Breaking News
light_mode
Beranda » Kabar Kampung » Ini Cara Mendorong Warga Memetakkan Wilayah Adatnya

Ini Cara Mendorong Warga Memetakkan Wilayah Adatnya

  • account_circle
  • calendar_month Kam, 26 Jul 2018
  • visibility 156

AMAN- Burung Indonesia dan CEPF Latih Masyarakat Adat

Warga terutama kelompok masyarakat adat perlu didorong melakukan pemetaan wilayah kelolanya, termasuk  agar mereka bisa mengetahu klaim wilayah adatnya. Upaya ini memerlukan pelatihan atau training  pemetaan wilayah kelola mereka,    Dengan pemetaan itu juga masyarakat adat  bisa melakukan  proses penyatuan, mencatat dan mengesahkan pengetahuan tradisional yang  sudah tumbuh dalam masyarakat, sekaligus mereka mampu  menegaskan dan menegoisasi klaim wilayah adat  mereka.

Untuk upaya itu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Malut bekerjasama dengan Burung Indonesia dan Critical Ecosystem Patnership Fund (CEPF) melaksanakan pelatihan pemetaan partisipatif wilayah adat yang melibatkan masyarakat adat Kobe di desa Kobe dan desa Sawai Itepo Weda Halmahera Tengah. Kegiatan  di kantor Desa Sawai Itepo Weda  Sabtu-Minggu (20-21/07/2018) itu juga, bertujuan  mendorong masyarakat adat mampu  mempertahakan wilayah adatnya dari upaya pihak luar  berusaha menguasai wilayah adat  mereka.

Soal ini Munadi Kilkoda Ketua AMAN Maluku Utara mengatakan, yang memetakan wilayah adat Kobe itu adalah masyarakat adatnya sendiri, bukan orang lain. Bahwa orang Kobe disebut masyarakat adat karena beberapa hal, ada sejarah asal-usul yang mengikat mereka, kemudian memiliki wilayah adat, kelembagaan adat dan hukum adat yang berlaku dalam keseharian hidup masyarakat. Sementara suku Sawai kata Munadi adalah suku besar yang beranak pinak menjadi komunitas masyarakat adat Kobe, Were, Lelilef, Gemaf, Sagea, dan lainnya. Karena itu pelatihan  ini memberi keuntungan bagi masyarakat adat. “Dengan pemetaan  wilayah adatnya akan jelas.Peta ini juga menjadi sumber informasi bagi masyarakat adat dalam merancang hidup mereka,” katanya. Munadi menganalogikan tanah adalah  ibu yang menghidupi dengan menyusui bayinya. Karena itu  bagaimana masa depan masyarakat adat jika tidak berdaulat lagi atas tanah, air, hutan, maupun lautnya. Ini wilayah produktif yang menghidupi mereka.  

Terkait kegiatan pemetaan  Adlun Fiqri Sigoro, Kepala Unit Kerja Pelayanan Pemetaan Partisipatif (UKP3) AMAN yang memfasilitasi pelatihan menjelaskan AMAN dalam pemetaan menggunakan pendekatan partisipatif. Di mana masyarakat sebagai pelaku dalam pemetaan wilayah adatnya.  Mereka  melakukan sendiri dan AMAN hanya sebagai fasilitator saja. Dia  berharap dengan pelatihan ini  ikut enumbuhkan semangat menggali pengetahuan lokal, sejarah asal-usul, sistem kelembagaan, pranata hukum, identifikasi sumber daya alam dan sebagainya. “Pelatihan itu mendorong masyarakat adat  mempertahakan wilayah adatnya dari upaya pihak luar yang berusaha menguasai wilayah adat mereka. Senada pemerintah desa Kobe melalui Melkias Kajari melihat pemetaan wilayah adat ini penting karena bisa memperkuat klaim atas tanah ulayat  mereka. “Saya bersama kepala desa Sawai Itepo mendukung supaya segera dilakukan pemetaan wilayah adat Kobe karena ini hak kami,” katanya.(adi)

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Sampahmu adalah Hartaku

    • calendar_month Rab, 5 Jan 2022
    • account_circle
    • visibility 181
    • 1Komentar

    Ulfa Zainal di antara hasil hasil kreasinya. foto M Ichi

  • 55 Pulau Kecil Digempur Tambang dan Sawit Tak Dibahas Capres

    • calendar_month Rab, 20 Feb 2019
    • account_circle
    • visibility 170
    • 0Komentar

    Isyu  Keselamatan Rakyat dan Lingkungan  di Pesisir  serta Pulau- Pulau Kecil Terlewatkan Debat calon presiden putaran kedua tentang Energi, Pangan, Infrastruktur, Lingkungan Hidup, dan Sumber Daya Alam pada 17 Februari 2019 lalu disaksikan ratusan juta pasang rakyat Indonesia di layar   layar kaca  stasiun televisi. Dari debat itu ternyata masih menyisahkan sejumlah pertanyaan penting soal kadar […]

  • Safri Bubu, Pahlawan Konservasi Mamua dari Galela Halmahera

    • calendar_month Rab, 10 Nov 2021
    • account_circle
    • visibility 241
    • 1Komentar

    “Saya hanya ingin suatu saat generasi  dari Galela, Maluku Utara bahkan dunia,  pada 50 atau 100 tahun mendatang masih bisa menyaksikan burung mamua/ bertelur dan berkembang biak di pantai Simau. Ini jadi dasar saya memperjuangkan dengan segala upaya konservasi burung Mamua ini. Konservasi ini saya gagas meski awalnya  dicemooh. Akhirnya semua orang di kampong ini  […]

  • 65 Ekor Paruh Bengkok Pulang ke Habitatnya

    • calendar_month Jum, 2 Apr 2021
    • account_circle
    • visibility 145
    • 0Komentar

    Bersiap siap untuk kegiatan lepasliaran. Berbagai pihak yang hadir bersiap melepas burung tersebut ke alam liar. Foto Seksi KSDA Wilayah Ternate

  • DOB Pulau Obi Harus Digaungkan Lagi

    • calendar_month Rab, 8 Feb 2023
    • account_circle
    • visibility 361
    • 0Komentar

    Pulau Obi atau bisa disebut juga Pulau Obira menjadi perhatian berbagai kalangan. Merupakan pulau terbesar yang terletak di gugusan Kepulauan Obi, dikelilingi banyak pulau- pulau kecil di antaranya Pulau Obilatu, Pulau Bisa, Pulau Gata-gata, Pulau Latu, Pulau Woka, dan Pulau Tomini. Data Halmahera Selatan Dalam Angka 2018  menunjukan luas Obi mencapai 1.073,15 km², dengan jumlah penduduk mencapai 2020 berjumlah 16.628 jiwa. Pulau Obi […]

  • Kiprah Jamal Adam Jaga dan Rawat Paruh Bengkok    

    • calendar_month Ming, 4 Feb 2024
    • account_circle
    • visibility 260
    • 2Komentar

    Sabtu (17/12/2023) siang sekira pukul 12.30 WIT itu terasa menyengat.  Suasana Suaka Paruh Bengkok (SPB) di kawasan Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata (TNAL) Desa Koli Oba Kota Tidore Kepulauan Maluku Utara itu juga, terlihat hanya ada 3 pengunjung. Mereka adalah karyawan sebuah perusahaan tambang yang datang selain berwisata juga menyerahkan seekor kakatua jambul kuning (cacatua […]

expand_less