Breaking News
light_mode
Beranda » Lingkungan Hidup » 47 Korporasi Perusak Lingkungan dan Indikasi Korupsi Dilapor ke Kejagung

47 Korporasi Perusak Lingkungan dan Indikasi Korupsi Dilapor ke Kejagung

  • account_circle
  • calendar_month Ming, 9 Mar 2025
  • visibility 303

Potensi Rugikan Negara 437 Triliun

WALHI  Eksekutif   Nasional dan WALHI Aceh, WALHI Sumatera Utara, WALHI Riau, WALHI Sumatera Selatan, WALHI Jambi, WALHI Bengkulu, WALHI Lampung, WALHI Babel, WALHI Sumatera Barat, WALHI Kalimantan Tengah, WALHI Kalimantan Timur, WALHI Kalimantan Selatan, WALHI Bali, WALHI NTT, WALHI NTB, WALHI Maluku Utara, dan WALHI Papua melaporkan 47 korporasi perusak lingkungan dan juga terindikasi melakukan korupsi Sumber Daya Alam ke Kejaksaan Agung pada Sabtu (8/3/2025). Kedatangan tim WALHI ke Kejagung diterima langsung oleh KaPuspenkum  Kejagung Harli Siregar.

Korporasi- korporasi yang dilaporkan  itu bergerak di sektor perkebunan sawit skala besar, pertambangan (batu bara, emas, timah, dan nikel), kehutanan, pembangkit listrik, perusahaan penyedia air bersih dan pariwisata.

WALHI mengestimasi potensi kerugian negara dari indikasi korupsi SDA oleh 47 korporasi ini sebesar Rp437 Triliun. Rilis WALHI yang diterima kabarpulau.co.id/ menjelaskan, beberapa modus operandi dugaan korupsi dan gratifikasi antara lain mengubah status kawasan hutan melalui revisi tata ruang atau pun pasal 110 A dan 110 B undang-undang Ciptakerja, gratifikasi dengan pembiaran aktivitas tanpa izin, pemberian izin meski tidak sesuai dengan tata ruang, dan lainnya. Bukan hanya itu, WALHI juga menjelaskan kepada pihak Kejaksaan Agung modus yang lebih besar lagi dengan mengubah atau membentuk beberapa produk hukum yang didalamnya diatur pasal-pasal yang mengakomodasi kepentingan eksploitasi SDA dan pengampunan pelanggaran, atau yang biasa disebut dengan State Capture Corruption.

“Kita tidak bisa hanya melaporkan kasus per kasus, tapi juga harus mencari modus operandi dari kartel-kartel yang mengkonsolidasikan praktir korupsi tersebut. Dari tahun 2009 kami melihat proses menjual tanah air itu akan terus berlangsung terhadap 26 juta hektar hutan Indonesia”, kata Zenzi Suhadi, Direktur EKsekutif Nasional WALHI.

Korupsi di sektor SDA ini telah merugikan negara dan perekonomian negara dengan hilangnya mata pencaharian rakyat, hilangnya sumber-sumber penghidupan, konflik, dan kerusakan lingkungan serta biaya eksternalitas yang harus ditanggung negara dari aktivitas korporasi tersebut. “Sangat besar kerugian negara dan perekonomian negara dari korupsi SDA ini dan telah banyak kasus yang selama ini dilaporkan oleh WALHI kepada pihak yang berwenang, namun hanya sedikit kasus saja yang diproses dan diadili. Kami melihat Kejaksaan Agung memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa penegakan hokum atas kejahatan lingkungan dan korupsi sumberdaya alam berjalan efektif dan tidak ada impunitas bagi para pelaku, karena itu WALHI mendatangi, melakukan audiensi dan pelaporan pada Kejaksaan Agung hari ini” tambahZenzi.

Raden Rafiq, Direktur WALHI Kalimantan Selatan menyampaikan “hari ini kami melaporkan empat korporasi yang bergerak di sector sawit dan tambang yang kami duga terindikasi melakukan korupsi SDA. Empat perusahaan ini hanya Sebagian kecil saja dari sekian banyak perusahaan yang telah melakukan pelanggaran serius terhadap lingkungan hidup dan hak masyarakat adat serta petani lokal”.

