Breaking News
light_mode
Beranda » Kabar Malut » Oligarki Bermain di Pilkada Maluku Utara?

Oligarki Bermain di Pilkada Maluku Utara?

  • account_circle
  • calendar_month Ming, 6 Des 2020
  • visibility 211

KPK: 82 Persen Cakada Dibantu Sponsor

Pada 9 Desember ini, Indonesia akan menggelar  pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak. Maluku Utara salah satu yang akan menggelar Pilkada Bupati dan Wali Kota itu. Ada  enam kabupaten dan dua  kota. Yakni Kabupaten Halmahera Utara, Halmahera Selatan, Halmahera Timur, Halmahera Barat, Kepulauan Sula,  Kabupaten Pulau Taliabu, Kota Ternate dan Kota Tidore.

Bisnis ekstraktif skala besar seperti pertambangan, sawit  dan  bisnis kayu ada di daerah-daerah  yang menggelar Pilkada di Maluku Utara saat ini. Lalu  apakah para calon yang maju dalam Pilkada  berafiliasi dengan bisnis ekstraktif ini. Apakah Oligarki juga membayangi Pilkada di  Maluku Utara?

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Maluku Utara Yudi Rasjid dihubungi kabarpulau.co.id/ Minggu (5/12) memastikan, di Pilkada Maluku Utara peran oligarki sangat kuat bermain. Dia  bilang di moment Pilkada maupun politik elektoral lainnya pasti terselip berbagai kepentingan oligarki. Entah sebagai penyandang dana ataupun apa saja untuk memuluskan izin-izin mereka.  Sumber Daya Alam  Maluku Utara dalam beberapa tahun belakangan menjadi incaran para investor yang berinvestasi ke Maluku Utara. Baik di sektor kehutanan, pertambangan maupun perkebunan. Ini bisa dilihat dari data Penanaman Modal Asing (PMA) di Maluku Utara yang naik dalam dua tahun terakhir.

Perkebunan sawit milik PT Korindo yang ada di Gane Halmahera Selatan/foto M Ichi

“Harapan kita harusnya lingkungan hidup di Maluku Utara bisa lebih baik ke depan. Namun fakta yang terjadi sebaliknya. Dari 8 kabupaten/kota yang melaksanakan Pilkada tahun ini, tidak ada satupun kandidat menyinggung persoalan lingkungan di daerahnya,”katanya. Jika ada, itu pun hanya sebatas visi dan misi kandidat yang implemnetasinya  sama sekali tidak ada.

Hal ini bisa dilihat dalam beberapa kali pelaksanaan Pilkada di Maluku Utara. Di Ternate misalnya  reklamasi masih terus berlanjut, di kabupaten lain hutan dan lahan dialihfungsikan untuk pertambangan dan perkebunan monokultur masih saja terjadi.  

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Hendra Kasim menjelaskan, Pemilihan Kepala Daerah di wilayah dengan potensi sumber daya alam melimpah seperti Maluku Utara selalu menyisakan cerita pilu.

Pemilihan dengan biaya yang fantastis, mulai dari lobi partai hingga akomodasi kampanye. Ini bisa dibuktikan dengan riset KPK terkaut biaya yang dibutuhkan calon Kepala Daerah mulai dari 5 miliar hingga 65 miliar.

Hendra yang juga Direktur Perkumpulan Demokrasi Konstitusional (PANDECTA) ini mengatakan, biaya yang begitu besar sudah tentu hanya dimiliki  pengusaha. Akhirnya terjadi “dwi fungsi” baru yakni penguasa dan pengusaha. Sebagaimana riset KPK, pada Pilkada 2015 biaya Pilkada dibantu pihak ketiga sebesar 82,6%, 2018 sebesar 70,3% dan untuk Pemilihan 2020 sebesar 82,3%.

