Home / Polmas

Kamis, 17 November 2022 - 17:34 WIT

WALHI: Jangan “Jual” Halmahera dan Pulau Lainnya

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Maluku Utara, bersama Koalisi Barisan Rakyat (KOBAR), menggelar aksi climate justice (keadilan iklim).   Aksi tersebut sebagai bagian dari respons terhadap pertemuan para pemimpin negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang diselenggarakan di Bali dan telah berakhir  pada Rabu (16/11/2022).  

Kampanye itu berlangsung Selasa (14/11/2022) di sejumlah titik, yakni Kediaman Dinas Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba, Land Mark,  dan Taman Nukila Kota Ternate . Aksi yang sebagai bentuk kampanye isyu keadilan iklim itu, turut membentangkan spanduk yang mengingatkan para pemimpin di Maluku Utara dan Indonesia di Jakarta,  agar tidak memberikan ruang seluas-luasnya bagi korporasi menghabiskan hutan dan lahan Maluku Utara. Spanduk besar bertuliskan Maluku Utara Tidak untuk Dijual itu bermaksud mengingatkan pemerintah dan elit politik untuk tidak jor joran memberikan izin tambang, perkebunan monokultur serta logging  yang akhirnya menyengserakan rakyat di Pulau Halmahera dan pulau lainnya.

Dalam aksi itu mereka membawa spanduk dan pamphlet bertuliskan sejumlah pesan agar izin yang diberikan jangan sampai mematikan kehidupan rakyat   di tingkat tapak. “Pemerintah hanya doyan berikan izin tambang tetapi abai kepada rakyat,” demikian tulisan sebuah pamphlet yang dibawa salah satu peserta aksi. Ada juga yang menulis dalam pamphletnya, Hutan Gundul karena Tambang Giliran Banjir Hujannya yang Disalahkan. “Berbagai pesan lingkungan ini disampaikan dengan harapan pemerintah dan elit tidak bebal melihat kenyataan atas kondisi ekologi Maluku Utara yang  makin miris saat ini,” teriak salah satu orator dalam aksinya.    

Sementara koordinator aksi   Justice Climate Julfikar Sangaji melalui rilis yang disampaikan ke media menyatakan bahwa, Maluku Utara sebagai sebuah provinsi kepulauan, daratannya  terbilang  kecil. Persentasenya hanya 21% daratan sedangkan 79% dikelilingi perairan atau lautan. Karena kecilnya daratan tersebut maka  seharusnya  pemerintah tidak membebani dengan mengeluarkan  berbagai jenisk izin  usaha, yang akan melahirkan  bencana alam dan kemanusiaan di masa depan.

Baca Juga  Apa Kabar Deforestasi di Indonesia?

Apalagi katanya,, usaha  usaha ekstraktif seperti tambang  menimbulkan daya rusak luar biasa. Kekuatiran itu, ternyata tidak membuat pemerintah daerah dan pusat memberikan perhatian.  Sebab  faktanya sudah lebih dari 2 juta haktare lahan di daratan telah dipetak petak dan  diberikan izinnya kepada  korporasi.  Pemegang izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) atau perusahaan kayu bulat, Industri monokultur sawit dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baik emas, nikel, biji besi  massive hadir di berbagai pulau. Baik pulau besar seperti Halmahera dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

“Kondisi ini membuat rakyat Maluku Utara hidup dalam bayang-bayang kehancuran ekologi. Hutan sebagai kesatuan ekosistem dipercaya sebagai perisai bencana ekologis telah gundul menyisakan kubangan.  Pemicu kehilangan hutan terbesar adalah tambang, sawit dan industri kayu,” jelasnya.

Kondisi ini bagi Walhi karena ada izin yang diberikan oleh pemerintah.  “Korporasi itu tidak akan membabat hutan apabila tidak ada “stempel legal” yang diberikan pemerintah,” cecarnya. Artinya kehancuran daratan Maluku Utara itu sebenarnya dalang utamanya    Pemerintah. Di sisi lain kehancuran di sektor darat erat hubungannya dengan laut,   yang terancam limbah tambang.  Hal ini tentu membuat nelayan semakin sulit mendapatkan hasil tangkapan. Belum lagi diperparah dengan krisis Iklim  yang membuat desa-desa pesisir terancam  tenggelam.

