Breaking News
light_mode
Beranda » Kabar Kampung » Nelayan Tuna Morotai Terpukul Covid- 19

Nelayan Tuna Morotai Terpukul Covid- 19

  • account_circle
  • calendar_month Sen, 21 Sep 2020
  • visibility 185

Penulis: Indah Indriyani Morotai

Pandemi covid-19 menghantam hamper semua lini kehidupan. Tidak terkecuali masyarakat bawah seperti nelayan. Pandemic ini juga mengubah banyak hal dalam kehidupan. Termasuk nasib para nelayan. Di Desa Sangowo Kecamatan Morotai Timur, Kabupaten Pulau Morotai,  nelayanikan tuna sangat terpukul akibat jatuhnya harga.  “Dampak pandemic covid-19 yang paling dirasakan nelayan yaitu harga ikan yang turun drastis. Hal ini tidak sebanding dengan tenaga yang kami  keluarkan   saat melaut. Belum lagi biaya operasiaonal yang tinggi,” kata Muhlis  nelayan tuna desa Sangowo.  Belum lagi jika  hasil tangkapanya sedikit. Maka dipastikan mereka    tidak punya pendapatan. Jadi sehari melaut itu sia-sia saja.  Muis, saat ditemui di lokasi penimbangan ikan SKPT Morotai  Sabtu (14/09/2020) lalu bilang saat cuaca mendukung dengan harga ikan stabil  maka bisa mendapatkan hasil Rp5-10 juta dalam sebulan. Namun, semenjak ada  wabah corona, penghasilannya menurun menjadi Rp2- 2,5 juta.

Hasil tangkapan nelayan Sangowo yang terus menurun. Sudah begitu harganya juga sangat murah foto Indah Indriyani

Senada dengan Muhlis,   Bahri nelayan Sangowo mengaku penghasilan yang diperoleh semenjak merebaknya covid-19,   lebih parah di banding  musim angina kencang. Kerugiannya lebih banyak.  Meskipun begitu, dia dan beberapa teman nelayan tetap harus berangkat l melaut. Tidak ada pilihan pekerjaan lain  bisa mereka kerjakan. “Kalau kita tidak melaut, lantas mau kerja apa? Tidak ada pekerjaan lain yang bisa kami kerjakan,” ujar pria 25 tahun ini.

Lantas apa penyebab utama turunnya harga ikan itu?  Abi Sukran, (28 tahun), salah satu supplier ikan tuna ke Koperasi Nelayan Tuna Pasifik (KNTP) mengatakan, biasanya harga ikan tuna ukuran 30 kilogram ke atas  seharga Rp34 ribu/kg. Sekarang turun menjadi Rp24 ribu/kg. “Ini sangat berdampak terhadap penghasilan nelayan kami,” ujarnya.

Soal turunnya harga ikan tuna ini dibenarjan Sabiin Ashar, Kepala Koperasi Nelayan Tuna Pasifik (KNTP).Ditemui di kantornya mengatakan, wabah covid-19 ini tidak hanya berdampak pada nelayan. Tapi juga karyawan koperasi. Gai mereka terpaksa  dikurangi.   “Dampaknya  angat  buruk. Baik itu kepada nelayan,  juga para karyawan kami yang menggantungkan hidupnya di sini,”  jelas Sabiin.

Kondisi tempat penampungan ikan di KNTP yang sepi karena tak ada ikan

Dia bilang penurunan harga ikan ini karena  KNTP tidak bisa lagi mengirim ikan ke luar daerah.  Hal ini bisa terjadi karena jadwal kapal yang tidak tetap. Sebelum covid-19, transportasi kapal seminggu bisa 2-3 kali. Tapi setelah covid, rute kapal angkutan dari Morotai ke luar daerah sudah tidak tetap lagi. Akhirnya  konsentrasi pembelian ikan ke nelayan  juga tidak bisa lagi dilakukan.  KNTP bahkan sempat menghentikan aktivitas pembelian ikan selama beberapa bulan karena tidak bisa mengirim ikan keluar daerah. “Penyebab penurunan harga  ini salah satunnya   karena adanya karantina wilayah di beberapa daerah. Akhirnya banyak tempat penampungan ikan tuna harus ditutup

Koperasi Nelayan Tuna Pasifik, sendiri merupakan salah satu koperasi terbesar di Desa Sangowo, Kecamatan Morotai Timur Kabupaten Pulau Morotai. Koperasi ini memiliki kurang lebih 190 anggota nelayan dengan 60 unit armada tangkap. Dalam sebulan mereka bisa menghasilkan ikan sebanyak 20-30 ton  yang di kirim ke Ternate dan Bitung.

