Breaking News
light_mode
Beranda » Lingkungan Hidup » Pulau- pulau di Malut Kaya Sumberdaya Hayati

Pulau- pulau di Malut Kaya Sumberdaya Hayati

  • account_circle
  • calendar_month Rab, 9 Jun 2021
  • visibility 192

LIPI Temukan Empat Spesies Baru Kumbang

Hutan dan alam pulau-pulau di Maluku Utara benar benar kaya sumberdaya hayati. Terbaru sesuia hasil publikasi yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)  ada  temuan  empat speies baru jenis kumbang. Atas  temuan ini semakin mengukuhkan bahwa hutan dan alam  di Maluku Utara kaya dan menjadi laboratorium   riset untuk pengembangan  ilmu pengetahuan di masa depan.   

Dikutip dari LIPI.go.id empat spesies baru kumbang Chafer (Coleoptera: Scarabaeidae) dari genus Epholcis ditemukan di Maluku Utara oleh peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Peneliti yang mempublikasikan temuannya itu adalah, Raden Pramesa Narakusumo bersama Michael Balke dari Zoologische Staatssammlung München, Jerman.

Keempat spesies baru tersebut adalah Epholcis acutus, Epholcis arcuatus, Epholcis cakalele, dan Epholcis obiensis. Selanjutnya satu lectotipe yaitu Maechidius moluccanus Moser, dipertelakan kembali dan dipindahkan (synonymy) ke marga  Epholcis  sebagai  Epholcis moluccanus (Moser). Publikasi temuan ini juga   dimuat dalam Jurnal Treubia Vol. 46 yang terbit pada Desember 2019 lalu.

Hingga saat ini tercatat sudah sepuluh spesies Epholcis yang berhasil ditemukan. Enam diantaranya teridentifikasi tahun 1957 oleh Britton di New Queensland dan New South Wales, Australia. Sedangkan empat spesies baru yang ditemukan ini merupakan catatan baru di wilayah Indonesia dan berasal dari Kepulauan Maluku Utara yaitu, Halmahera, Obi, dan Ternate. “Dari bukti ini terlihat kesenjangan utama spesies Epholcis di wilayah Papua karena belum pernah ada laporan sebelumnya. Kemungkinan  karena pendeskripsian beberapa spesies Epholcis  sebagai  Maechidius masih kurang seksama, adanya kemiripan kedua kumbang tersebut dan kurangnya pengumpulan spesimen,” ujar Pramesa.

Pramesa menjelaskan, kumbang  Epholcis merupakan serangga malam (nocturnal) yang memakan daun pohon Eucalyptus di Australia dan juga bunga cengkeh (Syzigium sp.). “Sedangkan di Maluku, keduanya memakan tumbuhan dari familia Myrtaceae  atau jambu jambuan,” jelasnya.

Dikutip dari  jurnal  Jurnal Treubia Vol. 46 yang terbit pada Desember 2019 lalu  dalam riset berjudul Four  New Species  of Waterhouse , 1875  (Coleoptera  : Scarabaeidae: Melolonthinae: Maechindiini ) From  The Moluccas  Indonesia  oleh  Raden Pramesa Narakusumo   and Michael Balke,  menyebutkan bahwa  Suku kumbang chafer Maechidiini (Coleoptera: Melolonthinae) berisi  tujuh yakni genus: Epholcis Waterhouse, 1875, Harpechys Britton, 1957, Maechidius Macleay, 1819, Microcoenus Britton, 1957, Microthopus Burmeister, 1855,  Paramaechidius Frey, 1969 dan Termitophilus Britton, 1957.  Kumbang ini tersebar dari Australia hingga pulau-pulau di sebelah timur Garis Weber, Nugini dan Kepulauan Maluku (Moser, 1920; Moser, 1926; Britton, 1957, 1959; Frey, 1969; Prokofiev, 2018; Weir et al., 2019).

Tiga spesies Maechidiini telah direkam dari Wallacea: yakni Maechidius peregrinus Lansberge, 1886, di Sulawesi Selatan, Maechidius moluccanus Moser, 1920, dari pulau Gorom dan Paramaechidius agnellus Prokofiev, 2018, dari pulau Seram (Prokofiev, 2018). Ada lima spesies Epholcis yang diketahui dari Australia (Britton, 1957), tetapi sampai saat ini tidak ada catatan tentang genus ini dari New Guinea atau Wallacea.

Hutan Pulau Halmahera kekayaan sumberdayahayati tak terkira, foto opan jacky

Dalam koleksi Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) dan Museum Leiden (RMNH), ditemukan empat spesies Maechidiini yang belum terdeskripsikan dari Kepulauan  Maluku Utara  yang  ditetapkan ke dalam genus Epholcis.

“Kami juga mendeskripsikan ulang Maechidius moluccanus Moser, 1920 berdasarkan lektotipe yang ditunjuk di sini dan mentransfernya ke Epholcis,” jelasPrames lagi. 

