Breaking News
light_mode
Beranda » Lingkungan Hidup » Alihfungsi Lahan Penyebab Banjir di Halmahera Utara?

Alihfungsi Lahan Penyebab Banjir di Halmahera Utara?

  • account_circle
  • calendar_month Kam, 21 Jan 2021
  • visibility 333

Bencana banjir yang melanda Kabupaten Halmahera Utara pada Jumat (16/1) lalu melululantakan 7 Kecamatan di wilayah ini. Setidaknya hal ini membuka mata dan pikiran semua  pihak, bahwa dampak La  Nina akibat perubahan iklim  ternyata tidak main-main.

Hujan deras melanda  daerah  itu menyebabkan banjir  hebat dan rusaknya harta benda serta warga mengungsi.

Hal ini  terjadi di  Kao Barat, Galela Galela Utara Galela Selatan Galela Barat Loloda Utara dan Loloda Kepulauan. 

Data yang dihimpun kabarpulau.co.id/ menyebutkan, di Kao Barat lima desa terendam banjir yakni Somahetek Bailangit Tiguis Parseba,Pitago dan Soa Hukum. Bahkan 485 warga Desa Bailangit terpaksa dievakuasi tim SAR Gabungan Kabupaten  Halmahera Utara ke Desa Kai Kao Barat.

Banjir di Galela membuat warga mengungsi dan jembatan penghubung antara Galela dan Loloda  meniadi hancur.  

Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara melalui Badan Penanggulangn Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten  Halmahera Utara  memperkirakan  kerugian yang dialami akibat banjir ini mencapai Rp9 miliar lebih. Nilai perkiraan ini belum termasuk sarana jembatan yang menghubungkan Galela Loloda di Kali Tiabo.  

Kondisi-jenbatan-yang-putus-di-hantam-banjir-di-Galela-Barat-Halmahera-Utara foto-warga-Galela

Hingga saat ini warga yang sempat mengungsi terutama  lima desa di Kao Halmahera Utara telah kembali ke rumah masing-masing sementara sebagian warga yang  di Galela Halmahera Utara sebagian masih memilih bertahan di pengungsian karena was-was dengan dampak banjir susulan akibat hujan (https://kieraha.com/halmahera-utara-alami-kerugian-akibat-banjir-rp-99-miliar/).

Selain dampak La Nina yang telah diingatkan Pemerintah sejak memasuki  2021,  yang juga dicurigai  menjadi sumber utama bencana  adalah adanya alihfungsi lahan yang tidak terkendali di daerah aliran Sungai (DAS).  

Soal alifungsi lahan ini setidaknya menjadi salah satu simpulan  Forum Daerah Aliran Sungai (ForDAS) Dukono Kabupaten Halmahera Utara menyikapi  bencana yang terjadi.    

Ahsun Inayati,SP, MP dari Forum Daerah Aliran Sungai Dukono Halmahera Utara (ForDAS Dukono) menyatakan tidak bisa dipungkiri alihfungsi lahan ini  nyata terjadi.

Ketika dikonfirmasi kabarpulau.co.id/ Rabu (20/1/2021) mengatakan, amatan waktu ke waktu menunjukan adanya  perubahan  tutupan hutan  dan lahan karena adanya  pembukaan lahan yang massive terjadi di daerah DAS.

Pertama menurutnya, adalah pembukaan lahan di areal hutan (alih fungsi lahan,red) dari hutan menjadi kebun. Tanaman hutan diganti komoditi perkebunan seperti kelapa, dan pala oleh masyarakat setempat.   

Selain aktivitas pembukaan lahan perkebunan, yang tidak kalah bermasalahnya adalah ada aktivitas tambang rakyat  masih beroperasi di Gogoroko. Masih  ada   pengusaha  hingga hari ini,  beroperasi di kawasan hutan DAS Tiabo. “Dulu pernah sampai  33 aktifitas menggali lubang (tambang) di kawasan itu,” jelas Ahsun yang juga mantan  camat di Kecamatan Galela Barat itu.

Selain itu, ada juga aktifitas penebangan untuk pemanfaatan kayu  dalam memenuhi kebutuhan papan.  Ini menurutnya lebih  pada   nilai ekonomi kayu tanaman hutan yang dikejar.

.”Jika flash back kondisi sungai Tiabo pada mulanya memiliki lebar yang sama dengan yang  ada sekarang.  Hingga sekaran Sungai Tiabo memang sebesar itu,” katanya.

Dia bilang dari penjelasan warga,  dulu ketika masih ada perusahaan pisang mereka yang melakukan normalisasi setiap saat di kali Tiabo. Yaitu ketika pasir sedimentasi mulai naik maka dilakukan pengerukan.

Setelah perusahaan pisang tidak beroperasi sejak tahun 1999   tidak lagi dilakukan normalisasi hingga sekarang.

