat arah angin sering berbelok. Lalu menciptakan pola angin lokal yang kompleks dan berpengaruh pada karakter gelombang.
BMKG mengimbau masyarakat yang beraktivitas di laut, termasuk nelayan, operator transportasi, dan wisata bahari, agar selalu memperbarui informasi cuaca dan peringatan dini. Cuaca laut yang lebih aktif pada periode Desember-Februari perlu diantisipasi untuk mencegah risiko kecelakaan dan kerugian.(*)
Sumber:RRI online
- Penulis: Redaksi
