Selain rempah cengkih dan pala, salah satu tanaman lokal Maluku Utara yang menghidupkan warga adalah pohon kenari. Buah dari pohon kenari dapat diolah menjadi berbagai bahan pencampur kue. Tidak itu saja saat ini dikembangkan menjadi bahan obat dan minyak. Kenari sebenarnya menjadi pohon kehidupan bagi warga yang mendiami Pulau Makean Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. Dari kenarilah biaya hidup sehari-hari bisa tercukupi. Bahkan biaya pendidikan hingga ada yang ditabung untuk ongkos naik haji.
Banyak warga di Pulau Makean meyakini kenari adalah pohon asli yang tumbuh dan berkembang di pulau Makean. Meski demikian berdasarkan beberapa catatan sejarah kehadiran kenari di Pulau Makean punya kaitan erat dengan sejarah cengkih di zaman kolonial.
Dosen Sejarah Universitas Khairun Ternate Irfan Ahmad menjelaskan, sejarah kenari tidak terlepas dari sejarah cengkih zansibar. Menurut dia, berdasarkan Histoy Das Maluccas laporan Gubernur Antonio Galvao, sejak dahulu kualitas cengkih terbaik berada di Pulau Makean. Hal ini diakui para pedagang Eropa sebagaimana isi laporan Gubernur Antonio Galvao dalam “History Das Maluccas”. Karena itu juga pulau Makean selalu menjadi rebutan. Bahkan sempat memunculkan kemarahan Sultan Khairun di zamannya karena ada intervensi Portugis dalam melakukan transaksi dagang langsung ke pulau Makean.
Irfan bilang, ketika Belanda dengan perusahaan dagang (VOC) masuk di Ternate dan tidak mampu membendung lajunya perdagangan cengkih, maka muncul gagasan melakukan penebangan cengkih atau dikanal dengan istilah pelayaran hongi atau hongitochten. Pulau Makeang menjadi salah satu wilayah sasaran program penebangan tersebut. Pada 1652-1654 terjadi penebangan besar-besaran cengkih. Untuk menghindari konflik terbuka masyarakat Makean dengan VOC- Ternate maka dibuatlah cerita bahwa pembelian harga akar dan batang cengkeh itu lebih mahal dari buahnya. Di saat yang sama pihak VOC juga memperkenalkan jenis tanaman baru yakni Kenari.
Tipu daya penjajah Belanda membeli batang hingga akar cengkih ini membuat masyarakat Makeang berlomba-lomba menjual akar dan batang cengkih dan diganti dengan menanam pohon kenari. Pohon kenari ternyata memiliki banyak manfaat menjelang abad 19 karena pihak kolonial Belanda mengajarkan cara membuat minyak goreng mengunakan kenari jauh sebelum orang Makeang mengetahui minyak goreng dari kepala.
Hingga kini, kenari selain menjadi pelindung pulau, dia sudah menjadi pohon sumber kehidupan warga 15 desa yang mendiami pulau ini. “Jadi kenari di Makeang didatangkan Belanda dan khusus untuk orang Makean. Beda dengan kenari di tempat lain seperti Ambon, Seram dan Hitu yang juga menjadi sasaran “penebangan cengkih kala itu,” jelas Irfan.
Ada referensi lain menyebutkan bahwa pohon kenari berasal dari bagian timur wilayah Malesia, yaitu kawasan Indonesia, Papua Nugini, Filipina, hingga perbatasan Australia. Pendapat ini sejalan dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa tumbuhan kenari berasal dari Maluku hingga Vanuatu, serta ada pula yang menyatakannya dari Filipina. Perbedaan pendapat tersebut disebabkan oleh jenis tanaman kenari yang terdiri dari ratusan spesies yang masing-masing tumbuh di daerah tertentu. Misalnya di Indonesia ada dua spesies, yaitu Canarium vulgare dan Canariun indicum, sedangkan dari luar negeri yaitu Canarium ovatum, Canarium harveyi, dan C. Solomonense.
Tumbuhan kenari mulai dari kawasan Malesia timur yang beriklim tropis seperti Papua, Indonesia, Filipina, Pulau Solomon, dan Vanuatu (kepulauan Pasifik). Karena memiliki nilai ekonomi dan peluang budidaya yang menjanjikan, kemudian tanaman penghasil buah kenari ini menjadi salah satu tanaman budidaya yang dikembangkan.( https://rimbakita.com/pohon-kenari/)
Dikutip dari Situs Pusat Penelitian Pengembangan Perkebunan Kementerian Pertanian, menyebutkan bahwa, kenari umumnya ada di Indonesia, tetapi tumbuhan ini juga ada di beberapa negara lain seperti Afrika, Nigeria Selatan, Madagaskar, Cina Selatan, India, Filipina, dan Bagian Selatan Asia. Terdapat sekira 30 spesies kenari, terbanyak di Indonesia antara lain Canarium amboinense Hoch. Buah pohon kenari berisi biji yang terbungkus cangkang (endokarp) yang keras dengan isi “daging” yang mengandung lemak dan protein tinggi. Bagian dalam cangkang seringkali dipakai sebagai pengganti amandel (almond) untuk menghias kue. Minyak bijinya, bisa diekstrak menjadi minyak.