Ini angka yang fantastis. Pada posisi ini oligarki bekerja, kekuasaan digadaikan kepada pengusaha. Dalam berbagai riset akademik menunjukan praktik ini melahirkan korupsi politik. “Korupsi jenis ini lebih berbahaya daripada korupsi konvensional yang kita tau selama ini, karena langsung menyerang jantung kekuasaan dan kebijakan diambil alih,” ujar Hendra  

Hutan Pulau Obi yang diekploitasi oleh perusahaan HPH dan meninggalkan kerusakan cukup serius. Foto Forest Watch Indonesia

Bagaimana dengan Maluku Utara? Sebagai daerah dengan potensi sumber daya alam  melimpah, sudah bisa dipastikan  kekuatan oligarki bermain-main di balik proses pemilihan yang tampak di depan publik. “Kita tahu bersama bagaimana para calon bupati wali kota di bumi para raja ini  butuh biaya  tidak sedikit. Di situlah oligarki mengambil alih peran kekuasaan. Pada kondisi  seperti ini, pemilihan tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat, sebab balas budi biaya pemilihan adalah karpet merah bagi oligarki  dengan modus investasi.

Ketua AMAN Maut Munadi Kilkoda menyatakan, Pilkada di Maluku dan bermainnya Oligarki Itu sudah pasti. Walaupun sebenarnya dari aspek kewenangan di sektor pertambangan tidak lagi melekat pada pemerintah kab/kota. Hanya saja kata dia relasi itu akan tetap dibangun karena ada kepentingan yang lebih besar yang ingin dikuasai para pemilik modal. Apalagi kabupaten/kota yang potensi SDA nya melimpah.

“Saya berkeyakinan  mereka mendapat dukungan finansial dari pemilik modal baik yang sudah ada maupun yang akan berinvestasi. Jadi, kalau kompromi antara elit politik dgn pemilik modal ini sudah dibangun. Ke depan Cakada yang terpilih tidak mungkin tegas pada kepentingan daerah atau lingkungan.

“Padahal kondisi wilayah kita yang daya dukung makin menurun dan ancaman bencana yang menghantui setiap waktu terus menerus terjadi. Isu lingkungan ini harusnya menjadi agenda  penting. Saya berharap Cakada yang terpilih nanti adalah mereka yang bisa diajak kerjasama membicarakan keselamatan warga Maluku Utara dari aspek lingkungan hidup,” harapnya. Dia bilang banyak PR dalam urusan ini  harus mereka jawab dalam bentuk kebijakan.  

Wawan Wardiana, Direktur Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  saat diskusi online Kamis (26/11/2020)  digelar  Katadata Indonesia bertitel Hutan di Tengah Pilkada mengatakan,  KPK sudah survei terkait proses pilkada pada 2015, 2017 dan 2018.  KPK mewawancarai calon kepala daerah yang kalah dalam pilkada di provinsi, maupun kabupaten kota.

Dari hasil survei KPK itu menunjukkan, 82,3% calon menyatakan karena dana relatif kecil dibandingkan biaya, mereka dibantu donatur atau sponsor. Bantuan mereka tidak terbatas kepada masa kampanye, jauh sebelum kampanye.

Terkait dana sponsor atau donator, KPK lalu menanyakan soal benturan kepentingan guna mengetahui kemungkinan imbalan jasa andai memenangkan pilkada. Hasil survei KPK 2015 menyatakan, 56% pendonor meminta imbal jasa atau bantuan setelah terpilih. Tahun 2017, naik jadi 71% dan 2018 menjadi 76%.

Eksploitasi hutan oleh sebuah perusahaan HPH di Pulau Obi

“Mereka itu berharap bantuan saat setelah jadi kepala daerah. Itu dinyatakan eksplisit baik lisan maupun tertulis. Harapannya, banyak. Ujung-ujungnya mereka ingin dipermudah dalam perizinan,”jelas Wawan.

Ketika ditanyakan apakah akan mengabulkan permintaan dari pendonor atau sponsor, 83% menyatakan akan memenuhi permintaan pendonor.

Untuk kehutanan, sebenarnya sejak 2010, KPK sudah lakukan kajian guna pencegahan, seperti mulai perencanaan kehutanan. KPK juga merekomendasikan, ada peta tunggal untuk kawasan hutan.

Saat kajian itu, banyak tumpang tindih kawasan. Dari aspek perizinan, saat kajian, untuk mendapatkan izin ini ternyata tidak mudah. Dengan banyak perizinan dan persyaratan harus dipenuhi, dan banyak keberatan dalam memenuhi persyaratan hingga terjadi upaya suap.

