Breaking News
light_mode
Beranda » Lingkungan Hidup » Kayu Besi di Hutan Halmahera yang Terancam  

Kayu Besi di Hutan Halmahera yang Terancam  

  • account_circle
  • calendar_month Sen, 7 Nov 2022
  • visibility 524

Merbau atau ipil adalah nama sejenis pohon penghasil kayu keras berkualitas tinggi anggota suku Fabaceae (Leguminosae). Karena kekerasannya, di wilayah Maluku, Maluku Utara  dan Papua barat  juga dinamai  kayu besi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan peraturan yang dikhawatirkan mengancam keanekaragaman hayati dan ekologi hutan. Melalui Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018 yang mengeluarkan jenis-jenis tanaman sasaran pemburu kayu seperti ulin dan kayu besi maluku dari daftar tanaman yang dilindungi.

Kebijakan ini dikhawatirkan mendorong laju percepatan kehilangan hutan alam terutama yang masih terlindungi di hutan konservasi maupun hutan-hutan adat.

Peraturan yang ditandatangani 28 Desember 2018 ini  mulai berdampak serius di hutan  Halmahera dan beberapa pulau kecil lainnya di Maluku Utara.  Kayu dari  pohon hutan ini banyak diburu  untuk berbagai kebutuhan berbagai jenis pembangunan. Baik untuk kebutuhan sendiri  maupun   kepentungan  bisnis. Sementara jenis kayu ini belum ada  yang membudidayakan  baik secara  pribadi   maupun para pemilik izin  pengelolaan hutan. Misalnya  dengan  menanam kembali setelah ditebang guna  menjaga keberlanjutannya.  

Di hutan hutan Halmahera, Obi, Bacan dan Taliabu serta Kepulauan Sula Kayu jenis ini paling diburu karena  harganya cukup mahal.  Tidak hanya untuk kebutuhan domestic tetapi untuk  eksport yang kadang kala mempraktekkan cara-cara illegal. Bebebrapa waktu lalu di Halmahera Selatan  Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) mengendus sebuah perusahaan bernama PT Bela Berkat Anugerah (BBA) mengirim jenis kayu bulat di mana dari 100 pohon, 40 pohon diantaranya adalah merbau atau kayu besi. Sisanya rimba campuran. Sementara di beberapa desa yang selama ini banyak mengolah jenis kayu ini sekarang sudah semakin sulit  mendapatkan. Jika ada satu dua pohon yang didapat untk diolah, sudah  cukup jauh dan medan yang sulit dijangkau. Kondisi inilah membuat harga kayu merbau naik gilaan gilaan. Dulu   harga per kubik  antara Rp 4 juta sampai Rp 5 juta. Saat ini di Ternate harga sudah melambung tinggi antara Rp8 juta hingga Rp 9 juta per kubik. Karena harga yang sangat mahal tersebut perburuan kayu dari jenis merbau juga makin massive. Kondisi ini dikuatirkan makin mengancam jenis pohon ini menuju  kepunahan. Bukan tidak mungkin suatu saat keberadaan kayu besi tinggal hanya cerita   di   20 atau 50 tahun akan datang. (*) 

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Ini Hasil Kajian Kebutuhan Air Bersih Warga Kalumata

    • calendar_month Sab, 3 Apr 2021
    • account_circle
    • visibility 164
    • 0Komentar

    keran air. foto pixabay

  • Ini Hasil Riset Scooping Nikel untuk Electric Vehicle (EV)

    • calendar_month Sen, 11 Des 2023
    • account_circle
    • visibility 224
    • 1Komentar

    Indonesia Belum  Punya Roadmap Hulu-Hilir Maluku Utara adalah salah satu wilayah di Indonesia  yang dikaruniai kekayaan sumber daya alam melimpah, salah satunya nikel. Hampir seluruh perut bumi  Halmahera dan pulau-pulau kecil lainya menyimpan kekayaan tambang nikel. Karena itu tidak salah terdapat tiga kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dijadikan pusat pengolahan nikel, termasuk salah satunya […]

  • Kala Pantai Kota Ternate Nyaris Habis karena Reklamasi

    • calendar_month Rab, 20 Feb 2019
    • account_circle
    • visibility 231
    • 0Komentar

    Beberapa  kawasan di Kota Ternate yang dulunya masih memiliki pantai  dengan pasir pantainya yang menawan kini nyaris habis  karena adanya reklamasi.  Tengoklah ke kawasan selatan kota Ternate  di wilayah  Kayu Merah dan Kalumata.  Proyek reklamasi yang dikerjakan sepanjang  2017 lalu itu mulai merambah  pantai kawasan itu.  Bahkan proyek rekmalasi   untuk tahap berikutnya  dalam program multi year segera […]

  • ESDM Hanya Beri Teguran 21 IUP

    • calendar_month Jum, 7 Jan 2022
    • account_circle
    • visibility 205
    • 0Komentar

    IPT BPN di Halmahera Tengah yang terhenti produksinya karena aktivitasnya menyebabkan tercemarnya sunga Wale di Weda Utara, foto M Ichi

  • Belantara Fondation Bahas Nilai Ekonomi dan Pendugaan Karbon Hutan

    • calendar_month Kam, 17 Mar 2022
    • account_circle
    • visibility 213
    • 0Komentar

    Hutan di kawasan Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata Halamhaera

  • Mulai Dirintis Pembentukan Jejaring Kawasan Konservasi Perairan

    • calendar_month Sab, 17 Jun 2017
    • account_circle
    • visibility 135
    • 0Komentar

    Hingga Desember 2018  sudah diresmikan 177 Kawasan Konservasi Perairan. Dari jumlah itu , 35 KKP yang menjadi prioritas sudah dimasukkan ke Bappenas. Hal ini terungkap  dalam Lokakarya Petunjuk Teknis Jejaring Kawasan Konservasi Perairan Rabu (13/6) lalu di Jakarta. Lokakarya ini oleh  pemerintah Indonesia (Kementerian Kelautan dan Perikanan), Kementerian Lembaga Terkait, USAID Indonesia dan USAID SEA […]

expand_less