Peneliti: Partikel Terlarut Berbahaya Bagi Biota dan Manusia
Sudah hamper dua minggu ini, yakni sejak 28 Juli 2023 lalu warna air Sungai Sagea di Kecamatan Weda Utara Kabupaten Halmahera Tengah Maluku Utara seperti tanah kerukan tambang. Air yang bisanya bening dan menjadi tempat wisata Bokimoruru, hilang entah ke mana. Yang ada air berwarna kuning seperti emas bahkan kecoklatan.
Hal tidak biasanya itu, akhirnya memunculkan spekulasi warga, di daerah hulu sungai ada aktivitas pembukaan lahan penambangan hingga menyebabkan air keruh saat ada hujan di hulu sungai meski dengan intensitas rendah.
“Perubahan warna air ini tidak pernah disaksikan warga sebelumnya. Biasanya saat banjir akibat hujan airnya keruh tapi tidak seperti hasil kerukan tambang,”kata Adlun Fikri Juru Bicara Koalisi Save Sagea dihubungi Kabarpualau.co.id Senin (14/8/2023) malam.
Dia bilang, kejadian beberapa waktu belakangan ini muncul saat ada hujan di bagian hulu. Sejak akhir Juli hingga Senin kemarin, sudah 3 sampai 4 kali kejadian.
“Dugaan kita begitu karena berdasarkan pengalaman dan membandingkan air yang keluar dari hulu karena banjir biasa sangat berbeda,” katanya.
Dia bilang warga Sagea juga menduga kuat, perubahan warna air dari bening menjadi kuning bahkan seperti warna coklat itu karena adanya lahan yang dibongkar di bagian hulu.
Kondisi parah saat banjir 2 Agustus lalu. Meski kekeruhannya sempat berkurang tetapi kembali lagi terjadi pada 14 Agusutus 2023 siang hingga sore. Saat ada hujan sedikit saja di hulu, air yang mengalir keluar sudah begitu parahnya. Dia bilang warna air saat ini sudah seperti yang terjadi di kali Kobe, salah satu sungai di kecamatan Weda yang juga kuning bercampur tanah kerukan tambang.
Dia bilang, seumur hidup warga di sini (Sagea,red) belum pernah melihat kejadian seperti ini. Diduga kuat kejadian ini karena adanya bukaan lahan tambang di daerah DAS Sagea yang tersambung dengan beberapa DAS kecil lain. “Di kawasan itu beroperasi beberapa perusahaan tambang yang dicurigai jadi penyebabnya. Ada tiga perusahaan beroperasi di kawasan ini,” tambahnya. Pihaknya belum bisa memastikan perusahaan mana terindikasi hasil kerukan tambangnya terbawa masuk ke badan air sungai.
Untuk memastikannya butuh perjalanan puluhan kilometer sampai ke wilayah cemaran berasal. Karena kondisi ini kemudian masyarakat dan komunitas Save Sagea mendesak Gakkum KLHK, DLH Kabupaten dan Provinsi, Dinas Pertambangan, Balai Wilayah Sungai (BWS) serta Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) turun memantau dan memastikan kondisi ini. “Perlu ada penyelidikan dari instansi terakit untuk memastikan. Kita yakini sumber cemarannya bukan karena banjir biasa,” cecarnya.
Kekuatiran warga soal kondisi sungai ini karena karena airnya jadi sumber kehidupan. Selain itu terbilang penting adalah di sungai ini juga ada kawasan wisata Bokimoruru yang tentu saja perubahan warnai air ini sangat merugikan. “Merugikan banyak pihak apalagi ada kawasan wisata di sini,” kata Adlun.
Selain itu, air dari sungai ini juga akan dijadikan air kemasan dan isi ulang yang rencana dikelola BUMDES Desa Sagea. Jika air ini tercemar tanah kerukan tambang, maka jadi sumber masalah. Tidak hanya memengaruhi wisata Goa Bokimoruru, dan usaha desa serta sumber air utama warga, tetapi juga rencana usaha desa tersebut.
Camat Weda Utara Takdir Tjan dihubungi dari Ternate Senin (15/8/2023) pagi mengungkapkan, kejadian ini benar adanya. Atas kejadian tersebut seluruh masyarakat desa Sagea merasa sangat prihatin. Masalah ini kemudian memunculkan kecurigaan masyarakat jika dugaan cemarannya dari aktivitas penambangan. Hanya saja soal ini kata Takdir, masih dibutuhkan penelitian atau investigasi lebih lanjut. “Kita juga belum tahu dari perusahaan mana sumber cemaranya. Kami sebagai kepala kecamatan Weda Utara telah mengkoordinasikan dengan pihak perusahaan terutama PT IWIP dan mereka berjanji melakukan cross check lagi aktivitas penambagan mereka,” jelas Takdir.
Selain itu banyak beredar informasi di Sagea jika ada aktivitas hauling (pengangkutan,red) material PT HSN salah satu perusahaan yang beroperasi di daerah ini ke areal penambangan mereka melewati sungai Manona. Namun demikian, belum bisa disimpulkan sebagai sumber cemaran dari perusahan bersangkutan, karena butuh proses investigasi lebih mendalam dan akurat sehingga informasi yang disampaikan juga bisa dipertanggungjawabkan.
Takdir juga jelaskan, masyarakat prihatin karena air sungai Sagea ini tidak sekadar sumber makan dan minum tetapi sudah menjadi bagian dari hidup masyarakat secara turun temurun.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Halmahera Tegah Rivani Abdulrajak dihubungi via handphone 0822620048XXX belum memberi tanggapan. Daftar pertanyaan yang dikirim via aplikasi WA nya belum dibaca. Begitu pun Kepala DLH Provinsi Maluku Utara Fardudin Tukuboya dikonfirmasi via hand phone nya juga juga memberi tanggapan konfirmasi persoalan ini.
Dr Nurhalis Wahidin peneliti bidang kelautan dan perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate memberi tanggapan soal peristiwa ini, dengan manyampaikan bahwa ini termasuk soal serius.
Dihubungi Kabarpulau.co.id Selasa (15/8/2023) dia ungkapkan bahwa, melihat beberapa berita sejak kemarin tentang keruhnya badan air sungai Sagea, sudah dipastikan padatan sedimen (TSS) sangat tinggi yang menyebabkan warna sungai menjadi berubah atau keruh. Karena airnya mengalir sampai ke hilir di badan air laut maka akan menimbulkan beberapa dampak serius.
“Dampak pertama dan paling utama adalah kekeruhan yang menyebabkan cahaya matahari terhambat masuk ke badan air laut. Ini yang mengakibatkan proses pada produsen primer terhambat terutama fotosintesis tidak berlangsung dan akan berpengaruh pada rantai makanan,”jelasnya.
Dampak lain, dari partikel tersuspensi yang masuk ke badan air dalam bentuk butiran tanah akan mengancam proses respirasi (pernapasan) dan perkembangan organisme dan ekosistem laut. Terutama untuk ikan karang, terumbu karang dan biota perairan lain. “Dipastikan mengalami gangguan mulai dari strees sampai mengalami kematian,”tambahnya
Kedua, sebaiknya melalui analisis laboratorium dengan pengambilan sampel air saat polutan masuk ke badan air laut. Terutama partikel terlarut atau Total Dissolve Solid (TDS), jika mengandung/atau ikut terlarut bahan bahan berbahaya seperti ammonia (NH3) bahkan logam berat. Jika bahan berbahaya ini ada maka akan terakumulasi dari organisme laut sampai ke manusia apabila dikonsumsi.(*)
CEO Kabar Pulau