“Keluarga kami  dulunya memiliki lahan di sebelah sungai Tiabo (tepat di pos yang hanyut hingga di gudang dan mes 11 ha) sudah di jual. Keluarga kami banyak yang bekerja di perusahaan saat itu hingga saat ini.  Jadi menurut saya masalah pokok  adalah alih fungsi lahan di hutan   di  Gunung Gogoroko, Tuguraci dan beberapa gunung lainnya di kawasan itu,” jelasnya.  

Karena itu, dia lantas menyarankan segera dilakukan berbagai langkah pembenahan.   Hal yang bisa dilakukan adalah mengembalikan fungsi hutan dengan melakukan reboisasi atau  rehabilitasi hutan dengan tanaman hutan atau tanaman yang memiliki kemampuan daya serap air yang cukup bagus.

“Jika tidak ada langkah konkrit  atau setelah bencana tidak ada upaya ke arah ini, bukan tidak mungkin sedimentasi tanah di hutan semakin menipis (miskin unsur hara) karena tergerus oleh air hujan karena tidak ada  pengikat tanah,” katanya.

Berdasarkan data dari Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Ake Malamo Provinsi Maluku Utara  jumlah DAS yang bermuara ke Halmahera Utara ada 225 DAS dengan luas 377. 122,84 hektar. DAS Ake Tiabo sendiri luasnya mencapai 68517,11 hektar atau 18,17 persen total luas DAS Halmahera Utara.  DAS Tiabo adalah terbesar kedua DAS  di Halmahera Utara setelah DAS Ake Jodoh  dengan luas 106.715,87 hektar atau 28,30 persen total luasan DAS Halmahera Utara. (*)

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • KPK Apresiasi LHKPN DPRD Halsel dan Morotai

    • calendar_month Kam, 25 Feb 2021
    • account_circle
    • visibility 137
    • 0Komentar

    Plt Jurubicara KPK Ipi Maryati

  • Gerakan Tanam Pohon Serentak, 760 Batang Ditanam di Domato Halbar

    • calendar_month Jum, 5 Jan 2024
    • account_circle
    • visibility 247
    • 1Komentar

    Program menanam pohon serentak di Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga dilaksanakan di Maluku Utara. Kegiatan ini dipusatkan di Desa Domato Kecamatan Jailolo Selatan  Kabupaten Halmahera Barat pada Jumat (30/12/2023). Kegiatan  ini dipimpin oleh Tenaga Ahli Menteri LHK Bidang Subjek Politik Kebangsaan dan Sumber Daya Alam, Bpk. Ariyanto, dihadiri kurang lebih 166 peserta […]

  • Menjaga Mangrove di Titik Nol Khatulistiwa

    • calendar_month Sel, 19 Mar 2024
    • account_circle
    • visibility 359
    • 0Komentar

    Membangun Asa dari Kampung Tawabi     Senin (11/2/2024) sekira pukul 12.00 siang itu terasa  menyengat. Matahari tegak lurus di atas ubun-ubun. Cuaca panas  itu begitu terasa karena  sedang berada di titik nol khatulistiwa.  Tepatnya di desa Tawabi Kecamatan Kayoa Kabupaten Halmahera Selatan. Sebuah patok   menjadi penanda  titik nol khatulistiwa  berada di  hutan mangrove tepi pantai […]

  • WALHI: Investasi Massive Mengarah ke Timur

    • calendar_month Kam, 24 Mar 2022
    • account_circle
    • visibility 131
    • 0Komentar

    Ancaman Serius  Pesisir dan Pulau Kecil di Maluku Utara Provinsi Maluku Utara yang sebagian besar wilayahnya berupa laut, memiliki 856 buah pulau. Dari jumlah itu ada pulau yang tergolong besar seperti Halmahera (18.000 Km2 ) dan pulau-pulau yang ukurannya relatif sedang yaitu  Pulau Obi (3.900 Km2 ),  Pulau Taliabu (3.195 Km2 ), Pulau Bacan (2.878 […]

  • ESDM Hanya Beri Teguran 21 IUP

    • calendar_month Jum, 7 Jan 2022
    • account_circle
    • visibility 206
    • 0Komentar

    IPT BPN di Halmahera Tengah yang terhenti produksinya karena aktivitasnya menyebabkan tercemarnya sunga Wale di Weda Utara, foto M Ichi

  • Makna Lelayan Bagi Orang Patani, Maba dan Weda

    • calendar_month Sel, 2 Feb 2021
    • account_circle
    • visibility 316
    • 0Komentar

    Leleyan dalam pengertain umum  orang Maluku Utara adalah sebuah gerakan gotong royong yang terus dilestarikan hingga kini.   Tidak sekadar gotong royong,  tradisi ini  adalah  sebuah kecerdasan lokal (local genious) atas pandangan hidup masyarakat. Terutama untuk masyarakat  Patani, Maba dan Weda untuk saling membantu, mengasihi, memberi dukungan, baik materi maupun non materi terhadap dua peristiwa […]

expand_less