Faisal Ratuela, Direktur WALHI Maluku Utara  juga menyampaikan sebagai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, massifnya pertambangan nikel saat ini telah mengghancurkan wilayah tangkap nelayan, pencemaran lingkungan, hilangnya keanekaragaman hayati seperti manggrove, sea grass dan koral.  “Penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi harus segera dilkaukan oleh Kejaksaan Agung, sebab bukti permulaan yang kami laporkan telah cukup kuat ditambah lagi kasus korupsi perizinan pertambangan sebelumnya juga telah diungkap oleh KPK dan Maluku Utara menempati posisi nomor satu provinsi terkorup di Indonesia, tambahnya.”

Selain melaporkan korporasi dan pihak pemerintah yang terindikasi terlibat dalam praktik korupsi dan gratifikasi, WALHI juga menyampaikan catatan kritisnya terhadap Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025, dimana Jampidsus Kejaksaan Agung menjadi ketua pelaksana Satgas tersebut.  Satgas harus menindak korporasi skala besar yang selama ini telah menikmati keuntungan besar, menimbulkan kerugian lingkungan dan perekonomian negara dari aktivitas ilegal dan koruptif yang mereka lakukan di kawasan hutan.

Satgas tidak boleh melakukan penertiban kepada rakyat kecil yang selama ini telah menjadi korban dari klaim sepihak negara atas kawasan hutan dan korban dari buruknya tata kelola perizinan di sector kehutanan.

“Sejak awal kami mengkritik dominasi militer dalam satgas penertiban kawan hutan ini, berikut dengan substansi peran dan kerjanya yang diaturkan di dalam Perpres. Kekhawatiran terbesar kami, akan banyak rakyat yang menjadi korban penggusuran dan dirampas tanahnya atas nama penertiban Kawasan hutan. Oleh karena itu, WALHI se Indonesia sangat serius mengawasi kerja-kerja Satgas saat ini dan kedepan” kata Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional.

WALHI berharap Kejaksaan Agung memproses laporan yang telah disampaikan dan WALHI juga terbuka untuk bekerja bersama Kejaksaan Agung baik di nasional maupun daerah-daerah untuk menindaklanjuti kasus-kasus korupsi SDA tersebut.

Sementara itu, Direktur WALHI Maluku Utara Faisal Ratuela dihubungi terpisah, dijelaskan  bahwa ada memang  korporasi di Maluku Utara  ikut dilaporkan ke Kejagung.  Terutama terindakasi melakukan pelanggaran di bidang lingkungan dan ada indikasi korupsi. “Pokoknya ada perusahaan  yang dilaporkan.  Kita tunggu pekan depan Kejagung  bertemu khusus dengan WALHI membahas lebih detilnya korporasi dan pelanggaran yang dilakukan termasuk  indikasi korupsinya,” kata Faisal. Menurut  Faisal Maluku Utara  layak termasuk   dugaan dan indikasi   korupsi  sumber daya alam. Pasalnya  sebelumnya KPK telah menetapkan Maluku Utara sebagai daerah paling korup di Indonesia termasuk salah satunya dari sumberdaya alam.

Sementara itu, terhadap laporan Walhi, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyampaikan ucapan terima kasihnya atas atensi lembaga tersebut kepada lingkungan. Ia mengatakan bahwa laporan yang diterima pihaknya itu akan disampaikan kepada bidang-bidang di Kejagung yang berwenang menangani. Adapun untuk tindak lanjutnya, ia mengatakan bahwa Kejagung harus menelaah laporan terlebih dahulu guna mengetahui unsur dugaan pidana di dalamnya.

“Bagaimana tindak lanjutnya? Ada mekanisme, misalnya akan dilakukan penelaahan karena yang menjadi kewenangan kami adalah terkait dengan tindak pidana korupsi terkait dengan lingkungan. Karena ada penyidik lain yang terkait dengan kejahatan lingkungan juga. Akan tetapi, jika itu nanti terkait dengan masalah tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan lingkungan, maka mungkin itu bisa ditindaklanjuti,” ujarnya. (*)

 

 

 

 

 

 

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Dua Masalah di Tiga Pulau Halmahera Selatan   

    • calendar_month Jum, 11 Agu 2023
    • account_circle
    • visibility 365
    • 3Komentar

