Breaking News
light_mode
Beranda » Lingkungan Hidup » Hadapi Krisis Air dengan Pengelolaan Sumberdaya Berkelanjutan

Hadapi Krisis Air dengan Pengelolaan Sumberdaya Berkelanjutan

  • account_circle
  • calendar_month Kam, 14 Jan 2021
  • visibility 138

Air menjadi salah satu sumber kehidupan penting di bumi. Secara global, hampir 850 juta orang di seluruh dunia tidak memiliki akses terhadap air bersih. Angka ini diprediksi akan terus bertambah jika tidak segera dilakukan upaya pengelolaan sumber daya air berkelanjutan. Keberlanjutan sumber daya air saat ini memang semakin terancam, akibat berbagai faktor, di antaranya pertambahan penduduk, pembuangan limbah ke daerah-daerah aliran sungai, dan bencana alam seperti banjir bandang akibat perubahan ekologis dan krisis iklim global.

Beberapa hal ini,  dibahas saat digelar Kelas Belajar Bersama    bertema Krisis Air dan Masa Depan Bumi   pada 9-10 Januari 2020 lalu yang diinisiasi oleh   Masyarakat  Jurnalis  Lingkungan  Indonesia   atau  The  Society  of  Indonesia  Enviromental  Journalists    

Direktur Sungai Pantai, Direktorat Kementerian PUPR Republik Indonesia, Ir. Bob Arthur Lambogia, M.Si,dalam kegiatan itu  memaparkan tiga pilar utama  perlindungan dan pelestarian sumber air yang menjadi perhatian pemerintah Indonesia. Bob Arthur mengatakan tiga pilar itu yakni konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak sesuai UU Nomor 17 tahun 2019.

“Ketiga pilar ini menjadi pedoman dalam perumusan kebijakan pemerintah untuk menjamin hak rakyat atas air,” katanya.

Dikatakan, dari visium Kementerian PUPR 2030 bidang Sumber Daya Air yang menargetkan 120 M3/ kapita/ tahun, penyediaan air pada 2020 sudah berhasil mencapai 50,27 M3/kapita/tahun. Salah satu kebijakan yang  dinilai efektif dalam perlindungan sumber daya air adalah pembangunan bendungan. Selain sebagai penyimpanan cadangan air, bendungan dapat difungsikan sebagai sumber arus listrik dan saluran irigasi.

Sampai 2020, total 220 bendungan dibangun Indonesia sudah berhasil terbangun dan sekitar 43 proyek lainnya masih dalam proses penyelesaian. Di sisi lain,

Perkebunan monokultur raksasa seperti sawit ikut mengancam ketersediaan air di bumi/foto M Ichi

Kementerian PUPR mengakui adanya berbagai tantangan dalam pengelolaan sumber air berkelanjutan. Di antaranya laju pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi. Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 290 juta jiwa pada 2030, sehingga kebutuhan air akan ikut meningkat.

Perpindahan penduduk selama ini juga turut memengaruhi ketersediaan air, “Urbanisasi membuat berkurangnya kapasitas tampungan air, selain sedimentasi juga okupansi. Sungai dari lebar misalnya 10 meter sisa 3 meter. Sedangkan daerah hulu terjadi penutupan lahan saat hujan turun yang dulunya sebagai infilitrasi,” jelas Bob Arthur.

Usaha pemerintah sendiri tidak dapat menjamin kesuksesan kebijakan perlindungan dan pelestarian sumber daya air. Peran serta berbagai pihak diperlukan.

Akademisi Universitas Riau Dr. Suwondo dalam kegiatan belajar bersama, ikut menekankan pentingnya perumusan strategi perlindungan sumber daya air yang melibatkan berbagai pihak, terutama masyarakat lokal.

Seperti fenomena siklus banjir 10 tahun yang terjadi di daerah sekitar waduk PLTA Koto Panjang di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar. Pembangunan waduk seakan hanya menambah masalah, padahal bencana banjir justru diakibatkan oleh perubahan keseimbangan ekologis. Di antaranya ahli fungsi lahan yang dijadikan perkebunan gambir dan kelapa sawit di daerah aliran sungai. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat setempat juga menggunakan waduk PLTA Koto Panjang sebagai media keramba yang menggunakan zat nitrat, sehingga terjadi pencemaran dan pendangkalan waduk yang memengaruhi kualitas air.  “Masyarakat harus ikut terlibat dalam pola pertanian yang berkelanjutan. Harus ada sinkronisasi antar-lembaga seperti penerapan teknologi dan edukasi agar debit air terjaga, tentunya dengan peran multipihak,” tegas Suwondo.