“Kalau ditanya di lapangan, ternyata mereka harus mengeluarkan Rp600 juta-Rp22 miliar per tahun untuk mendapatkan izin konsesi.”

Kondisi inilah,  yang membuat layanan jadi tidak baik. Bahkan muncul upaya pemerasan dan suap di setiap tahapan dalam perizinan termasuk kebijakan-kebijakan yang diberikan.

Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Kamis (26/111)  lalu  dalam diskusi online Katadata Indonesia bertitel   Hutan di Tengah Pilkada mengatakan,  Pilkada   2020 sangat spesial. Bukan hanya terlaksana pada masa pandemi, pemimpin daerah terpilih merupakan generasi pertama yang menjalankan atau mengimplementasikan UU Cipta Kerja yang penuh kontroversi itu.

“Ini tantangan baru bagi masa depan lingkungan hidup. Daerah-daerah yang akan pilkada itu memiliki kekhasan ekologis dan berkaitan dengan masa depan hutan Indonesia,” katanya.  

Dia bilang  secara keseluruhan  daerah yang  gelar pilkada ini memiliki hutan alam sekitar 60,05 juta hektar atau setara 67,72% dari hutan alam di Indonesia.  

Banjir di Saolat, Wasile Haltim, 13 September 2020 diduga akibat eksploitasi wilayah hulu foto Fb Munadi Kilkoda

Semestinya, kata Teguh, Pilkada serentak ini bisa jadi momentum politik untuk mempengaruhi perlindungan hutan tersisa dan pencapaian komitmen iklim Indonesia sektor kehutanan. Bisa juga jadi peluang bagi pemerintah daerah memperkuat perlindungan hutan alam dan ekosistem gambut.

Pilkada, seharusnya bisa menghasilkan pemimpin daerah yang jadikan hutan alam dan ekosistem  sebagai aset pembawa peluang, bukan pembawa risiko.

Madani menilai, pesta demokrasi ini pertarungan antara menyelamatkan hutan atau menggunduli hutan. Jadi,  bukan hanya rutinitas demokrasi.

“Ini satu titik penting harus disikapi karena menyangkut masa depan hutan Indonesia. Walaupun pilkada hanya diikuti sembilan provinsi, tetapi melingkupi lebih dari setengah  luas hutan alam tersisa di Indonesia,” katanya.

Pilkada, katanya juga bisa jadi momentum positif penguatan perlindungan hutan dan iklim.  Tak bisa dipungkiri, ada sisi ancaman terkait penggundulan hutan. Tentu sangat mengkhawatirkan jika proses pilkada tidak mengusung konten dan komitmen perlindungan hutan dan masa depan lingkungan hidup.

Dia bilang, kehilangan hutan bukan sekadar pohon atau tumbuh-tumbuhan juga ancaman bencana. Bencana banjir, longsor dan kebakaran hutan dan lahan bakal meningkat seiring luas hutan berkurang.

Untuk itu, meminimalkan risiko bencana, selain mencegah deforestasi dan degradasi hutan, penting bagi kepala daerah terpilih.  

Terkait Undang-undang Cipta kerja Omnibus law Pilkada serentak ini, kata Teguh, melihat ketentuan dalam UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja, ada beberapa kewenangan pemerintah daerah terkait pengelolaan sumber daya alam ditarik ke pusat. Setidaknya, ada lima kewenangan pemerintah daerah terhapus oleh UU Cipta Kerja. Pertama, kewenangan terkait penataan ruang kawasan strategis termasuk penetapan, perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang kawasan strategis.

Kedua, kewenangan menetapkan kebijakan amdal dan UKL-UPL. Ketiga, kewenangan menetapkan jenis usaha dan atau kegiatan wajib dilengkapi UKL-UPL.

Keempat,  kewenangan membentuk dan memberikan lisensi pada Komisi Penilai Amdal serta menetapkan pakar independen yang membantu komisi ini. Kelima, kewenangan pemberian perizinan berusaha untuk pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi.

Meskipun begitu, kata Teguh Pemda masih memiliki kewenangan perencanaan ruang di wilayah dalam bentuk RTRW provinsi dan kabupaten. RTRW daerah bisa disesuaikan memberi jalan bagi kepentingan proyek strategis nasional atau kalau ada perubahan kebijakan nasional yang strategis.

