Breaking News
light_mode
Beranda » Headline » Penemuan Ikan Purba Coelacanth Hidup Pertama di Perairan Maluku Utara

Penemuan Ikan Purba Coelacanth Hidup Pertama di Perairan Maluku Utara

  • account_circle
  • calendar_month Sel, 27 Mei 2025
  • visibility 1.190

Ekspedisi ilmiah yang dilakukan Underwater Scientific Exploration for Education (UNSEEN), Universitas Pattimura, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Udayana, dan Universitas Khairun berhasil menemukan ikan purba coelacanth (Latimeria menadoensis) di perairan Maluku Utara.

Penemuan langka ini merupakan bagian dari kolaborasi internasional yang didukung Blancpain Ocean Commitment, berfokus pada penelitian ekosistem terumbu karang  mesofotik (kedalaman 30-150 meter) dan habitat coelacanth di Maluku, yang diketahui memiliki keanekaragaman hayati laut luar biasa.

Dengan memanfaatkan data habitat historis coelacanth, peta batimetri, dan pengalaman panjang dalam eksplorasi laut dalam di Indonesia. Dua penyelam trimix dari tim berhasil mendokumentasikan seekor coelacanth dewasa hidup di kedalaman 145 meter—menghasilkan foto dan video in-situ pertama yang diambil langsung oleh penyelam. Sebelumnya, dokumentasi serupa hanya dilakukan menggunakan Remotely Operated Vehicle (ROV) di Pantai Utara Sulawesi dan oleh kapal selam di bagian barat Papua Nugini.

“Penemuan coelacanth di Perairan Maluku Utara ini membuktikan tingginya keanekaragaman hayati laut di kawasan ini dan menggarisbawahi pentingnya eksplorasi dan konservasi laut dalam ujar Dr. Gino Limmon, dosen dari Universitas Pattimura, yang turut memimpin proyek ini. “Menemukan hewan ini di ekosistem terumbu karang mesofotik menekankan bagaimana zona laut dalam ini masih menyimpan misteri dan berfungsi sebagai tempat perlindungan yang penting bagi spesies purba dan potensi spesies baru.”

“Penemuan ini memperluas pemahaman kita tentang sebaran coelacanth di Indonesia, dan sangat penting untuk upaya memahami evolusi hewan purba ini dan mendukung upaya konservasinya. Temuan ini merupakan hal yang luar biasa mengingat tantangan teknis dalam melakukan penyelaman di laut dalam dengan gas campuran dan waktu yang singkat di dasar yang dapat dilakukan oleh penyelam Trimix – penyelaman dengan menggunakan gas campuran,” Ujar Professor Kerry Sink, dari South African National Biodiversity Institute, yang telah meneliti coelacanth di Afrika Selatan selama dua puluh lima tahun.

Lokasi detail penemuan dirahasiakan guna melindungi spesies sensitif dan penting ini dari tekanan manusia dan untuk memungkinkan para ilmuwan dan pemerintah setempat menerapkan kebijakan konservasi yang lebih kuat di wilayah tersebut.

Coelacanth pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1997 oleh Arnaz dan Mark V. Erdmann, yang mendokumentasikan spesimen di pasar ikan di Manado, Sulawesi Utara. Temuan tersebut diidentifikasi sebagai spesies baru yang berbeda dari Latimeria chalumnae di Afrika, yang sebelumnya dianggap punah sejak akhir zaman Kapur sekitar 70 juta tahun lalu. Coelacanth diyakini sebagai salah satu vertebrata laut paling penting secara evolusioner karena garis keturunannya berkerabat dekat dengan vertebrata darat.

“Saya senang mengetahui bahwa tim ini telah berhasil menjawab pertanyaan yang sudah lama ada, yaitu apakah coelacanth ada di wilayah Maluku Utara – sesuatu yang kami pertanyakan pada tahun 1999 namun membutuhkan waktu hampir 3 dekade untuk membuktikannya!” ujar Dr. Mark Erdmann, seorang penasihat dalam proyek ini. “Mengetahui mereka melakukannya dengan menggunakan penyelaman trimix di perairan laut dalam bahkan lebih mengesankan, dan membuka pintu bagi sejumlah peluang penelitian konservasi yang menarik di masa depan”.

Meskipun penemuan ini merupakan berita baik bagi konservasi coelacanth di Indonesia, L. menadoensis berstatus ‘Rentan’ menurut The International Union for Conservation of Nature (IUCN). Hal ini menjadi perhatian khusus karena polusi plastik, praktek penangkapan ikan yang merusak, penggundulan hutan, dan pertambangan sangat berdampak pada lingkungan pesisir dan organisme laut yang menjadi tumpuan mata pencaharian masyarakat setempat.

