Breaking News
light_mode
Beranda » Kabar Kota Pulau » Tangkap Tuna Makin Jauh, Ukurannya juga Makin Kecil

Tangkap Tuna Makin Jauh, Ukurannya juga Makin Kecil

  • account_circle
  • calendar_month Sab, 20 Nov 2021
  • visibility 144

Sebuah Ikhtiar di  Hari Perikanan  Sedunia

Sabtu (21/11/2021) ini,  bertepatan dengan Hari Perikanan Sedunia atau lebih dikenal denga World Fsiheries Day (WFD) . Hari penting ini  bagi nelayan ini  diperingati oleh sebagian kecil nelayan  di Kelurahan Jambula Pulau Ternate. WFD  ini ini diperingati bersama Lembaga Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) yang dalam beberapa tahun ini  melakukan pendampingan  terhadap nelayan tuna di Maluku Utara.

WFD  sendiri mungkin juga tidak diketahui sebagian penduduk terutama nelayan  kecil. Peringatan ini sebenarnya memiliki makna penting terutama  ikhtiar atas kondisi sumberdaya perikanan yang dimiliki saat ini. Pasalnya, di tengah bertambahnya penduduk dan  jenis alat tangkap, hasil tangkapan makin kecil dan menangkapnya  juga semakin jauh. Akhirnya membebani pengeluaran nelayan  terutama kebutuhan bahan bakar mereka.  

Menyikapi kondisi perikanan terutama jenis ikan tuna ini maka  mereka yang tergabung dalam kelompok nelayan fair trade di Ternate, Maluku Utara itu mengajak semua nelayan untuk istirahat  sehari menangkap ikan. Ajakan ini   bertujuan  ada waktu jeda agar ikan bertelur dan berkembangbiak. Ajakan ini disampaikan dalam diskusi   WFD 2021 yang dihelat sederhana di Kantor Lurah Jambula    dihadiri para nelayan dan berbagai kelompok masyarakat lainnya.

Gafur Kaboli, nelayan champion kelompok fair trade Marimoi di Jambula yang menyampaikan materi dalam diskusi itu,  membeber data-data yang dihimpun oleh Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI). Dari data data mereka menunjukan bahwa   ukuran ikan tuna yang berhasil ditangkap sudah makin kecil dan nelayan makin jauh menangkap. Akhirnya  waktu yang diperlukan melaut makin lama dan biaya bahan bakar jadi membengkak. “Inilah tanda-tanda dari menurunnya hasil tangkapan yang perlu diwaspadai nelayan-nelayan kecil yang memiliki keterbatasan dibanding kapal besar,” kata Gafur dalam diskusi tersebut.

Gafur  menjelaskan  situasi perikanan ini di hadapan nelayan yang hadir. Dia jelaskan, data perikanan tuna IFish MDPI 2014,  di WPP 714 dan 715 panjang tuna masih besar. Ukurannya 150-170 cm yang tertangkap nelayan masih banyak. Tapi pada 2020, terjadi sebaliknya. Kebanyakan kecil. “Ada apa, laut bermasalah? Ikan bermigrasi dan penangkapan berlebih,” ujar Gafur yang anggota kelompoknya berjumla 25 orang  itu.

Para nelayan tuna yang menurunkan hasil tangkapannya foto USAID SEA

Dia bilang, karena nelayan sangat tergantung dengan laut, untuk  jamin mendapatkan ikan,  harus mengikuti caranya. Penangkapan juga harus ramah lingkungan, tidak mengganggu satwa yang dilindungi seperti lumba-lumba, penyu, dan hiu, tidak membuang sampah di laut, dan mematuhi prinsip perikanan berkelanjutan lainnya.

Disadari  banyaknya kapal ikan besar juga makin menggerus  hasil tangkapan nelayan kecil. Namun ada juga penyebab lain seperti pengeboman  dan potassium sebagai bagian dan praktek destructive fishing. Hal ini  mengakibatkan terumbu karang yang jadi rumah ikan hancur.  “Semua saling memiliki ketergantungan, kalau ada yang  rusak laut kita tidak sehat,” lanjut Gafur yang juga Pengawas Koperasi Nelayan Bubula Ma Cahaya itu.

