Breaking News
light_mode
Beranda » Headline » Dodinga dan Cerita  Wallace untuk Kehati di Maluku Utara   

Dodinga dan Cerita  Wallace untuk Kehati di Maluku Utara   

  • account_circle
  • calendar_month Sen, 1 Sep 2025
  • visibility 212

Warga Desa Dodinga Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara terlihat tumpah ruah ke jalan siang itu di awal Oktober lalu 2024 lalu. Mereka menyambut tamu penting yang akan meresmikan prasasti Alfred Russel Wallace. Kedatangan Duta Besar Inggris untuk Indonesia Dominic Jermey bersama William (Bill) Wallace cicit Alfred Russel Wallace   dan pemerintah provinsi dan kabupaten ke kampung itu, seperti memutar kembali memori kedatangan pertama kalinya Wallace ke Dodinga Halmahera Barat pada tahun 1858.

Kedatangan mereka yang terkait dengan peresmian  prasasti  itu  sekaligus menandai  tonggak perlindungan terhadap berbagai keragaman hayati di Halmahera dan pulau-pulau lainnya di Maluku Utara.

Desa Dodinga memiliki peran strategis dalam perjalananan ilmiah  Wallace saat ke  Ternate dan Pulau Halmahera serta pulau lainnya di Maluku Utara.  Di desa ini, Wallace menderita sakit yang diduga malaria kemudian menginsiprasinya menuliskan teori tentang evolusi yang dalam bentuk makalah selanjutnya dikirimkan kepada rekannya yang lain di Inggris  yakni Charles Darwin. Dari makalah ini  yang kemudian menghasilkan sebuah tesis besar tentang On The Origin of Species yang menjadi perdebatan sampai saat ini.

Namun tak banyak yang tahu terutama di Maluku Utara jika teori ini lahir berdasarkan sebuah makalah yang ditulis Wallace saat  lakukan perjalanan ilmiah ke Maluku Utara,  Halmahera dan pulau-pulau sekitarnya, serta singgah di desa terpencil bernama Dodinga.

Luas desa ini mencapai 6,02 km persegi. Sesuai data BPS tahun 2019 menunjukan, jumlah penduduk di desa  Dodinga mencapai 1.362 jiwa. Mereka sebagian besar adalah petani, pedagang, dan nelayan.

Selama  perjalanan  ilmiah Wallacea  ke Pulau-pulau di Maluku Utara, Dodinga menjadi titik mula  melahirkan karyanya  dalam bentuk sebuah tulisan  yang berjudul On the Tendency of Varieties to Depart Indefinitely from the Original Type  atau dikenal juga sebagai Letter from Ternate atau Ternate Paper. Melalui surat inilah kemudian mendorong Charles Darwin  menghasilkan teori evolusi.

Dalam banyak literatur ditulis bahwa, Wallace mengumpulkan sedikitnya 310 spesimen mamalia, 100 spesimen reptil, 8.050 spesimen burung, 7.500 spesimen kerang, dan 109.700 spesimen serangga (kupu-kupu, lebah, atau ngengat) selama perjalanannya mengelilingi sejumlah pulau di Indonesia termasuk Maluku Utara.

Dalam bukunya, The Malay Archipelago (1869),  menceritakan  perjalananya ke Halmahera salah satunya menyinggahi Sindangoli dan Dodinga (juga disebut  Dojinga atau Dodingo dalam literatur).  Wallace tiba di Ternate tepat di hari ulang tahunnya yang ke-35, 8 Januari 1858. Kemudian 14 hari setelah tiba di Ternate, Wallace berlayar ke  Halmahera.

Saat mengunjungi Halmahera, ia pertama kali menginjakkan kakinya di Sidangoli (Sedingole). Namun di desa tersebut tak ditemukan kekayaan biodiversitas seperti yang diharapkan. Dalam buku itu Wallace menggambarkan Sidangoli sebagai “dataran yang ditumbuhi rerumputan tinggi yang kasar, di sana-sini dipenuhi pepohonan lebat, kawasan hutan hanya dimulai dari perbukitan jauh di pedalaman. Tempat seperti itu hanya memiliki sedikit burung dan tak ada serangga”.

Dua hari di Sidangoli, Wallace dan asistennya Ali dan Charles Allen, melanjutkan perjalanan lewat jalur laut ke desa berikutnya, Dodinga. Dodinga tersembunyi di dalam sebuah teluk dikelilingi mangrove  yang berhadapan dengan Ternate. Perahu sewaan Wallace memasuki sebuah kanal  mangrove yang tembus ke desa. Kanal itu merupakan sungai yang  melintasi desa dan berakhir di laut.