Hutan yang selali terjaga akan menjadi tabungan air di bumi untuk ummat manusia foto Opan Jacky

Kepedulian terhadap keberlanjutan sumber daya air juga datang dari sektor swasta yang bergerak dalam bidang industri keuangan, PT Bank HSBC Indonesia. Salah satu komitmen HSBC Indonesia dalam upaya membangun bisnis jangka panjang adalah dengan adanya sustainability risk policies untuk memastikan kegiatan bisnis dan operasional dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.

Nuni Sutyoko, Head of Corporate Sustainability HSBC Indonesia, menuturkan bahwa air memiliki peranan penting dalam menciptakan masyarakat yang sehat sehingga dapat membangun perekonomian nasional. Oleh karena itu peran aktif dari seluruh lapisan masyarakat termasuk dari pelaku bisnis dari berbagai sektor sangat penting dalam memastikan pengelolaan sumber daya air. Pada 2012, HSBC  telah memulai program global “HSBC Water Program” bersama dengan lebih dari 50 LSM di seluruh  dunia dalam rangka penanganan isu air, edukasi, dan riset ilmiah.

Di Indonesia, HSBC menggandeng Yayasan WWF Indonesia untuk menjaga kelestarian air dengan program konservasi air, diantaranya   berlokasi di Rimbang Riau dan Koto Panjang Sumatera Barat. Semangat untuk mengkampanyekan gerakan hemat air pernah diinisiasi Nana Firman, dari Yayasan Greenfaith berbasis di Amerika Serikat, yang menggunakan pendekatan unik untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya air pada masyarakat.

Salah satu tantangan yang pernah Nana lakukan dengan mempraktekkan “Eco-wudu”, yaitu wudu ramah lingkungan sesuai sunah. “Bagaimana berwudhu dengan 500ml air. Sebotol kecil air dan lebih dekat dengan sunah,” jelasnya.

Semangat menjaga keberlanjutan sumber air, khususnya sungai-sungai di Indonesia, juga lahir dari gerakan yang digaungkan anak muda pendiri “Sungai Watch” dan Yayasan “Make A Change World”, Gary Benchegib. Setelah aksinya membersihkan sungai Citarum viral pada 2017 lalu, Gary masih tetap konsisten melakukan upaya-upaya pembersihan sampah di sungai.

Saat ini, Gary bersama timnya sedang mengembangkan inovasi penggunaan trash barrier atau trash block untuk ditempatkan pada daerah aliran sungai, yang berfungsi menyaring sampah-sampah sebelum akhirnya bermuara ke laut. Sampah yang dikumpulkan kemudian dipisahkan dan didaur ulang menurut jenisnya. “80% sampah di laut datangnya dari sungai, kita harus mengubah perspektif kita mengenai darimana sampah plastik di laut berasal. Kita harus mulai dari sungai,” ungkap Gary.

 Air menjadi salah satu sumber kehidupan penting di bumi. Secara global, hampir 850 juta orang di seluruh dunia tidak memiliki akses terhadap air bersih. Angka ini diprediksi akan terus bertambah jika tidak segera dilakukan upaya pengelolaan sumber daya air berkelanjutan. Keberlanjutan sumber daya air saat ini memang semakin terancam, akibat berbagai faktor, di antaranya pertambahan penduduk, pembuangan limbah ke daerah-daerah aliran sungai, dan bencana alam seperti banjir bandang akibat perubahan ekologis dan krisis iklim global.

Beberapa hal ini,  dibahas saat digelar Kelas Belajar Bersama    bertema Krisis Air dan Masa Depan Bumi   pada 9-10 Januari 2020 lalu yang diinisiasi oleh   Masyarakat  Jurnalis  Lingkungan  Indonesia   atau  The  Society  of  Indonesia  Enviromental  Journalists    

Direktur Sungai Pantai, Direktorat Kementerian PUPR Republik Indonesia, Ir. Bob Arthur Lambogia, M.Si,dalam kegiatan itu  memaparkan tiga pilar utama  perlindungan dan pelestarian sumber air yang menjadi perhatian pemerintah Indonesia.

Bob Arthur mengatakan bahwa  tiga pilar itu yakni konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak sesuai UU Nomor 17 tahun 2019.

“Ketiga pilar ini menjadi pedoman dalam perumusan kebijakan pemerintah untuk menjamin hak rakyat atas air,” katanya.