Dia bilang,  mengistirahatkan laut sehari  bisa memberikan kesempatan ikan berkembangbiak. Telur jadi anakan, lalu dewasa, memijah dan produksi telur lagi.

Dia contohkan, sudah ada upaya yang dilakukan pemerintah. Misalnya  di laut Banda  ada penutupan di zona tertentu   3 bulan saat  waktu pemijahan, dan yang bisa melaut hanya kapal skala kecil. Pengendalian alat tangkap, pembatasan izin masuk, dan menentukan kuota tangkap.

Selain itu,  perlu memperhatikan standar ukuran ikan yang ditangkap. Hal ini  juga penting diketahui nelayan karena ikan semakin besar, telurnya jauh lebih banyak. Kalau ukuran ikan 40 cm menghasilkan telur 350 ribu, jika 50 cm menghasilkan 1 juta telur, dan di atas itu bisa bertelur sampai 3 juta.  Karena itu jika sehari memberi   waktu rehat   dan tidak menangkap induk tuna  berarti sudah memberi waktu bagi tuna  bertelur  dan memijah  yang lebih banyak.

Lalu apa hal lain yang bisa dilakukan nelayan?  Gafur mengajak nelayan  untuk mendata hasil tangkapannya karena suara nelayan  ada dalam data. Hal lain yang dilakukan nelayan adalah  tidak buang sampah di laut, tidak menangkap satwa terancam punah, dan menyisihkan satu hari istirahat untuk mengurangi tekanan penangkapan. “Bagaimana kalau libur melaut tiap Jumat?” ajaknya. Mahrumi H. Ismail, tokoh agama  Jambula menyatakan dukungan untuk satu hari istirahat. Menurutnya, laut sama dengan manusia, butuh istirahat.

Ruslan S. Djauhar, Lurah Jambula, Kecamatan Pulau Ternate yang hadir dalam diskusi tersebut  menyatakan mendukung  pemberdayaan hasil perikanan berkelanjutan. Karena sistem pengolahan dan perikanan nelayan kecil masih tradisional sementara sektor perikanan sudah global. “ Sudah saatnya dipikirkan  sistem perikanan yang keberlanjutan,”  katanya. Inilah salah satu prinsip fair trade yang didampingi MDPI di beberapa lokasi perikanan wilayah Maluku Utara.

Rahman Pelu, Koordinator Daerah MDPI Maluku Utara mengatakan, MDPI sudah mengembangkan sejumlah sistem perikanan fair trade yang akan meningkatkan penghasilan nelayan kecil jika diterapkan. Misalnya pendampingan sertifikasi fair trade di kelompok nelayan tuna skala kecil dan meningkatkan pengorganisasian kelompok untuk melaksanakan praktik penangkapan bertanggungjawab. “Manfaat sertifikat fair trade, bisa mendapatkan dana premium yang digunakan untuk program lingkungan dan sosial oleh nelayan,” katanya.

Dalam  WFD itu juga dilakukan pemutaran film pendek tentang kegiatan  MDPI  yang menceritakan mekanisme pengumpulan data melalui sistem I fish sehingga data bisa diakses pemerintah daerah dan para pihak guna mengetahui kondisi perikanan tuna di Indonesia.

Pengukuran ikan tuna salah satu kegiatan yang dilakukan oleh MDPI

Dimulai dengan mengukur sampel tangkapan. Jika panjang rata-rata ikan kategori ikan muda saja menjadi indikator krisis. Pengumpulan data juga dengan wawancara misal penggunaan es, bahan bakar minyak, dan area penangkapan. Ada juga dokumentasi pemberian insentif dana premium serta  pelatihan menciptakan kondisi kerja aman (safety at sea) seperti kotak obat dan pelampung.