Klasifikasi ilmiah kenari adalah Kingdom: Plantae (Tumbuhan); Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh); Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji); Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga); Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil); Sub Kelas: Rosidae; Ordo: Sapindales; Famili: Burseraceae; Genus: Canarium; Spesies: Canarium amboinense Hoch.
Kenari juga tumbuh di hutan primer, pada tanah berkapur, tanah berpasir maupun tanah liat, dari ketinggian rendah sampai 1500 meter di atas permukaan laut. Tinggi pohon kenari sampai 45 meter, sedangkan tinggi banir sampai 3 meter dan lebarnya 1,5 meter. Kayunya dapat digunakan sebagai kayu konstruksi yang ringan. Pohon ini juga akan mengeluarkan resin apabila pepagannya dipotong atau diiris. Minyak resin ini memiliki bau harum, shingga sering digunakan untuk minyak wangi atau parfum. Bijinya banyak mengandung lemak manis. Biji yang kering akan mengandung 65 % minyak lemak ( = ester , asam stearine , palminine , oleine , dan minyak wijen ).
Kenari Tanaman Kehidupan Warga Pulau Makean
Sebagian warga di Pulau Makean menganggap pohon kenari adalah sumber pendapatan dan kehidupan mereka. Karena itu di setiap kebun warga selalu ditanam pohon kenari. Di Desa Samsuma Makean misalnya dari tepi pantai sampai kawasan pegunungan diisi pohon kenari. Pohon-pohon kenari itu ada yang bahkan sudah berusia sudah ratusan tahun. Meski sudah ratusan tahun, pohon kenari masih tetap berbuah dan memberi penghasilan bagi pemiliknya.
“Biasanya lima sampai tujuh tahun umurnya, sudah mulai berbuah meskipun tidak banyak,” jelas Usman Hi Hamadi tokoh masyarakat Samsuma. Tanaman kenari berbuah dua kali setahun Mulai berbunga sampai matang dan jatuh itu sekira 6 bulan. Meski demkian dalam satu kebun ada kenari berbuah tidak seragam seperti musim cengkih. Setahun dua kali berbuah. Karena itu panenanya juga berulang kali.
Usman menyebutkan kenari di Pulau Makean selain usianya yang sudah ratusan tahun secara rasa berbeda dengan seperti ditanam di daerah lain. Warga sendiri mengaku tidak tahu mengapa sampai seperti itu. “Yang jelas rasa kenari Makean itu berbeda dengan yang ditanam di Pulau Halmahera atau di pulau lainnya di Maluku Utara.
Hasil kenari sebenarnya melimpah di Pulau Makean. Sayangnya sampai saat ini pemasarannya belum se-massive kopra, cengkih dan pala. Karena itu harganya juga sering fluktuatif. Kebutuhanya naik hanya saat hari raya untuk kebutuhan pembuatan kue. Sementara di bulan lainnya terbilang sepi. “Saat ini harga kenari antara Rp60 ribu sampai Rp70 ribu per kilo gram. Dia naik harga sampai Rp90 ribu jika jelang lebaran,” ujar Usman. Karena itu dia meminta agar produksi kenari ini juga perlu perhatian pemerintah membantu terutama memikirkan pasar yang memberi kepastian pada para petani kenari. Selama ini petani sering dipermainkan karena mereka tidak memiliki standar harga pasar layaknya cengkih, pala dan kopra. Paling tidak ada perhatian pemerintah untuk mengembangkannya. Tidak hanya menjadi bahan kue. Mungkin bisa dikembangkan menjadi minyak kenari yang harganya bisa lebih mahal dan menguntungkan petani kenari. “Mungkin menjadi produk yang lebih bernilai tinggi agar petani kenari juga bisa menggenjot pendapatan mereka,” harapnya. Hasil kenari saat ini selain dijual partai ke Ternate sebagian besar warga mengolahnya menjadi halua kenari.
Tradisi Bebas Pungut Buah Kenari untuk Orang Tak Mampu
Kenari ternyata memiliki makna social bagi masyarakat terutama mereka yang berada di Desa Suma Makean. Pasalnya setiap buah kenari yang telah matang dan jatuh ke tanah bisa menjadi milik komunal terutama ibu-ibu. Buah yang jatuh itu tidak saja menjadi pemilik kebun tetapi bisa jadi milik semua orang. Di Kampung Suma Makeang hak istimewa ini dikhususkan kepada ibu- ibu yang berstatus janda dan tidak memiliki pendapatam tetap. Mereka diberi kebebasan memungut buah kenari yang telah jatuh ke tanah, diambil untuk dijual menambah pendapatan mereka. “Ini sebuah tradisi yang turun temurun yang penting mereka tidak memanjat dan memanen buah kenari di pohon,” jelas Usman. “Kalau sehari dia bisa dapat satu saloi (alat angkut hasil kebun untuk perempuan di Malut,red) maka satu hari ibu janda ini sudah bisa mendapatkan uang Rp100 ribu,” cerita Usman. Kenari yang dipungut ibu-ibu ini selanjutnya dipisahkan dari cangkangnya lalu dijual mentah di kampong Suma. Hal ini dilakukan ketika ada kapal penumpang sandar di pelabuhan desa Suma. Dimana per bungkus berisi sekira 20 kenari, dijual dengan harga Rp10 ribu sebagai cemilan di atas kapal. (*)
CEO Kabar Pulau