Dikatakan dari visium Kementerian PUPR 2030 bidang Sumber Daya Air yang menargetkan 120 M3/ kapita/ tahun, penyediaan air pada 2020 sudah berhasil mencapai 50,27 M3/kapita/tahun. Salah satu kebijakan yang  dinilai efektif dalam perlindungan sumber daya air adalah pembangunan bendungan. Selain sebagai penyimpanan cadangan air, bendungan dapat difungsikan sebagai sumber arus listrik dan saluran irigasi.

Sampai 2020, total 220 bendungan dibangun Indonesia sudah berhasil terbangun dan sekitar 43 proyek lainnya masih dalam proses penyelesaian. Di sisi lain,

Kementerian PUPR mengakui adanya berbagai tantangan dalam pengelolaan sumber air berkelanjutan. Di antaranya laju pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi. Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 290 juta jiwa pada 2030, sehingga kebutuhan air akan ikut meningkat.

Perpindahan penduduk selama ini juga turut memengaruhi ketersediaan air, “Urbanisasi membuat berkurangnya kapasitas tampungan air, selain sedimentasi juga okupansi. Sungai dari lebar misalnya 10 meter sisa 3 meter. Sedangkan daerah hulu terjadi penutupan lahan saat hujan turun yang dulunya sebagai infilitrasi,” jelas Bob Arthur.

Usaha pemerintah sendiri tidak dapat menjamin kesuksesan kebijakan perlindungan dan pelestarian sumber daya air. Peran serta berbagai pihak diperlukan.

Akademisi Universitas Riau Dr. Suwondo dalam kegiatan belajar bersama, ikut menekankan pentingnya perumusan strategi perlindungan sumber daya air yang melibatkan berbagai pihak, terutama masyarakat lokal.

Seperti fenomena siklus banjir 10 tahun yang terjadi di daerah sekitar waduk PLTA Koto Panjang di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar. Pembangunan waduk seakan hanya menambah masalah, padahal bencana banjir justru diakibatkan oleh perubahan keseimbangan ekologis. Di antaranya ahli fungsi lahan yang dijadikan perkebunan gambir dan kelapa sawit di daerah aliran sungai.

Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat setempat juga menggunakan waduk PLTA Koto Panjang sebagai media keramba yang menggunakan zat nitrat, sehingga terjadi pencemaran dan pendangkalan waduk yang memengaruhi kualitas air.  “Masyarakat harus ikut terlibat dalam pola pertanian yang berkelanjutan. Harus ada sinkronisasi antar-lembaga seperti penerapan teknologi dan edukasi agar debit air terjaga, tentunya dengan peran multipihak,” tegas Suwondo.

Kepedulian terhadap keberlanjutan sumber daya air juga datang dari sektor swasta yang bergerak dalam bidang industri keuangan, PT Bank HSBC Indonesia. Salah satu komitmen HSBC Indonesia dalam upaya membangun bisnis jangka panjang adalah dengan adanya sustainability risk policies untuk memastikan kegiatan bisnis dan operasional dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.

Nuni Sutyoko, Head of Corporate Sustainability HSBC Indonesia, menuturkan bahwa air memiliki peranan penting dalam menciptakan masyarakat yang sehat sehingga dapat membangun perekonomian nasional. Oleh karena itu peran aktif dari seluruh lapisan masyarakat termasuk dari pelaku bisnis dari berbagai sektor sangat penting dalam memastikan pengelolaan sumber daya air. Pada 2012, HSBC  telah memulai program global “HSBC Water Program” bersama dengan lebih dari 50 LSM di seluruh  dunia dalam rangka penanganan isu air, edukasi, dan riset ilmiah.

Di Indonesia, HSBC menggandeng Yayasan WWF Indonesia untuk menjaga kelestarian air dengan program konservasi air, diantaranya   berlokasi di Rimbang Riau dan Koto Panjang Sumatera Barat. Semangat untuk mengkampanyekan gerakan hemat air pernah diinisiasi Nana Firman, dari Yayasan Greenfaith berbasis di Amerika Serikat, yang menggunakan pendekatan unik untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya air pada masyarakat.

Salah satu tantangan yang pernah Nana lakukan dengan mempraktekkan “Eco-wudu”, yaitu wudu ramah lingkungan sesuai sunah. “Bagaimana berwudhu dengan 500ml air. Sebotol kecil air dan lebih dekat dengan sunah,” jelasnya.