WFD yang jatuh tiap 21 November ini juga dilakukan di sejumlah site dampingan MDPI di Maluku Utara,   dibuat oleh nelayan champion dengan beragam acara. Ada edukasi perikanan untuk anak-anak sekolah, pembersihan pantai, lomba, dan lainnya.(*)

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Wilayah Kelola Hutan Oleh KPH Bertambah

    • calendar_month Jum, 25 Mar 2022
    • account_circle
    • visibility 381
    • 1Komentar

    BPHP- KPH  Bahas Update  Peta Arahan HP-HL di Malut  Arahan pemanfaatan hutan produksi- hutan lindung mulai dibahas. Pembahasan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) Wilayah XIV Ambon itu, dilaksanakan di hotel Muara Ternate, Kamis (24/3/2022). BPHP yang membawahi wilayah Maluku dan Maluku Utara membahasnya  dengan  gelar Focus Discussion Group […]

  • Kondisi Lingkungan Maluku Utara Butuh Perhatian

    • calendar_month Rab, 17 Jun 2020
    • account_circle
    • visibility 280
    • 0Komentar

    Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni 2020 ini mengambil  tema  “Time For Nature” yang mengajak  penduduk dunia menyadari bahwa makanan yang dimakan, air yang diminum, dan ruang hidup di planet yang ditinggali adalah sebaik-baiknya manfaat dari alam (nature) sehingga harus dijaga kelestariannya. Sayangnya apa yang didengungkan ini  berbanding terbalik dengan kondisi  saat ini.  Di Provinsi Maluku […]

  • Dari Togutil ke Tobelo Dalam: Jejak Sejarah dan Transformasi Suku Pedalaman Halmahera

    • calendar_month Ming, 5 Okt 2025
    • account_circle
    • visibility 284
    • 0Komentar

    Penulis: Jamal Adam. Animal Keeper Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata, Halmahera Pulau Halmahera di Maluku Utara tidak hanya kaya akan keanekaragaman hayati, tetapi juga menyimpan sejarah panjang masyarakat adat yang hidup berdampingan dengan alam. Salah satu   yang menarik untuk ditelusuri adalah perjalanan suku Togutil, yang kini dikenal sebagai suku Tobelo Dalam. Mereka bukan sekadar masyarakat […]

  • Alokasi PS- TORA dan Pelepasan HPK-TP Perlu Kajian Mendalam

    • calendar_month Jum, 5 Feb 2021
    • account_circle
    • visibility 296
    • 0Komentar

    Aktivitas menanam KTH Ake Guraci yang memperoleh Izin seluas 100 hektar foto Juliaty penyuluh Ps

  • Ini Gebrakan Komunitas Halmahera Wildlife Photografi

    • calendar_month Rab, 10 Mar 2021
    • account_circle
    • visibility 163
    • 0Komentar

    Hari masih sangat pagi. Jarum jam baru menunjukan pukul 0.7.00 WIT. Kawasan  Ruang Terbuka Hijau  (RTH) Taman Nukila di  Kelurahan Gamalama Ternate Minggu (28/2) sudah sangat ramai. Ratusan Ibu-ibu dan anak-anak  sudah berkumpul di kawasan itu, untuk  sekadar bermain dan  menggelar senam. Sementara beberapa anak muda yang tergabung dalam Komunitas Halmahera Wildlife Photografi (HWP) sibuk […]

  • Mangrove di Maluku Utara Makin Terdesak

    • calendar_month Sel, 1 Sep 2020
    • account_circle
    • visibility 256
    • 0Komentar

    Butuh Kolaborasi Multi Pihak Selamatkan Mangrove Berdasakan data terbaru one map mangrove yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Maluku Utara memiliki hutan mangrove  mencapai 41.228,7 hektar. Dari luasan itu, kondisinya semakin hari semakin terdesak. Baik oleh pemukiman, industri ekstraktif, perkebunan, tambak bahkan perluasan kota. Mangrove juga menjadi sumber bahan bakar  sebagian masyarakat  di […]

expand_less