Breaking News
light_mode
Beranda » Headline » Banjir Sumatera: Krisis Iklim yang Menuntut Aksi Nyata

Banjir Sumatera: Krisis Iklim yang Menuntut Aksi Nyata

  • account_circle Mahmud Ici
  • calendar_month 23 jam yang lalu
  • visibility 21

Krisis iklim menghantam  Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Per 3 Desember 2025: 3,3 juta orang terdampak, 753 tewas, 600 hilang, 2 juta orang mengungsi. Kerugian materiil mencapai Rp 68,67 triliun (CELIOS). Bantuan sulit masuk karena akses logistik terputus. Cyclone Senyar yang terjadi di Selat Malaka pada saat bencana terjadi merupakan fenomena langka di garis katulistiwa dan hal ini dipicu oleh air laut yang menghangat akibat perubahan iklim.

Organisasi Meteorologi Dunia PBB juga mengukuhkan bahwa tingginya curah hujan di luar batas normal terjadi sepanjang periode bencana di negara-negara asia, termasuk Indonesia, Filipina, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Selain itu, deforestasi yang didorong oleh industri tambang, kelapa sawit dan hutan industri memperparah dampak yang dialami masyarakat karena daya dukung lingkungan yang seharusnya menopang dan melindungi manusia.

Sementara itu, Indonesia baru pulang dari KTT Iklim di Belém dengan “Fossil Award” dan rekor membawa pelobi energi fosil terbanyak.

Banjir Sumatera adalah yang terbesar, tapi bukan satu-satunya dalam tiga bulan terakhir. Jawa, Nusa Tenggara, dan Bali juga dilanda banjir dengan korban jiwa. Kedukaan mendalam adalah hal yang pasti. Namun, memastikan pemulihan, ketahanan, dan pencegahan bencana menjadi keharusan.

Menurut Sisilia Nurmala Dewi dari lembaga , 350.org Indonesia Team Lead mengatakan, Banjir Sumatera bukan sekadar fenomena alam yang ditakdirkan Tuhan. Banjir ini adalah bencana buatan manusia yang didorong oleh pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi. “Pemerintah Indonesia telah melukai rakyatnya dengan gagal melindungi hutan dan terus membiarkan penggunaan bahan bakar fosil, meski energi terbarukan telah tersedia dengan teknologi yang mumpuni dan harga yang semakin terjangkau. Meski Presiden Prabowo berbicara tentang penghentian batubara dan energi terbarukan, ini tidak tercermin dalam kebijakan nyata,” katanya.

Dia bilang Pemerintah harus menyelesaikan akar masalah upaya serius untuk mencegah bencana iklim yang kian parah dan terus memakan korban jiwa.

“Kami mendesak aksi nyata pemerintah menangani krisis iklim segera. Hentikan dan cabut izin sawit, tambang, dan hutan tanaman industri di kawasan hutan, gambut, ekosistem penting lainnnya. Transisi energi sudah tidak boleh lagi sekedar omon-omon,” ujarnya.

Biayanya dalam bentuk bencana jauh lebih besar daripada pendapatan negara yang dihasilkan dari melanjutkan energi fosil.  Pendanaan untuk pemulihan pasca bencana harusnya bukan dibiayai  pajak rakyat. Negara kaya dan perusahaan pencemar harus membayar utang iklim mereka sekarang—nyawa sudah hilang hari ini.

“Perusahaan energi fosil, pertambangan, dan minyak sawit yang meraup untung dari kerusakan lingkungan dan krisis iklim harus membayar kerugian yang dihadipi masyarakat, yang paling sedikit berkontribusi atas kerusakan itu. Pendanaan untuk masa depan yang lebih baik tersedia—hanya berada di tangan yang salah.”katanya.

Senada Suriadi Darmoko,350.org Indonesia Field Organizer, Penggugat dalam Gugatan Iklim Bali  menyatakan berdiri bersama korban banjir Sumatera sebagai saksi bencana cuaca ekstrem makin sering dan intens. “Kami menuntut pemerintah harus bergerak lebih cepat mengurangi—bahkan menihilkan—kerusakan dan kehilangan,” desaknya.

seorang-warga-desa-terdampak-banjir-bandang-berjalan-di-antara-tumpukan-kayu-di-desa-tukka-tapanuli-tengah-provinsi-sumatera, foto AFP

Dia bilang satu hal yang pasti, masyarakat tidak tinggal diam.

“Saya bersama Koalisi Pulihkan Bali mengajukan gugatan warga negara menuntut pertanggungjawaban pemerintah atas banjir yang terjadi di bali pada 10 September 2025 lalu dan memakan hingga 18 korban jiwa, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya,”katanya.

Untuk pendanaan kompensasi yang memadai,  pihaknya mendorong pemerintah menerapkan pajak kekayaan bagi orang superkaya yang menumpuk harta dari ekstraksi sumber daya—sawit, HTI, dan terutama energi fosil sebagai kontributor emisi terbesar. Ini sejalan dengan putusan ICJ tentang tanggung jawab negara dalam mengatasi bencana iklim.