Di tepi sungai itu, ia menemukan sebuah pondok beratap bocor milik penduduk desa dan menyewanya 5 guilders sebulan. Di pondok itulah teori evolusi oleh seleksi alam Wallace tercetus. Di Dodinga ada sebuah benteng yang berada di atas bukit  di desa itu. Keberadaan benteng ini juga ditulis Wallace dalam The Malay Archipelago.

Benteng dan menaranya, tulis Wallace, sudah lama hancur karena  gempa bumi. Reruntuhannya membentuk kumpulan batu padat setinggi sekitar 10 kaki dan luas sekitar 40 kaki persegi. Di bekas reruntuhan itu terdapat sejumlah gubuk jerami yang ditempati garnisun kecil yang terdiri atas seorang kopral Belanda dan empat tentara Jawa. Mereka merupakan perwakilan tunggal pemerintahan Belanda di Pulau Halmahera.

Hingga saat ini masih ditemukan sisa benteng  dan  di sekitar reruntuhan   masih banyak  pecahan keramik dan porselen China berkualitas tinggi yang dipercaya berusia ratusan tahun. Ada patok hitam putih di empat sisi benteng, penanda ada otoritas tertentu yang tengah melakukan penggalian di benteng tersebut.

Cicit Alfred Russel Wallace, William (Bill) Wallace (keempat dari kiri) berfoto bersama Dubes Inggris untuk Indonesia H.E. Dominic Jerme (kaus putih) PJ Bupati Halbar Deni Tjan dan Pj Gubernur Malut Samsudin A Kadir bersama para tamu usai peresmian prasasti Wallace di Dodinga, foto M Ichi

Prasasti AR Wallace  

Setelah ratusan tahun, atau tepatnya 166 tahun berlalu para ilmuwan dan wisatawan terutama  menapaktilasi perjalanan  Wallace. Mereka melakukan perjalanan  melewati jalur jalur yang pernah dilalui Wallacea.

Prasasti Wallace di  Desa  Dodinga yang diresmikan oleh Dubes Inggris bersama pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Barat menjadi titik awal orang akan mengingat Wallacea dan perjalanannya ke Halmahera.

Saat diresmikan prasasti tersebut, warga Desa Dodinga Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat tumpah ruah ke jalan.  H. Ramli salah satu warga Dodinga  merasa bersyukur dan berterimakasih karena pendirian prasasti Wallace ini akan menjadikan desa mereka sebagai salah satu desa wisata terutama  terkait dengan keanekaragaman hayati dan Wallace.

Usai peresmian, Duta Besar Inggris untuk Indonesia H.E. Dominic Jerme  H.E. Dominic Jerme mengatakan Maluku Utara  kaya akan keindahan alam dan nilai sejarah. Sementara  kunjungan tersebut menjadi  penanda perayaan atas penelitian ilmiah Alfred Russel Wallace, yang selamanya mengubah pemahaman manusia  tentang alam. Dia bilang  lahirnya teori seleksi alam dari Desa Dodinga merupakan warisan yang terus menginspirasi komunitas ilmiah dan upaya  semua pihak bersama mengatasi tantangan lingkungan saat ini.

“Inggris bangga bermitra dengan Indonesia dalam berbagai isu utama seperti ketahanan iklim, konservasi keanekaragaman hayati, dan transisi energi bersih. Melalui berbagai inisiatif seperti program MENTARI (Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia), UK PACT (UK Partnering for Accelerated Climate Transition), British Council’s Wallacea Week, dan Newton Fund, kami bekerja sama untuk membangun masa depan yang berkelanjutan, memanfaatkan kekuatan sains, penelitian, dan teknologi untuk mengatasi krisis iklim dan alam,” katanya.

Menurutnya, seiring merayakan 75 tahun hubungan diplomatik Inggris-Indonesia, dia yakin dapat memperkuat kemitraan yang lebih jauh dan bekerja sama untuk mewujudkan kesejahteraan. Turut  melestarikan lingkungan dan menciptakan planet yang layak huni bagi generasi mendatang.

Sedangkan William Wallace mengatakan, Wallace menghabiskan waktu bertahun-tahun bekerja sebelum akhirnya menemukan  teori evolusi  oleh seleksi alam,  bukanlah  sebuah keberuntungan, tetapi  studi, penelitian, dan ketabahan serta  keteguhan hati selama bertahun- tahun yang membuat Wallacea  mampu melihat kebenaran.

Teori Evolusi  oleh Seleksi Alam telah digambarkan sebagai ide terbaik yang pernah ada.  “Saya pikir kita harus mengingat siapa orang pertama yang menulis teori lengkap yang siap dipublikasikan Alfred Russel Wallace di sini, di Dodinga pada tahun 1858,” katanya.