 

“Coelacanth termasuk spesies yang dilindungi (CITES Appendix II). Namun habitatnya perlu dilindungi agar tidak punah, karena jumlah individunya terbatas secara global. Dengan mengembangkan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) untuk habitat coelacanth, kita dapat mencegah atau mengurangi praktik-praktik penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, dampak pencemaran, dan pengembangan wilayah pesisir”. Ucap Dr. Augy Syahailatua, Seorang peneliti dari BRIN, yang juga bertanggung jawab dalam proyek penelitian terkait coelacanth di Indonesia. “KKP juga akan memberi dampak positif dalam penelitian coelacanth, sehingga dapat memajukan pengetahuan dan pemahaman kita mengenai spesies unik ini, dan memungkinkan penegakan hukum yang lebih baik untuk melindunginya”.

Penemuan ini diharapkan mendorong upaya penegakan lebih banyak Kawasan Konservasi Perairan di kepulauan Maluku, terutama untuk melindungi fauna laut dalam, yang merupakan salah satu spesies hewan laut yang paling purba.(*)

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Literasi Keuangan Nelayan, Seperti Apa?

    • calendar_month Rab, 15 Feb 2023
    • account_circle
    • visibility 283
    • 1Komentar

    Kegiatan Literasi Keuangan Nelayan yang dilakukan MDPI di Seram Maluku foto MDPI

  • 153 Pulau Kecil Ditambang, 6  Ada di Maluku Utara   

    • calendar_month Rab, 9 Jul 2025
    • account_circle
    • visibility 1.111
    • 0Komentar

    Berapa jumlah pasti pulau kecil dan sangat kecil di Indonesia yang saat ini dieksploitasi terutama kandungan tambangnya?  Jawaban pemerintah,   ternyata mencapai ratusan pulau. Dikutip dari Liputan6.com,   Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan ada 370 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tersebar di 153 pulau-pulau kecil di Indonesia. Dari jumlah izin di pulau kecil itu  ada yang […]

  • Nelayan Tuna Morotai Terpukul Covid- 19

    • calendar_month Sen, 21 Sep 2020
    • account_circle
    • visibility 186
    • 0Komentar

    Penulis: Indah Indriyani Morotai Pandemi covid-19 menghantam hamper semua lini kehidupan. Tidak terkecuali masyarakat bawah seperti nelayan. Pandemic ini juga mengubah banyak hal dalam kehidupan. Termasuk nasib para nelayan. Di Desa Sangowo Kecamatan Morotai Timur, Kabupaten Pulau Morotai,  nelayanikan tuna sangat terpukul akibat jatuhnya harga.  “Dampak pandemic covid-19 yang paling dirasakan nelayan yaitu harga ikan […]

  • Bawa Program Konservasi Air Tanah dan Energi, BesaMacahaya Hadir di City Sanitation Summit 

    • calendar_month Ming, 31 Agu 2025
    • account_circle
    • visibility 280
    • 1Komentar

    City Sanitation Summit  (CSS) merupakan agenda nasional tahunan yang diselenggarakan Aliansi Kabupaten Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI). Tahun ini merupakan yang ke-23, sementara  penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah Kota Ternate. CSS XXIII  bertema Sanitasi berkelanjutan melalui partisipasi dan inovasi pengelolaan sampah berbasis kota pulau itu turut digelar beberapa kegiatan. Salah satunya rangkaian kegiatan   Festival Sanitasi, Budaya dan UMKM yang berlangsung di Benteng Oranje 29-hingga […]

  • Bersih Pantai, Monitoring Karang dan Tanam Mangrove

    • calendar_month Sab, 30 Okt 2021
    • account_circle
    • visibility 165
    • 0Komentar

    Aksi FPIK Unkhair di Hari Sumpah Pemuda   Salah satu persoalan yang cukup mengkhawatirkan di bidang lingkungan terutama di kawasan laut Pulau Ternate, adalah sampah. Lebih lebih untuk sampah plastik. Hasil  temuan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Khairun Ternate menunjukan, sampah plastik   yang diproduksi masyarakat Kota Ternate dan sekitarnya sudah sangat miris.    […]

  • Warga “Usir” PT Priven Lestari dari Gunung Wato-wato Halmahera Timur?

    • calendar_month Sab, 9 Sep 2023
    • account_circle
    • visibility 256
    • 0Komentar

    Gunung Wato- wato,  yang menyerupai manusia di Halmahera Timur Maluku Utara saat ini menghadapi ancaman serius.  Ancaman itu karena adanya  rencana penambangan nikel oleh salah satu perusahaan  bernama PT PL. Aktivitas perusahaan yang belakangan memunculkan protes warga.    Protes   karena  rencana penambangan itu dikuatirkan berdampak buruk menghancurkan ruang hidup mereka.  Karena itu warga lalu bergabung […]

expand_less