Sementara Arami Kasih, aktivis iklim dari komunitas Climate Rangers Jogja menyampaikan bahwa  masalah tidak selesai saat banjir surut. “Saya sendiri belum dengar kabar orang tua di lokasi terdampak. Akses terputus, listrik padam, jaringan hilang. Kampung lenyap, logistik menipis, air bersih langka. Sulitnya bantuan masuk ke wilayah dengan infrastruktur rusak dan tidak memadai menggarisbawahi kerentanan berlipat ganda yang dihadapi masyarakat di garis depan bencana ekologis ini,” cecarnya.

Baginya Pemerintah harus tetapkan ini sebagai bencana nasional dan adili perusahaan penebang yang merusak serapan air di Kawasan Leuser—hutan lindung. Manusia, satwa, tumbuhan semua terdampak. Adili perusak ekosistem setegas-tegasnya. “Curah hujan ekstrem juga faktor penyebab. Maka, negara kaya dan perusahaan pencemar harus bertanggung jawab,”tutupnya.(aji)

 

 

  • Penulis: Mahmud Ici

Rekomendasi Untuk Anda

  • Dulu Tebang, Sekarang Tanam

    • calendar_month Sab, 29 Agu 2020
    • account_circle
    • visibility 190
    • 0Komentar

    Cerita Warga Desa Kao Mulai Rehabilitasi Mangrove  Selasa (28/8) sore sekira pukul pukul 16.00 WIT, dua orang ibu, Iswati Mabang (45 tahun) dan Suparni Sulan (44 tahun) menyulam kebun bibit rakyaat yang berisi  anakan mangrove yang mati. Kebun bibit mangrove ini dibangun  kelompok Green  Kai Dati desa Kao Kecamatan Kao Halmahera Utara. Dua perempuan dari […]

  • Melihat Perempuan- perempuan Tangguh Pulau Kolorai

    • calendar_month Kam, 21 Feb 2019
    • account_circle
    • visibility 163
    • 0Komentar

    Bantu Suami Menjaring Ikan dan Menanam Rumput Laut    Fajar baru menyingsing di ufuk Timur Pulau Kolorai. Pulau kecil berpasir putih seluas 8 hektar  dengan laut tosqoea   subuh itu disapu angin  timur  yang dinginya  menusuk   hingga ke tulang- tulang.  Sepagi  itu, dalam suasana gelap dan dingin, ada seorang  perempuan berusia sekitar 38 tahun, tetap bangun pagi  membantu […]

  • Kelompok Tani Hutan di Tidore Kembangkan Minyak Kelapa

    • calendar_month Rab, 20 Jan 2021
    • account_circle
    • visibility 191
    • 0Komentar

    Tulisan Kiriman  Andy Taufik Marasabessy Dishut Malut Sumberdaya kelapa yang melimpah di bumi Maluku Utara menjadi berkah. Selain dibuat kopra juga diolah menjadi minyak kelapa kampong. Seperti yang dilakukan Kelompok Tani Hutan (KTH)   Balibunga Lestari Kelurahan Rum  Kota Tidore. Mereka mengolah buah kelapa menjadi minyak. Dari hasil olahannya   dijual ke pasar serta dikonsumsi. Untuk pengembangan […]

  • Galala, Identitas Kampung yang Terancam Punah

    • calendar_month Kam, 16 Feb 2023
    • account_circle
    • visibility 499
    • 2Komentar

    Daun Pohon Galala

  • Jaring Nusa: Visi Indonesia Emas 2045, Wajib Pastikan Hak Masyarakat Pesisir dan Pulau Kecil  

    • calendar_month Sen, 11 Sep 2023
    • account_circle
    • visibility 200
    • 2Komentar

    Jaring Nusa  sebuah konsorsium   masyarakat sipil yang dideklarasikan pada 19 Agustus 2021 lalu mendesak pemerintah dalam menetapkan visi Indonesia Emas 2045 yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional RPJPN 2025 2045 memberi kepastian dan perlindungan  Hak Masyarakat Pesisir dan Pulau Kecil. Peryataan Jaring Nusa  yang di dalamnya  ada 18 lembaga dan 1 komunitas  itu, […]

  • Climate Right Internasional Desak Hentikan Sementara Tambang Nikel di Maluku Utara

    • calendar_month Ming, 5 Nov 2023
    • account_circle
    • visibility 272
    • 1Komentar

    Pemerintah pusat harus merespons rekomendasi Dinas Lingkungan Hidup atas pencemaran sungai  yang terjadi di Sagea Kabupaten Halmahera Tengah Maluku Utara.  Demikian rilis resmi yang dikeluarkan Climate Rights International (CRI) akhir September lalu. Sekadar diketahui CRI adalah organisasi pemantauan dan advokasi iklim dan hak asasi manusia internasional yang didedikasikan untuk mencegah dan menangani pelanggaran hak asasi […]

expand_less