Genus Epholcis dan Maechidius mirip satu sama lain, tetapi Britton (1957) menggunakan karakter diagnostik dari hipomera pronotal diperpanjang yang membentuk kantong untuk penerimaan antena untuk membedakan Maechidius dari Epholcis. Di Maechidius moluccanus,  tidak ditemukan tepi bebas hipomera pronotal untuk membentuk kantong khusus. Oleh karena itu,  dipindahkan spesies ini ke Epholcis.  “Kami menggambarkan empat spesies baru dari koleksi MZB dan RMNH setelah meneliti karakter morfologi, terutama alat kelamin laki-laki, dan membandingkannya  dengan Maechidiini lainnya dalam koleksi BMNH, NHMB dan ZMB,” jelasnya  dalam dokumen riset tersebut.

Sebaran Epholcis di Kepulauan Maluku dan Maluku Utara adalah Ternate, Halmahera, Obi, dan Pulau Gorom. Mereka dapat ditemukan dari permukaan laut hingga 700 m.(*)  

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Kawasan Konservasi di Malut Terancam Industri Tambang?

    • calendar_month Sen, 15 Nov 2021
    • account_circle
    • visibility 272
    • 1Komentar

    Kawasan konservasi dikuatirkan dimasuki  kegiatan tambang. Banyaknya izin tambang yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi yang telah ditetapkan menjadi Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata (TNAL) di Kabupaten Halmahera Tengah itu. resisten dimasuki tambang. Merujuk revisi RTRW Kabupaten Halmahera Tengah 2012 -2032 yang disampaikan Kepala Badan Perencanan Penelitian Pembangunan (Bappelitbang) Kabupaten Halmahera Tengah Salim Kamaluddin di […]

  • Gempa dengan Magnitudo 7,0 Terasa hingga Morotai

    • calendar_month Jum, 22 Jan 2021
    • account_circle
    • visibility 158
    • 0Komentar

    Basirun (36) warga Daruba Morotai dihubungi kabarpulau.co.id/ dari Ternate Kamis (21/1) pukul 23.00 WIT  mengaku, peristiwa gempa yang berpusat di  Kota Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud sangat terasa di  Pulau  Morotai Provinsi Maluku Utara. Dia mengaku  karena kuatnya gempa itu turut membuat panic warga. “Sangat terasa goyangan gempa malam ini. Memang pusat gempa di Talaud tetapi […]

  • Gane Dihantam Abrasi Parah dan Kesulitan Air Bersih

    • calendar_month Sab, 4 Jun 2022
    • account_circle
    • visibility 180
    • 0Komentar

    Tanggul penahan ombak di desa Gane Dalam yang kini telah patah dan tenggelam dihantam gempa. Saat ini belum juga diperbaiki dan warga dalam keadaan terancam foto M Ichi

  • Masyarakat Adat Terancam  Program Biofuel

    Masyarakat Adat Terancam  Program Biofuel

    • calendar_month Sen, 17 Nov 2025
    • account_circle Redaksi
    • visibility 66
    • 0Komentar

    Ikrar Belém 4x akan Sia-Sia bila Hutan dan Masyarakat Adat terus Dieksploitasi Bersama lebih dari 1.900 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Climate Action Network (CAN), Greenpeace menolak “Belém 4x Pledge,” inisiatif guna melipatgandakan produksi bahan bakar berkelanjutan (biofuel) hingga empat kali lipat dalam satu dekade mendatang. Kepala Kampanye Solusi untuk Hutan Global Greenpeace, Syahrul […]

  • Morotai Dijadikan Rute Pelayaran Nasional

    • calendar_month Jum, 19 Agu 2016
    • account_circle
    • visibility 181
    • 0Komentar

    DARUBA— Direktur SDM dan Umum PT. Pelayaran Nasional Indonesia Detep Purwa Saputera  baru-baru ini berkunjung ke Daruba Kabupaten Pulau Morotai. Kedatangan mereka disambut Pemkab Pulau Morotai  pihak Lanal Morotai dan Dishub Pulau Morotai  di ruang Kadis Pariwisata dan Kebudayaan. Kedatangan mereka dalam rangka survei ekspedisi Pelayaran Nasional Indonesia ke Morotai, karena Morotai akan dijadikan sebagai rute […]

  • Kuso Endemik Ternate, Terus Diburu untuk Dikonsumsi

    • calendar_month Sen, 5 Feb 2024
    • account_circle
    • visibility 419
    • 2Komentar

    Perburuan kuso mata biru yang juga salah satu hewan endemic pulau Ternate,  benar- benar massive. Akibatnya  hewan bermata unik ini semakin sulit ditemukan. Pengakuan sejumlah warga di Pulau Ternate yang bertempat tinggal di kawasan barat  pulau, menjelaskan bahwa kuso  ini sudah jarang terlihat sekarang. Jaib Sadek warga Sulamadaha Kota Ternate mengaku, dulu  hamper setiap saat […]

expand_less