Breaking News
light_mode
Beranda » Laut dan Pesisir » Ini Dampaknya Bagi Malut, Jika Judicial Review UU Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Diakomodir   

Ini Dampaknya Bagi Malut, Jika Judicial Review UU Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Diakomodir   

  • account_circle
  • calendar_month Sab, 20 Jan 2024
  • visibility 198

Jumlah pulau di Maluku Utara sesuai data terbaru dari pemerintah provinsi Maluku Utara berjumlah 1008 pulau. Termasuk  Halmahera, Morotai, Obi dan Taliabu yang tidak tergolong pulau kecil. Selebihnya masuk kriteria pulau kecil yang terbilang rentan. Saat ini saja, dari pulau yang ada sebagian sudah ditambang bahkan ada yang telah dikeluarkan izin untuk ditambang. Sebut saja pulau Gebe di Halteng, Pula Gee di Halmahera Timur  serta pulau Fofau di Halmahera Tengah sudah diberikan izin untuk ditambang. Meski sesuai undang undang ini tidak diperbolehkan ditambang berbagai upaya ingin mengeruk pulau tetap dilakukan.

Pada penghujung April 2023, PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP), anak perusahaan HARITA Grup, yang menambang nikel di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, melalui tim kuasa hukumnya menggugat sejumlah pasal di dalam UU No. 27 Tahun 2007 jo UU 1 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil, khususnya pasal 23 ayat 2 dan pasal 35 huruf K.  Dalam Pasal 23 ayat 2 berbunyi: Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut: a. konservasi; b. pendidikan dan pelatihan; c. penelitian dan pengembangan; d. budidaya laut; e. pariwisata; f. usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari.  

Selanjutnya, Pasal 35 huruf K berbunyi: Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap Orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Lalu apa  ancaman bagi pulau pulau di Maluku Utara jika Judicial Review dikabulkan Mahkamah Konstitusi?

Dr. Abdul Motalib Angkotasan Dosen Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate memberikan pandangannya terkait persoalan ini.  Menurutnya, jika sampai dikabulkan  gugatan koproasi ini maka praktek eksploitasi  tambang dilakukan secara tebuka (open maining). Aktivitas ini akan membabat seluruh vegetasi baik mangrove dan pascaprea di pesisir dibabat habis untuk pembangunan smelter. Vegetasi hutan di darat diratakan dengan tanah  karena material tambang harus diambil.

Air laut yang kuning kecoklatan akibat terdampak kerukan tambang di Pulau Garaga Obi Halmahera Selatan foto DKP Halsel
Air laut yang kuning kecoklatan akibat terdampak kerukan tambang nikel di Pulau Garaga Obi Halmahera Selatan foto DKP Halsel

Puncak perbukitan pulau kecil menjadi gundul dan daratan pesisir menjadi gersang. Padahal kawasan hutan ini adalah penyangga pulau kecil. Berperan sebagai penyerap air ketika hujan buat penyediaan air tanah bagi masyarakat pesisir. Hutan mangrove adalah baffer alami yang baik untuk menghindarkan pulau kecil dari abrasi pantai dan  sedimentasi. Melindungi pantai dari ancaman gelombang dan masuknya material daratan yang dapat merusakan eksositem lamun dan ekosistem terumbu karang. Ancaman serius juga akan dialami masyarakat  pulau kecil adalah, krisis air, krisis sosial, krisis ekologi, krisis pangan yang berujung pada kemiskinan.

“Perlu diingat bahwa pulau kecil punya daya dukung kawasan yang terbatas. Jika dieksploitasi seperti dijadikan kawasan pertambangan baik nikel, emas, dan gas maka pulau kecil terancam rusak berat” katanya.

Terdapat empat dampak utama akan ditimbulkan sebagai akibat dari ekpsloitasi tambang di pulau kecil.

 Pertama, kerusakan hutan pesisir dan darat. Kedua, tingginya laju sedimentasi. Ketiga, pencemaran air tanah. Keempat, menurunya kualitas perairan. Kelima, kerusakan ekosistem. Keenam, krisis pangan. Ketujuh, kemiskinan  masyarakat pulau kecil.

“Anak pulau adalah pewaris sah sumberdaya pulau yang dihuni harus berjuang agar judicial review di MK ini ditolak. Artinya amanat di dalam UU ini tetap dipertahankan,” harapnya.  

Lalu apa yang harus dilakukan masyarakat pulau kecil tempat eksploitasi tambang, seandainya judicial review  UU Nomor 7 Tahun 2027 pasal 23 dan 35 dipenuhi Mahkamah Konstusi?.

Menurutnya ada beberapa class action harus dilakuan.Pertama, masyarakat harus menuntut tanggung jawab lebih dari perusahaan yang menambang. Bukan sekadar Corporate Social Responsibility (CSR) yang menguap dalam perjalanan. Tapi konkrit, semua rumah tangga di area pertambangan harus dijamin masa depannya selama 20 tahun ke dapan. Atau paling tidak sampai kehidupannya mapan. Caranya, memastikan setiap rumah tangga tersebut, anknya disekolahkan sampai mendapatkan pekerjaan yang layak. Kedua,menuntut proses restorasi dan rehabilitasi ekosistem. Perusahaan tambang harus memastikan tanggung jawabnya mengembalikan kondisi ekosistem darat dan laut seperti sedia kala.