Semangat menjaga keberlanjutan sumber air, khususnya sungai-sungai di Indonesia, juga lahir dari gerakan yang digaungkan anak muda pendiri “Sungai Watch” dan Yayasan “Make A Change World”, Gary Benchegib. Setelah aksinya membersihkan sungai Citarum viral pada 2017 lalu, Gary masih tetap konsisten melakukan upaya-upaya pembersihan sampah di sungai. Saat ini, Gary bersama timnya sedang mengembangkan inovasi penggunaan trash barrier atau trash block untuk ditempatkan pada daerah aliran sungai, yang berfungsi menyaring sampah-sampah sebelum akhirnya bermuara ke laut. Sampah yang dikumpulkan kemudian dipisahkan dan didaur ulang menurut jenisnya. “80% sampah di laut datangnya dari sungai, kita harus mengubah perspektif kita mengenai darimana sampah plastik di laut berasal. Kita harus mulai dari sungai,” ungkap Gary.(*)

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Jaga Hutan Terakhir Halmahera Timur Lewat Olah Sagu, Berkebun dan Bentuk Forum Adat    

    Jaga Hutan Terakhir Halmahera Timur Lewat Olah Sagu, Berkebun dan Bentuk Forum Adat    

    • calendar_month Kam, 16 Okt 2025
    • account_circle Redaksi
    • visibility 94
    • 0Komentar

    Sarade Kasim 50 (tahun) dan istrinya Nurima (45 tahun) sibuk membangun sebuah rumah papan di lahan kebun mereka. Bahan rumah  dari papan serta kayu olahan lainnya, diangkut dari hutan tak jauh dari situ. Rumah itu berdiri kurang lebih 1,5 kilometer dari desa Bicoli Maba Selatan Kabupaten Halmahera Timur (Haltim) Provinsi Maluku Utara. Tepatnya di bagian […]

  • Ada Apa, Kemarau tapi Hujan hingga Banjir?

    • calendar_month Sab, 15 Jul 2023
    • account_circle
    • visibility 227
    • 1Komentar

    Sepekan Tiga Wilayah di Malut Dihantam Banjir Meski saat ini masih dalam periode musim kemarau, kenyataanya hamper semua wilayah di Maluku Utara dilanda hujan lebat. Bahkan dampak hujan tersebut, dalam sepekan ini sejumlah daerah dilanda banjir besar hingga menimbulkan korban harta dan rusaknya fasilitas umum. Hingga Sabtu (15/7/2023), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun […]

  • Setahun Ribuan Kali Gempa Terjadi di Malut

    • calendar_month Jum, 4 Jun 2021
    • account_circle
    • visibility 237
    • 1Komentar

    Ada 11 Ancaman  Serius Bencana Bagi   Masyarakat Gempa bumi tektonik bermagnitudo M 6,1 mengguncang wilayah Maluku Utara terjadi   pukul 17.09 WIB, Kamis (3/6/2021). Gempa itu  tidak berpotensi tsunami. Berdasarkan hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), episenter gempa bumi ini terletak pada koordinat 0.41 LU dan 126.23 BT. Lokasi tepatnya berada di laut […]

  • Inggris Dukung Pendanaan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

    • calendar_month Ming, 2 Feb 2025
    • account_circle
    • visibility 243
    • 0Komentar

    Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) mendapat dukungan penuh proses Pemerintah Negara Inggris. Dukungan itu diberikan melalui program Blue Planet Fund Country Plan yang merupakan dukungan pendanaan oleh Pemerintah Inggris untuk pengelolaan kawasan konservasi dan sumber daya alam perikanan secara berkelanjutan di Indonesia. Terkait KKP di Maluku Utara saat ini telah ditetapkan 6 kawasan konservasi yakni […]

  • Pisang Mulu Bebe Sumberdaya Genetik Halmahera

    • calendar_month Kam, 18 Nov 2021
    • account_circle
    • visibility 1.059
    • 2Komentar

    Sepanjang perjalanan darat dari Jailolo menuju Ibu  di Kabupaten Halmahera Barat Maluku Utara pertengahan Februari  lalu disuguhi pemandangan menarik. Setiap kebun dan dusun kelapa atau  pala  yang dilewati   hamper   tak ada sela atau lahan kosong dibiarkan telantar.  Setiap  lahan  dipadati pohon pisang  dari berbagai  varietas. Ada empat  varietas pisang paling familiar  yang ditanam di setiap […]

  • Hemiscyllium halmahera Terancam, Perlukah Perlindungan?  

    • calendar_month Rab, 22 Jun 2022
    • account_circle
    • visibility 286
    • 0Komentar

    Hemyscillium-halmahera yang-ditemukan-di-laut-Ternate-foto-Nasijaha-Dive Center

expand_less