Fakta hari ini, bisa disaksikan di selatan Maluku Utara, rakyat di Obi terus menyaksikan setiap waktu  tegakan pohon tumbang dan tanahnya dikeruk PT Harita Group,  dan korporasi ekstaktif lainnya yang beroperasi di pulau-pulau tersebut.  Begitu juga di daratan Gane, di semenanjung selatan pulau Halmahera,  hamparan hutan primer termasuk  wilayah Kelola Rakyat dibabat habis kemudian ditukar dengan satu jenis tanaman yakni sawit oleh PT Gelora Mandiri Membangun  anak Usaha PT Korea Indonesia (Korindo) Group.

Baca Juga  Pohon di Tepi Jalan Ternate Jadi Korban Pemilu
Kawasan tambang PT IWIP Weda Halmahera Tengah foto M Ichi

Tidak luput, di Tengah hingga Timur pulau Halmahera pohon tumbang tanpa jedah mengikuti pengerukan tanah yang begitu massif digali  oleh puluhan korporasi Nikel. Puluhan perusahaan tambang nikel itu kemudian menyuplay material  tanahnya ke PT IWIP (perusahaan asal RRT). Meski menimbulkan dampak lingkungan dan kemanusiaan yang begitu nyata,  kehadiran korporasi  disebut Pemerintah sebagai solusi kesejateraan. Alih-alih mendatangkan kesejahteran   dia menjadi nestapa bagi rakyat  dan lingkungan hidup. “Fakta di lapangan memperlihatkan, sungai mengalami pendangkalan  karena  adanya sedimentasi. Hasil kerukan tambang dengan jumlah   banyak masuk ke sungai membuat air  berubah warna  sepanjang waktu.  Burung-burung juga kehilangan rumahnya. Bahkan  banjir menjadi langganan. Di sisi lain angka kemiskinan terus tumbuh,” cecarnya.

Data Badan Pusat statistik (BPS) menyebutkan  sepanjang tiga tahun terakhir (2018-2021) Halmahera Tengah dan Halmahera Timur mengoleksi orang miskin terbanyak  dengan persentase tiap tahunnya  tidak kurang dari 21 ribu jiwa. Itu artinya kebijakan mendatangkan investasi menjadi  fatal. Kondisi ini tidak membuat pemerintah mencabut  izin usaha yang bermasalah itu  sebaliknya servis terhadap korporasi  diutamakan  ketimbang urusan rakyat. Ini nampak jelas melalui  status Proyek Strategis Nasional (PSN) sampai Objek Vital Nasional (OVN) didapatkan PT IWIP dan PT Harita dari pemerintah.

Padahal operasi kedua perusahaan raksasa tambang tersebut hanya membuat kota-kota di China, Eropa, dan Amerika menjadi hijau dan ramah terhadap lingkungan sementara Maluku Utara harus menanggung kerusakan yang tak akan pulih dalam jangka pendek.  Para pemimpin Negara-Negara itu  baru selesai  mengggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, dan tidak lebih pertemuan itu hanya memperparah situasi iklim Indonesia dan dunia.

Share :

Baca Juga

Polmas

Tiga Inovator Bisnis Dapat Penghargaan Econovation 2021

Kabar Kota Pulau

Pohon di Tepi Jalan Ternate Jadi Korban Pemilu

Polmas

Kawal Demokrasi dan Konstitusi, KEPAL: Batalkan Omnibus Law

Polmas

Alokasi PS- TORA dan Pelepasan HPK-TP Perlu Kajian Mendalam

Polmas

Ingin Tegakkan Prinsip Politik Hijau, PHI Terbentuk

Lingkungan Hidup

Nama Pejabat Ada pada Burung dan Tanaman

Ragam

Ini Lima Pemenang LiveWIRE Energy Solutions 2024

Polmas

Kampus Wajib Implementasikan Pendidikan Antikorupsi