“Kewenangan pemerintah provinsi paling signifikan dalam konteks perlindungan dan pengelolaan hutan, ekosistem gambut, dan lingkungan hidup. Antara lain, pengajuan usulan perubahan status dan fungsi kawasan hutan melalui mekanisme revisi tata ruang, perlindungan dan pengelolaan hutan alam di APL dalam RTRW provinsi, pemberian perizinan berusaha yang dapat mengubah tutupan hutan, misal, perkebunan dan pertambangan. (*)

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Gane Dihantam Abrasi Parah dan Kesulitan Air Bersih

    • calendar_month Sab, 4 Jun 2022
    • account_circle
    • visibility 178
    • 0Komentar

    Tanggul penahan ombak di desa Gane Dalam yang kini telah patah dan tenggelam dihantam gempa. Saat ini belum juga diperbaiki dan warga dalam keadaan terancam foto M Ichi

  • BMKG: Waspadai Gelombang Tinggi

    • calendar_month Rab, 16 Des 2020
    • account_circle
    • visibility 146
    • 0Komentar

    Badan Meteorologi  Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ternate mengeluarkan peringatan kepada masyarakat Kota Ternate dan Maluku Utara umumnya, agar selalu  waspada dengan kondisi cuaca  beberapa hari ini. Kepala BMKG Ternate Joko Sumardiono melalui rilis  yang dikirim ke kabarpulau.co.id/ menyampaikan bahwa   umumnya hujan ringan di sebagian besar wilayah Maluku Utara dengan potensi hujan sedang-lebat di wilayah Taliabu. […]

  •  Ini Urgensinya Energi Bersih dan Terbarukan  

    • calendar_month Rab, 8 Nov 2023
    • account_circle
    • visibility 170
    • 0Komentar

    Salah satu penyumbang emisi terbesar yang berdampak pada Krisis iklim adalah sektor energi, sementara komitmen untuk transisi energi menuju energi bersih dan terbarukan seolah berjalan lambat. Di sisi lain masih banyak wilayah di Indonesia yang belum menikmati listrik seperti yang dinikmati di daerah perkotaan. Untuk membedah masalah ini, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bersama BBC […]

  • Mangrove di Maluku Utara Makin Terdesak

    • calendar_month Sel, 1 Sep 2020
    • account_circle
    • visibility 256
    • 0Komentar

    Butuh Kolaborasi Multi Pihak Selamatkan Mangrove Berdasakan data terbaru one map mangrove yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Maluku Utara memiliki hutan mangrove  mencapai 41.228,7 hektar. Dari luasan itu, kondisinya semakin hari semakin terdesak. Baik oleh pemukiman, industri ekstraktif, perkebunan, tambak bahkan perluasan kota. Mangrove juga menjadi sumber bahan bakar  sebagian masyarakat  di […]

  • Ini Penjelasan Masyarakat Speleologi Indonesia Soal Bokimoruru

    • calendar_month Kam, 7 Sep 2023
    • account_circle
    • visibility 222
    • 1Komentar

    Masyarakat Speleologi Indonesia (MSI) yang memiliki spesifikasi keilmuan mempelajari gua termasuk  proses pembuatan dan lingkungannya   melihat kasus di Sungai Sagea dan Goa Bokimoruru  penting diberitanggapan. Melalui rilis MSI yang diterima kabarpulau.co.id/ Kamis (7/9/2023) menyampaikan  bahwa Gua Bokimoruru adalah Salah Satu Sistem Gua Sungai Bawah Tanah Terpanjang  di Indonesia. Gua  di Pulau Halmahera itu  saat ini tercemar  diduga […]

  • Raja Ampat dan Halmahera, Surga yang Terluka di Timur Indonesia

    • calendar_month Sen, 9 Jun 2025
    • account_circle
    • visibility 331
    • 0Komentar

      Penulis Badrun Ahmad Dosen Universitas Khairun Di ujung  timur Indonesia, terbentang  gugusan pulau karang nan memesona: Raja Ampat. Hamparan atol dan atolnya yang berkilau di atas lautan biru jernih menjadikannya salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Lebih dari 500 spesies karang dan ribuan spesies ikan menjadikan Raja Ampat sebagai laboratorium […]

expand_less