Saat ini, koperasi nelayan sudah mulai aktif kembali. Hanya saja, untuk aktivitas nelayan belum efektif. Baru beberapa orang saja yang mulai melaut. “Kondisinya belum efektif, tapi kami paksakan untuk mulai beroprasi kembali agar bisa membantu kebutuhan mendesak anggota koperasi,” ungkapnya.   

Untuk pasaran  juga hanya ke pasar lokal  di Morotai. Sementara penjualan ikan ke pasar lokal juga  memiliki resiko cukup besar. Karena tidak bisa melakukan penjualan dengan harga tinggi. Jika ikan melimpah, harganya malah semakin murah. Karena hanya dikonsumsi masyarakat lokal saja.

“Banyak anggota nelayan bergantung hidup di sini, hingga kami berharap kondisi ini bisa cepat berakhir dan normal kembali agar anggota nelayan kami bisa memiliki pendapatan lagi memenuhi kebutuhan mereka. Sebagai nelayan, kami sangat bergantung hidup di sini. Untuk itu, kami berharap wabah ini cepat berlalu, agar  bisa memiliki penghasilan kembali,” ujar Man, anggota koperasi nelayan lainnya.(*)  

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Di Musyawarah IKAPERIK, Bahas Perikanan Malut dan Tantangan Era 4.0

    • calendar_month Ming, 24 Jan 2021
    • account_circle
    • visibility 131
    • 0Komentar

    Farid Terpilih Secara Aklamasi Ikatan Alumni Perikanan dan Kelautan (IKAPERIK) Universitas Khairun Ternate menggelar musyawarah memilih pengurus baru untuk masa jabatan 4 tahun ke depan Sabtu (22/1) kemarin.  Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Gamalama Hotel Sahid  itu, turut diisi dengan seminar bertema   “Perikanan Maluku Utara dan Tantangan Industri era 4.0” Beberapa pemateri penting turut hadir yakni […]

  • Malut Tak Masuk Agenda Sepekan MKP Serap Aspirasi dari Timur

    • calendar_month Sab, 29 Agu 2020
    • account_circle
    • visibility 176
    • 0Komentar

    Pemerintah Provinsi Maluku Utara memiliki berbagai program pembangunan di bidang perikanan. Salah satunya adalah Lumbung Ikan Nasional (LIN) yang digembar gemborkan beberapa tahun lalu. Kini program yang digadang-gadang menjadi mercusuar bidang perikanan itu seperti hilang ditelan bumi. Program yang sempat menghadirkan diskursus berbagai kalangan di Malut itu,  sudah tak terdengar lagi. Padahal  terbilang sudah banyak […]

  • Kawal Demokrasi dan Konstitusi, KEPAL: Batalkan Omnibus Law

    • calendar_month Jum, 11 Jun 2021
    • account_circle
    • visibility 143
    • 1Komentar

    Aksi protes pengesahan Omnibus Lawa beberapa waktu lalu, foto Antara

  • Ini Masalah Pembangunan di Pulau Makeang dan Kayoa

    • calendar_month Sab, 9 Okt 2021
    • account_circle
    • visibility 162
    • 2Komentar

    Jembatan penghubung di jalan lingkar pulau Makeang yang menghubungkan antardesa rusak parah, foto M Ichi

  • Masyarakat Adat Terancam  Program Biofuel

    Masyarakat Adat Terancam  Program Biofuel

    • calendar_month Sen, 17 Nov 2025
    • account_circle Redaksi
    • visibility 66
    • 0Komentar

    Ikrar Belém 4x akan Sia-Sia bila Hutan dan Masyarakat Adat terus Dieksploitasi Bersama lebih dari 1.900 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Climate Action Network (CAN), Greenpeace menolak “Belém 4x Pledge,” inisiatif guna melipatgandakan produksi bahan bakar berkelanjutan (biofuel) hingga empat kali lipat dalam satu dekade mendatang. Kepala Kampanye Solusi untuk Hutan Global Greenpeace, Syahrul […]

  • Oligarki Bermain di Pilkada Maluku Utara?

    • calendar_month Ming, 6 Des 2020
    • account_circle
    • visibility 210
    • 0Komentar

    Tambang Nikel di Kawasan Tanjung Obolie Pulau Gebe yang saat ini dieksploitasi PT FBLN. Foto Mahmud Ici

expand_less