    Transportasi Tak  Aman, Energi Terbarukan Tak Terurus Jika Anda berangkat menuju  bagian Selatan Halmahera Maluku Utara, menuju  gugusan pulau Guraici,  Moari dan Kasiruta maka akan menyinggahi kampong- kampong di pulau tersebut.  Akhir Juli 2023 tepatnya 25 hingga 1 Agustus lalu kabarpulau.co.id/  mendatangi  beberapa pulau di kawasan itu, dalam satu tugas liputan mengenai pemanfaatan sumberdaya energy […]

  • Ini 13 Komitmen Pengelolaan Pesisir dan Pulau Kecil di Indonesia

    Ini 13 Komitmen Pengelolaan Pesisir dan Pulau Kecil di Indonesia

    • calendar_month Jum, 8 Des 2023
    • account_circle
    • visibility 335
    • 0Komentar

    Konferensi Nasional ke-11 Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (Konas Pesisir XI)  27 – 29 November lalu di Pontianak, Kalimantan Barat menghasilkan Deklarasi Pontianak. Hasilnya, menyerukan 13 komitmen bersama pemangku kepentingan dalam sinergitas Pengelolaan Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Laut  yang Terukur dan Berkelanjutan untuk Ekonomi Biru. Dikutip dari KKP.go.id, Konas Pesisir XI melibatkan lebih […]

  • BMKG: Waspadai Gelombang Tinggi

    • calendar_month Rab, 16 Des 2020
    • account_circle
    • visibility 146
    • 0Komentar

    Badan Meteorologi  Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ternate mengeluarkan peringatan kepada masyarakat Kota Ternate dan Maluku Utara umumnya, agar selalu  waspada dengan kondisi cuaca  beberapa hari ini. Kepala BMKG Ternate Joko Sumardiono melalui rilis  yang dikirim ke kabarpulau.co.id/ menyampaikan bahwa   umumnya hujan ringan di sebagian besar wilayah Maluku Utara dengan potensi hujan sedang-lebat di wilayah Taliabu. […]

  • Kebun Sagu Dijual, Cadangan Pangan Warga Sagea Hilang (1)

    • calendar_month Ming, 7 Jan 2024
    • account_circle
    • visibility 328
    • 0Komentar

    Rintik hujan pada Minggu (26/11/2023) sekira pukul 17.00 WIT itu, tak menyurutkan semangat Abdurahman Jabir (50) dan Anwar Ismail (67). Keduanya bahu membahu dengan kedua tangan, mengangkat tepung sagu yang telah mengendap di dalam perahu–wadah penampung perasan pokok sagu.  Tepung terisi dalam tiga karung besar hasil perasan  empulur setengah batang pohon sagu, yang panjangnya kurang […]

  • Melihat Festival Kalaodi, dan Pekan Lingkungan Hidup P3K

    • calendar_month Sen, 26 Nov 2018
    • account_circle
    • visibility 171
    • 0Komentar

    Ajakan Kembali ke Alam  hingga Lindungi Pulau dan Laut Gendang dan tifa mengiringi  soya-soya Kalaodi. Tarian  itu sekaligus menjadi salam pembuka kepada tamu  dan warga  yang datang   menyaksikan    festival  Buku se Dou Kalaodi   Kota Tidore Kepulauan. Selain festival Kaaodi,   dilanjutkan  dengan  Pekan Pelestarian Hutan Mangrove dan Ekowisata Pesisir Laut  di Kayoa Halmahera Selatan. Acara ini   adalah satu […]

  • Mulai Dirintis Pembentukan Jejaring Kawasan Konservasi Perairan

    • calendar_month Sab, 17 Jun 2017
    • account_circle
    • visibility 136
    • 0Komentar

    Hingga Desember 2018  sudah diresmikan 177 Kawasan Konservasi Perairan. Dari jumlah itu , 35 KKP yang menjadi prioritas sudah dimasukkan ke Bappenas. Hal ini terungkap  dalam Lokakarya Petunjuk Teknis Jejaring Kawasan Konservasi Perairan Rabu (13/6) lalu di Jakarta. Lokakarya ini oleh  pemerintah Indonesia (Kementerian Kelautan dan Perikanan), Kementerian Lembaga Terkait, USAID Indonesia dan USAID SEA […]

expand_less