Dalam perjalanan Wallace ke kepulauan Melayu adalah dunia yang belum sepenuhnya dijelajahi. Dia menghabiskan waktu  8 tahun.  Dia dan para asistennya mengumpulkan lebih dari 126.000 spesimen, banyak di antaranya yang baru bagi ilmu pengetahuan.

Salah satu bagian penting dari perjalanannya adalah ketika melakukan perjalanan dari Bali ke Lombok. Jarak antara kedua pulau ini hanya 20 mil, tetapi bagi Wallace perbedaan antara kedua pulau ini sangat signifikan.  Bali memiliki tanaman dan hewan yang didominasi Asia, sementara Lombok memiliki tanaman dan hewan khas Australia.  Laut sejauh 20 mil itu adalah penghalang yang tidak bisa dilewati. Sama tidak bisa dilewati seperti halnya Atlantik bagi tumbuhan dan hewan Amerika dan Eropa.

Wallace adalah orang pertama yang menyadari hal ini, dan membuat pembagian  yang sekarang disebut Garis  Wallace. Daerah di sebelah timur garis   disebut Wallacea  di dalamnya terdapat Pulau Komodo. Jadi, komodo  adalah hewan khas Wallacea.(*)

 

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Bina Desa di Pulau Laigoma, FPK Unkhair Turut Lepas Tukik

    • calendar_month Rab, 13 Sep 2023
    • account_circle
    • visibility 167
    • 1Komentar

    Sebagai bagian dari pengabdian kepada masyarakat,  Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Khairun Ternate menggelar kegiatan  Bina Desa. Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Laigoma Kecamatan Kayoa Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara 9 dan 10 September 2023 lalu. Tujuan kegiatan ini adalah, memberikan pengetahuan bagi masyarakat nelayan, khususnya di Pulau Laigoma, […]

  • Ini Kajian AEER Soal Rencana HPAL Obi dan Morowali

    • calendar_month Kam, 4 Feb 2021
    • account_circle
    • visibility 262
    • 0Komentar

    Suasana laut dan pantai desa Kawasi Obi Halmahera Selatan/foto Ata Fatah

  • BMKG: Waspadai Gelombang Tinggi

    • calendar_month Rab, 16 Des 2020
    • account_circle
    • visibility 145
    • 0Komentar

    Badan Meteorologi  Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ternate mengeluarkan peringatan kepada masyarakat Kota Ternate dan Maluku Utara umumnya, agar selalu  waspada dengan kondisi cuaca  beberapa hari ini. Kepala BMKG Ternate Joko Sumardiono melalui rilis  yang dikirim ke kabarpulau.co.id/ menyampaikan bahwa   umumnya hujan ringan di sebagian besar wilayah Maluku Utara dengan potensi hujan sedang-lebat di wilayah Taliabu. […]

  • 47 Korporasi Perusak Lingkungan dan Indikasi Korupsi Dilapor ke Kejagung

    • calendar_month Ming, 9 Mar 2025
    • account_circle
    • visibility 302
    • 0Komentar

    Potensi Rugikan Negara 437 Triliun WALHI  Eksekutif   Nasional dan WALHI Aceh, WALHI Sumatera Utara, WALHI Riau, WALHI Sumatera Selatan, WALHI Jambi, WALHI Bengkulu, WALHI Lampung, WALHI Babel, WALHI Sumatera Barat, WALHI Kalimantan Tengah, WALHI Kalimantan Timur, WALHI Kalimantan Selatan, WALHI Bali, WALHI NTT, WALHI NTB, WALHI Maluku Utara, dan WALHI Papua melaporkan 47 korporasi perusak […]

  • Perempuan Mapala Bicara Perubahan Iklim

    • calendar_month Kam, 13 Agu 2020
    • account_circle
    • visibility 160
    • 0Komentar

    Soroti  Reklamasi hingga  Sampah Pembalut Wanita  Perkumpukan Paka Tiva Maluku Utara,  sebuah lembaga non profit yang bekerja untuk pendampingan warga  dan concern  untuk isu literasi,  budaya dan ekologi,  menggelar Seri Diskusi Pencinta Alam Maluku Utara.  Diskusi Rabu (12/8) di jarod cafe BTN, adalah   kedua kalinya. Pesertanya  Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala)  dari berbagai perguruan tinggi di […]

  • Keren,,,Ini Cara Bangun Kesadaran Lingkungan Kaum Muda

    • calendar_month Jum, 24 Sep 2021
    • account_circle
    • visibility 191
    • 1Komentar

    aksi angkat sampah yang dilakukan oleh staf PakaTiva di Pantai Kasetela Ternate beberapa waktu lalu

expand_less