“Bukti komitemnya bukan sekadar sosialisasi, atau penghijauan yang seadanya. Masyarakat harus dilibatkan untuk memeriksa dan memastikan bahwa penanaman kembali hutan yang sudah gundul, mangrove yang ditebang, dan terumbu karang yang rusak telah dipulihkan,”cecarnya. Ketiga,konsolidasi masyarakat sipil. Masyarakat sipil di Maluku Utara harus terpanggil untuk mengkonsolidasi diri. Permaslahan ini menyisakan luka dan duka bagi warga  di pulau keicl. “Mungkin kita tidak memiliki ikatan geneologis dengan mereka, tapi sebagai anak negeri kita harus empati. Turut merasakan penderitaan yang dialami.  Bersama membangun gerakan  bersama penting dilakukan. Masyarakat sipil perlu duduk bicara, merumuskan tuntutan kepada seluruh Perusahaan tanbang di Pulau kecil yang beroperasi di Maluku Utara,” desaknya.

Langkah taktisnya kata dia mendorong pemerintahan daerah Kabupaten dan Provinsi mengambil langkah tegas.  Kepala daerah, dinas terkait dan DPRD harus dimintai komitmennya memastikan berbagai tuntutan masyarakat sipil dapat  dieksekusi. (*)  

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Rumpon Liar di Selat Obi Dibersihkan    

    • calendar_month Sen, 4 Jul 2022
    • account_circle
    • visibility 179
    • 2Komentar

    Nelayan: Selat Obi Diusul Jadi Wilayah Pemberdayaan  Nelayan  Kecil   Nelayan Obi yang selama ini mengeluhkan banyaknya rumpon liar di laut Obi, akhirnya bernapafas lega. Pasalnya,  Dinas  Perikanan Provinsi Maluku Utara Sabtu (02/07/2022) bersama masyarakat nelayan dan  instansi tekait memutus tali puluhan rumpon di Selat Obi Kabupaten Halmahera Selatan. “Pemutusan ini sekaligus menjawab aspirasi nelayan di Kecamatan […]

  • Tegas! Pulau Tak Boleh Diperjualbelikan

    • calendar_month Jum, 27 Jun 2025
    • account_circle
    • visibility 211
    • 0Komentar

    Maraknya  iklan dan pemberitaan penjualan pulau-pulau di Indonesia, membuat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan larangan tegas  adanya penjualan pulau. KKP memastikan tidak ada regulasi yang mengatur penjualan pulau maupun pulau kecil di Indonesia.  Di Maluku Utara beberapa waktu lalu sempat heboh adanya  isu penjualan gugusan kepualaun Widi Halmahera Selatan yang sempat ditawarkan melalui situs […]

  • Maluku Utara Kaya Rempah, Minim Pangan Fungsional

    • calendar_month Rab, 12 Agu 2020
    • account_circle
    • visibility 437
    • 0Komentar

    Maluku Utara yang terhampar pulau-pulaunya,memiliki kekayaan pangan local dan rempah  Terutama  pala dan cengkih. Kekayaan ini bahkan tercatat dalam sejarah sebagai barang buruan bangsa Eropa di masa lalu.  Sejarawan Maluku Utara (alm) M Adnan Amal Tomagola dalam risetnya berjudul Portugis dan Spanyol di Maluku (2009) mengupas tentang kehadiran dua bangsa ini  berebut rempah. Mereka  datang […]

  • Perkici dada-merah Sangat Terancam

    • calendar_month Kam, 29 Apr 2021
    • account_circle
    • visibility 213
    • 0Komentar

    Nuri Ternate yang dilepasliarkan setelah di tempatkan di kandang transit Ternte

  • Perlindungan Sagu Tak Dilakukan, Perda Hanya Pajangan (3) Habis

    • calendar_month Sen, 8 Jan 2024
    • account_circle
    • visibility 304
    • 0Komentar

    Sejak dulu kampung-kampun g di Kabupaten Halmahera Tengah Maluku Utara memiliki banyak kebun sagu. Salah satu desa yang menjadi pusat sagu adalah Sagea dan Kiya di Weda Utara. Karena potensi itu, pemerintah daerah kemudian berpikir melindunginya setelah massivenya industri tambang masuk ke wilayah ini. Pemkab Halmahera Tengah  kemudian membuat Peraturan Daerah (Perda) untuk melindungi pohon […]

  • Hutan Malut Kritis, Tanggung jawab Gubernur?   

    • calendar_month Rab, 22 Mar 2023
    • account_circle
    • visibility 217
    • 2Komentar

    Aksi aktivis Walhi bersama Sylva Unkhair di depan rumah dinas GUbernur Malut

expand_less